Saya akan tuntut keadilan siapapun presidennya
Suciwati mengkritik para jenderal cuma berani omong ke media.
"Kenapa Abah dibunuh Bu?” Mulut mungil itu tiba-tiba bersuara bak godam menghantam ulu hatiku. Gadis kecilku, Diva Suukyi, saat itu masih 2 tahun, menatap penuh harap. Menuntut penjelasan.
Suaraku mendadak menghilang. Air mataku jatuh. Sungguh, seandainya boleh memilih, aku akan pergi jauh. Tak kuasa aku menatap mata tanpa dosa menuntut jawaban itu. Terlalu dini sayang. Belum saatnya kau mengetahui kekejian di balik meninggalnya ayahmu, suamiku, Munir.
Seolah tahu lidah ibunya kelu, Diva memelukku. Tangan kecilnya melingkari tubuhku. ”Ibu jangan menangis...jangan sedih,” kata-kata itu terus mengiang di telingaku.
Begitu Suciwati menulis awal kejadian menimpa dia di dinding Facebook miliknya. Kejadian kelam itu masih terus diperjuangkan hingga saat ini oleh Suciwati. Pelaku memang sudah tertangkap dan diadili.
Namun, dalang pembunuhan Munir masih bisa menghirup napas lega. Dia masih bisa tertawa di balik kesedihan Suciwati. Bahkan pelaku-pelaku pelanggaran HAM itu kini bersuara lantang mendukung calon presiden Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla. "Ketika kamu melihat ini kebenaran, kamu harus melakukan. Memperjuangkan sampai napasmu berhenti," kata Suciwati melalui telepon selulernya semalam.
Dia mengatakan pesta demokrasi kali ini dihadapkan pada dua pilihan buruk. Dua-duanya punya cerita bagi Suciwati. Prabowo jelas, kata dia, pelaku pelanggaran HAM. Namun Jokowi juga tidak serta merta bersih. Pendukungnya, mantan Kepala Badan Intelijen Negara A.M. Hendropriyono juga punya jejak tak kalah buruk dengan Prabowo.
Beranikah Jokowi menegakkan HAM sedangkan pelakunya ada mendukung dia menjadi presiden? Suciwati hanya berharap siapapun presiden kelak, dia bakal tetap menagih janji menuntaskan pelanggaran HAM, termasuk kasus pembunuhan suaminya.
Berikut penjelasan Suciwati kepada Arbi Sumandoyo dari merdeka.com.
Apa Anda masih suka memimpikan suami Anda?
Saya tidak perlu menjawab soal itu. Karena menurut saya itu urusan pribadi saya.
Apa yang Anda ingat dari Munir?
Semua kebaikannya. Tidak hanya kebaikannya tapi juga konsistensinya, apa yang selama ini dia lakukan dan belum ada lagi sosok seperti dia. Tidak hanya sebagai suami, ayah, tapi juga sebagai pejuang HAM. Dia berjuang jiwa dan raga dan sampai saat ini saya belum menemukan orang seperti itu.
Apa pesan dan kesan dari Munir paling diingat hingga saat ini?
Banyak sekali pesannya. Kesannya keren semua. Bagaimana kita tidak boleh jadi orang penakut. Ketika kita dalam ruang ketakutan, ruang kemarahan, ruang kesedihan, itu harus bisa dikendalikan benar. Ini sebuah perjuangan. Misalnya ketika kita melakukan advokasi betapa susahnya soal penegakan HAM di Indonesia dan terus didorong, nggak perlu takut. Mendorong HAM menjadi ruang hidup kita ke depan. Dengan segala kesederhanaannya, dengan segala kecerdasannya.
Pesan dan kesan itu juga yang memotivasi Anda terus mencari siapa dalang pembunuhan Munir?
Ya, selain cara, sangat penting mengungkap kebenaran. Ketika kamu melihat ini kebenaran, kamu harus melakukan. Memperjuangkan sampai napasmu berhenti.
