10 Ribu Rumah Tangga di Muncar Tertib Kumpulkan Sampah
Saat ini, terdapat 10 ribu rumah dari sebelumnya hanya 100 rumah di Desa Tembokrejo, telah rutin mengumpulkan sampah rumah tangganya.
Pemerintah Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, bersama Systemiq, sebuah perusahaan B-Corp yang berkantor di Inggris telah berhasil mengajak masyarakat untuk mengumpulkan sampah rumah tangganya setiap hari.
Saat ini, terdapat 10 ribu rumah dari sebelumnya hanya 100 rumah di Desa Tembokrejo, telah rutin mengumpulkan sampah rumah tangganya.
-
Apa yang dibangun di Banyuwangi? Pabrik kereta api terbesar se-Asia Tenggara, PT Steadler INKA Indonesia (SII) di Banyuwangi mulai beroperasi.
-
Bagaimana cara Banyuwangi memanfaatkan insentif tersebut? “Sesuai arahan Bapak Wakil Presiden, kami pergunakan insentif ini secara optimal untuk memperkuat program dan strategi penghapusan kemiskinan di daerah. Kami juga akan intensifkan sinergi dan kolaborasi antara pemkab dan dunia usaha. Dana ini juga akan kami optimalkan untuk kegiatan yang manfaatnya langsung diterima oleh masyarakat,” kata Ipuk.
-
Kenapa Banyuwangi mendapatkan insentif lagi? Ini merupakan kali kedua mereka mendapatkan insentif karena dinilai sukses menekan laju inflasi serta mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
-
Apa yang diserahkan oleh Presiden Jokowi di Banyuwangi? Total sertifikat tanah yang diserahkan mencapai 10.323 sertipikat dengan jumlah penerima sebanyak 8.633 kepala keluarga (KK).
-
Di mana Bandara Banyuwangi berlokasi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
-
Apa penghargaan yang diraih Banyuwangi? Diserahkan Presiden RI Joko Widodo kepada Bupati Ipuk Fiestiandani di Istana Negara, Kamis (31/8/2023), Banyuwangi berhasil mempertahankan predikat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Terbaik 2022 se-Jawa dan Bali.
Sampah-sampah yang sudah terkumpul di tong sampah rumah tangga, kemudian dikelola di Tempat Pemprosesan Sampah Terpadu (TPST) Desa Tembokrejo. Sampah yang biasanya hanya dibakar, bahkan dibuang ke sungai dan berakhir di laut, saat ini dipilah dan dijual menjadi pundi rupiah.
"Di Kecamatan Muncar dari 10 desa hanya ada satu desa yang memiliki TPST. Sebelum kami ke sini (tahun 2017) hanya 100 rumah yang mengumpulkan sampah untuk diangkut ke TPST, sekarang sudah ada 10 ribu rumah di seluruh Desa Tembokrejo," kata Technical Facility officer, Systemiq, Putra Perdana Kusuma saat ditemui di TPST Tembokrejo, Jumat (9/5).
Systemiq sendiri sebagai perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan, datang ke Muncar berdasarkan rekomendasi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sebab Muncar dikenal sebagai kawasan sentra penghasil ikan namun memiliki pantai terkotor.
"Kerjasama KLHK, menunjuk Banyuwangi. Program kami namanya stop ocean plastik. Dipilih Muncar yang paling kotor pantai nya," katanya.
Dari 10 desa di Muncar, sepertiga jumlah penduduknya berada di Tembokrejo, dan dari 10 ribu rumah yang rutin mengumpulkan sampah, setiap hari telah ada 12-15 ton sampah yang masuk ke TPST. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2016 Systemiq telah melakukan riset volume sampah di Muncar per hari mencapai 48 ton.
Lebih lanjut, Putra mengatakan, selain konsep 3 R, (Reuse, Reduce, Recycle) di TPST, secara prinsip dan berkelanjutan masyarakat bisa sadar melakukan pemilahan sampah dan tidak membuang sampai di sungai maupun laut. Dari capaian 10 ribu rumah saat ini, pihaknya juga bakal terus melakukan upaya edukasi ke rumah-rumah warga agar jumlah yang mau mengumpulkan sampah bertambah.
"Tujuannya agar masyarakat sadar memilah sampah, tidak buang sampah di pantai, dikelola di sini kemudian menghasilkan (rupiah) agar ini bisa terus sustainable," katanya.
Systemiq sendiri, kata Putra, murni melakukan bantuan dan pendampingan, tidak mengambil keuntungan dari hasil retribusi maupun penjualan sampah, dan produksi lain di TPST. Unit usaha ini dikelolah Pemerintah Desa melalui Bumdes.
"Systemiq tidak mengambil keuntungan, kami sudah mendapatkan dari donor untuk program ini. Setelah mandiri maka akan kami tinggal," katanya.
Selain mengurangi volume sampah di lautan, pengelolaan TPST di Muncar juga telah membuka kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat. "Dulu hanya ada 10 pekerja, sekarang sudah ada 84 pekerja. Ada yang bagian pengumpul sampah dari rumah-rumah warga dan pekerja pemilah di TPST," ujarnya.
Systemiq sendiri bersama pemerintah daerah bakal mengembangkan pendirian TPST lagi, selain di Tembokrejo, akan dibangun di Desa Sumber beras untuk menampung sampah di desa-desa lain di Kecamatan Muncar.
Sementara itu, salah satu warga yang tinggal di muara sungai Kalimoro, Desa Tembokrejo, Riyanto mengaku terbantu dengan adanya TPST. Bila dibandingkan, kondisi sampah di muara jauh lebih bersih dibandingkan dulu.
"Sekarang jauh lebih bersih. Dan warga kami sudah tidak buang sampah ke sungai. Sampah berdatangan terutama kalau musim hujan, sampah berdatangan (dari hulu).
Tidak hanya itu, Riyanto sebagai nelayan juga sering mengalami kerugian akibat sampah ketika baling-baling perahunya sering patah ketika terlilit sampah.
"Dulu ditumpuk tumpuk, dulu sering baling baling kecantol sampah, harga baling-baling bisa Rp 150-200 ribu, dan sekarang sudah lebih bersih," katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto mengatakan, penghasilan Bumdes yang mengelola TPST saat ini mencapai 20 juta per bulannya. Kemudian retribusi penarikan sampah dari warga sebesar Rp 10 ribu, dari total yang bekerjasama mendapat pemasukan sampai Rp 40 juta per bulan.
"Masyarakat Tembokrejo 12 ribu yang kerja sebagai nelayan, dari total 33 ribu jiwa. Dulu banyak yang membuang sampah ke pantai. Tahun 2017 Systemiq datang dan membantu, sehingga bisa seperti ini," katanya.
Sumarto sendiri mulai mengajukan pendirian TPST dan mendapatkan bantuan dari provinsi pada tahun 2015. Semua berawal dari keresahannya banyak sampah di Sungai Kalimoro, Tembokrejo. Saat ini Sumarto sudah cukup lega, tidak hanya bisa menambah lapangan pekerjaan dan desanya tambah bersih, desa juga mendapatkan pemasukan dari usaha TPST.
"Per tahun Rp 72 juta masuk ke desa. Saya sudah jadi lurah mulai tahun 2007, sungai Kalimoro itu dulu penuh dengan sampah, dulu orang buang sampah ke sungai, sekarang ke tong sampah," ujarnya.
(mdk/hrs)