2 Pengamen korban salah tangkap berharap negara minta maaf
Padahal selain ditangkap dan di penjara secara tidak adil, mereka juga disiksa saat penyelidikan.
Andro (21) dan Nurdin (26), pengamen di Cipulir yang menjadi korban salah tangkap pada tahun 2013 silam, berhak menerima uang ganti rugi sebesar Rp 72 juta dari negara. Hal ini dinyatakan pada sidang putusan permohonan ganti rugi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, korban beserta kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengajukan permintaan ganti rugi lebih dari Rp 1 miliar atas kesalahan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Keduanya ditangkap karena dituduh sebagai pembunuh Dicky, pengamen yang mayatnya ditemukan di bawah Jembatan Cipulir.
Sayangnya permintaan pemohon yang dikabulkan hanya ganti rugi materiil berupa penggantian uang pendapatan selama 8 bulan.
Walaupun tidak sesuai dengan nominal yang diharapkan, keduanya tetap bersyukur. Namun ada satu hal yang masih mereka harapkan, yaitu permintaan maaf dari semua pihak terkait.
"Tidak ada penyataan dari negara 'Kami minta maaf, ini kelalaian kami. Kami dan institusi mengaku salah dalam memproses dan tidak akan melakukannya lagi'. Walaupun negara yang mengeluarkan uang karena (negara) bertanggung jawab atas kepolisian dan kejaksaan, setidaknya permintaan maaf yang sebenarnya kami inginkan," ujar kuasa hukum dari LBH, Bunga Siagian.
Andro dan Nurdin mengaku bahwa sejak kejadian, memang belum pernah ada pihak polisi yang meminta maaf. Padahal selain ditangkap dan di penjara secara tidak adil, mereka juga disiksa saat penyelidikan.
"Haruslah. Masih berharap," ujar Nurdin.
Rehabilitasi nama baik juga merupakan harapan lain kedua pengamen Cipulir ini. Sejak dicap sebagai pembunuh, keduanya mengaku dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitar. Mereka juga mengalami berbagai kesulitan seperti susah mencari pekerjaan.
"Kalau melihat dasar hukum, hanya dicantumkan dalam putusan banding, dipulihkan nama baiknya," ujar Bunga.
Hal ini tidak memenuhi permohonan korban dan kuasa hukum yang meminta rehabilitasi disiarkan di 10 media televisi nasional, 10 media cetak nasional, 4 harian cetak lokal, 6 tabloid mingguan nasional, 1 radio nasional, dan 4 radio lokal.
"Walaupun tidak sebanyak yang kami minta, setidaknya ada usaha untuk perbaikan. Permintaan maaf dan rehabilitasi itu penting mereka pihak terkait," lanjut Bunga.
Terakhir, kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi negara agar kasus serupa tidak terjadi lagi kedepannya. "Bentuknya harus konkret. Nggak sekadar mencairkan uang aja, tapi menjadi pelajaran untuk negara. Khususnya soal rekayasa bukti," tandasnya.