Anda pernah mendapat petunjuk lewat mimpi siapa dalang pembunuh suami Anda?
Kok mimpi sih Mas, omong itu kan fakta. Kalau mimpi itu kan jadi kayak peramal. Kalau saya itu biasa omong soal fakta, jangan nanti mimpi menjadi fitnah.
Anda akan terus berjuang hingga kasus Munir benar-benar tuntas?
Masih lah. Karena sampai saat ini masih kita dorong, karena kasus suami saya kan terbuka. Jaksa agung juga berjanji akan melakukan putusan kembali atas tersangka Muchdi PR dibebaskan oleh Mahkamah Agung dan ini kan masih terus kita dorong.
Kan, selalu jaksanya berkelit, belum ada novum (bukti baru) dan sebagainya. Bagaimana ada novum jika mereka tidak mencari, makan tidur melulu, kan repot. Nah kita juga sudah kasih fakta-fakta, mereka bisa menindaklanjuti. Kasasinya juga mereka lakukan dengan setengah hati.
Kita selalu diberikan orang-orang tidak profesional. Katanya mereka paling berani, waktu itu kan Jaksa Penuntut Umum Cyrus Sinaga. Tahu sendiri dia kayak apa, dia menjadi tersangka kasus korupsi. Orang kayak dia disuruh urus kasus Munir, bagaimana bisa selesai. Nggak akan pernah bisa selesai dan itu orang setelah jaksa agung.
Saya pikir saat kita mendorong keadilan ditegakkan seadil-adilnya, kita selalu mendapatkan orang-orang tidak kredibel. Kita terus dorong pengungkapan kasus Munir. Untuk pemerintah ke depan, kita berharap penegakan hukum itu menjadi ada.
Apakah Anda bakal menyuruh anak Anda untuk memperjuangkan kasus suami Anda sampai dalangnya dapat?
Tetap akan bersuara seperti itu tapi di lain pihak tidak hanya hukumnya saja tetapi apa yang selama ini dikerjakan oleh almarhum. Memberikan pendidikan HAM itu lebih penting juga. Anak-anak sekarang selalu dicekoki HAM itu kiblatnya Amerika. Padahal HAM itu sangat dekat dengan hidup kita dan itu ada juga dalam Undang-undang Dasar 1945.
Karena cara pelaku pelanggar HAM itu untuk tidak mendekatkan, membumikan kami untuk mereka terhindar dari hukuman. Kita bisa melihat itu cara-cara mereka ada kasus HAM dibilang fitnah, ada apa dibilang nggak penting. Itu sebetulnya menjelaskan siapa orang-orang itu sebenarnya. Kalau saya sesederhana itu melihatnya.
Menurut saya, di Indonesia mulai dari anak-anak dan orang tua penting memberitahukan soal HAM. Karena hak asasi melekat pada orang yang hidup.
Jawaban Anda menunjukan ada harapan penegakan HAM pada calon nomor dua?
Kalau kita sandingkan keduanya, mana yang punya pelanggaran HAM? Kalau aku sih begitu saja melihatnya, nggak usah dibikin rumit. Kalau disodorkan sulit memang karena partai-partai mengusung tidak ada yang bersih. Kalau sebelahnya lebih-lebih lagi, sama sih seperti yang kita lihat.
Kalau partainya mengusung sama saja, sama jeleknya. Kalau saya sekarang melihat rekam jejaknya saja. Kalau yang satunya masih punya harapan, satunya nggak.
Artinya anda yakin Jokowi bakal menindak pelanggar HAM, termasuk pelaku yang sekarang mendukung dia?
Tidak bisa seyakin itu karena saya punya kepercayaan. Menjaga harapan bukan berarti saya meyakini dia. Karena saya hanya meyakini agama saya. Kalau sama orang saya tidak perlu yakin-yakin.
Saya nanti akan tanya sama dia karena omong soal visi misi penegakan HAM. Apakah Anda berani mengusut kasus Munir. Kalau dia omong nantinya tidak tahu soal hukum, apa bedanya dia dengan sebelumnya. Tinggal kita dorong lagi. Kalau yang satunya apa saya bisa omong begitu? Karena susah, wong dia pelakunya kok.
Sudah jelas karena ada faktanya?
Iya dong. Faktanya ada korban masih hidup. Ada Mugiyanto, ada Faisal Reza, orang-orang diculik kemudian dilepaskan. Kan ada pernyataan Pak Prabowo juga soal itu. Kemudian ada yang perlu didorong kepada publik, jenderal-jenderal ini nggak gentelman.
Mereka memang tahu ada peristiwa penting, mengungkap kebenaran demi republik kita ini. Harusnya segara dibawa ke ranah hukum, mereka saksi sejarah. Ini ada yang tidak benar, kalau memang yang nomor satu itu disebut tersangkut masalah HAM, dipecat karena kasus penculikan. Dia belum pernah dibawa ke pengadilan. Rencana dibawa ke mahkamah militer karena dia menantu presiden, jadi tidak berani.
Nah itu kesalahan-kesalahan masa lalu tidak perlu direproduksi lagi di tahun ini dan juga ke depan. Apa yang mau kita berikan ke anak cucu kita. Mereka saksi sejarah, harusnya mereka juga punya ruang-ruang di mana bisa mendorong proses keadilan dan pengungkapan kebenaran itu menjadi nyata.
Mereka cuma bisanya omong di media. Kok bisa ya, mereka orang-orang pernah jadi orang terhormat di republik ini hanya omong saja. Bisa nggak sih datang ke Puspom, saya mau bersaksi misalnya. Datang ke Komnas untuk bersaksi misalnya, kejaksaan misalnya. Itu lebih jelas menurut saya daripada mereka omong di media.
Kalau saya bilang itu harus didorong. Siapapun saksi sejarah ketika ada kejadian kelam di republik ini harus segera dibawa ke ruang lebih terang, bukan ke media. Saya tidak simpati dengan orang-orang ini. Mereka hanya bisa omong ke media, ketika dipanggil ke Komnas HAM mereka nggak datang.
Pendidikan politik macam apa kita berikan untuk anak cucu kita. Begitu juga media harus kasih pendidikan ke masyarakat, bukan cuma jualan laku juga kan. Itu kan visi-misi kita ke depan.
Artinya isu HAM ini digoreng untuk kepentingan politik?
Kami tidak pernah melakukan itu. Saya bersama kawan-kawan bercucuran air mata setiap hari. Apakah mereka tahu itu. Ketika kita setiap Kamis berdiri di depan istana. Ketika nyawa suami saya dihilangkan. Nyawa anak-anak kami dihilangkan.
Itu kan ruang-ruang mereka. Ruang-ruang kesakitan kami hanya dijadikan komoditas. Itu membuat kami berpikir mereka justru kejam tidak berperikemanusiaan. Mereka harusnya menyelesaikan bukan hanya menjadikan kami komoditas, jadi ruang jualan mereka seolah perduli padahal tidak.
Misalkan dua calon ini nantinya tidak menegakkan HAM sesuai visi misi mereka, apa sumpah Anda?
Kenapa saya harus bersumpah. Saya akan tetap berjuang siapapun presidennya. Buat saya tidak perlu ketemu presiden atau siapapun, yang saya harapkan adalah penegakan hukumnya. Itu lebih penting buat saya dan saya nggak perlu juga bersumpah-sumpah. Saya tetap akan memperjuangkan itu, menuntut keadilan itu, siapapun presidennya.
Artinya tetap menagih janji mereka menuntaskan kasus pelanggaran HAM?
Iya. Itu harus. Itu sudah janji saya untuk memperjuangkan HAM.