Adik Ipar Nurhadi Dijanjikan Rp10 Miliar oleh Hiendra Soenjoto buat Urus PK
Dalam persidangan, Rahmat mengaku telah dijanjikan uang sebesar Rp10 miliar oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara melawan PT KBN di Peninjauan Kembali atau PK. Hiendra sudah menjadi tersangka penyuap Nurhadi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi dalam perkara suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mahkamah Agung dengan terdakwa eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantu. Saksi yang dihadirkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Rabu (18/11) yakni advokat Rahmat Santoso yang juga merupakan adik ipar Nurhadi.
Dalam persidangan, Rahmat mengaku telah dijanjikan uang sebesar Rp10 miliar oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara melawan PT KBN di Peninjauan Kembali atau PK. Hiendra sudah menjadi tersangka penyuap Nurhadi.
-
Siapa Syekh Nurjati? Syekh Maulana Idhofi Mahdi Datuk Kahfi atau Syekh Nurjati menjadi tokoh penyebar Agama Islam yang berpengaruh di sekitar abad ke-14.
-
Siapa Farida Nurhan? Inilah salah satu sudut rumah Farida Nurhan di kampung halamannya, yaitu di Kota Lumajang. Rumah ini tampak sangat jauh dari citra tajir melintir dan popularitasnya sebagai seorang food vlogger yang dikenal.
-
Siapa Indi Nuraidah? Indi sering membagikan foto-foto kebersamaannya dengan Lesti, termasuk pada momen Lebaran tahun ini. Ingin tahu lebih banyak tentang Indi Nuraidah, bibi Lesti Kejora? Yuk, simak informasi selengkapnya berikut ini.
-
Kenapa Fajar Nugroho meninggal? Saat berada di dalam kolam, Fajar mengalami masalah pada kakinya. Ia mengaku kram sehingga kesulitan untuk kembali ke permukaan. Padahal, Fajar sedang terkena setrum listrik dari dalam kolam. Teman-temannya pun berinisiatif untuk menolong Fajar.
-
Apa yang dilakukan Nuri Maulida saat ini? Nuri Maulida kini memilih untuk menjauh dari dunia hiburan dan fokus pada kehidupan pribadinya sebagai seorang istri dan ibu.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
"Saya diminta jadi PH (penasihat hukum) lakukan PK. Kira-kira Rp10 miliar (untuk bayar fee ), itu Rp5 miliar dulu setelah sukses Rp5 miliar lagi," kata Rahmat.
Dirinya pun menjelaskan, awalnya Hiendra mendatangi kantor Rahmat and Partner yang berada di Surabaya. Saat itu, Hiendra menjelaskan permasalahan perkara tersebut.
"Ketika itu dia menceritakan apa yang terjadi. Terus saya minta berkas pada pengacaranya Onggan (terdahulu). Saya sempat ke kantornya di Jakarta," jelasnya.
Selanjutnya, terjadilah kesepakatan antara keduanya. Rahmat pun langsung diberikan cek untuk dapat dicairkan.
"Diberikan cek oleh Hiendra datang ke kantor, saya setelah saya mendapatkan berkas, dia mengatakan cek ini dapat dicairkan setelah mendaftarkan kuasa dan lain sebagaimana," ujarnya.
Kemudian, jaksa pun menanyakan berapa nilai cek yang telah diberikan oleh Hiendra kepada Rahmat. "Lima miliar. Iya (fee yang disepakati di awal)," jawab Rahmat.
Berikutnya, jaksa kembali bertanya kepada Rahmat sudah berapa kali bertemu dengan Hiendra. Rahmat menjawab sekitar dua sampai tiga kali melakukan pertemuan terkait mengurus perkara itu.
Lalu, terkait pendaftaran PK dalam perkara milik Hiendra dilakukan oleh tim hukum Rahmat di Jakarta. Hal ini dikarenakan Rahmat sendiri masih berkantor di Surabaya, Jawa Timur.
"Yang mendaftar adalah teman saya. Saya tiket pesawat terlalu jauh. Makanya penyidik juga bingung enggak ada tanda tangannya (menjadi kuasa). Saya jawab, yang daftar partner saya di Jakarta. Kebetulan dia advokat di Jakarta, partner saya namanya Agus," ucapnya.
Setelah mengurus pendaftaran dan mengurus yang lainnya, Rahmat pun menghubungi Hiendra untuk mencairkan cek yang sebelumnya dikasih sebesar Rp5 miliar.
"Jadi, ketika sudah mendaftar. Kita jalankan semuanya. Saya mau mencairkan cek yang Rp5 miliarnya itu. Saya telepon kepada Hiendra. 'Pak ceknya mau saya jalankan'," ungkap Rahmat saat menelpon Hiendra.
Namun, saat itu Hiendra meminta kepada Rahmat untuk tidak mencairkan cek tersebut. Hiendra beralasan, karena dirinya telah dibantu oleh pengacara yang ada di Jakarta.
"Jadi, saya sudah dicabut secara lisan (kuasanya). Perkara itu mau menang mau kalah jungkir balik lah. Saya enggak ada urusan, enggak ada kaitannya. Cuma nama saya melekat," jelasnya.
"Kedua. Dia (Hiendra) mau narik cek enggak bisa karena saya belum dibayar," sambungnya.
Karena tak dapat mencairkan cek tersebut, jaksa pun kembali bertanya kepada Rahmat berapa uang yang akhirnya diberikan atau dibayar oleh Hiendra kepada dirinya.
"Kalau enggak salah hanya Rp300 juta," sebutnya.
Ia mengaku tak tahu, orang yang mengurus perkara Hiendra itu di PK. Namun, hal itu baru ia ketahui saat diperiksa di KPK, jika yang mengurusnya itu adalah menantu Nurhadi yakni Rezky Herbiyono
"Saya tau setelah setelah disidik oleh KPK. Ternyata saudara saya Rizki. (Rezky Herbiyono) saya sampai enggak mengerti sama sekali," ungkapnya.
Nurhadi didakwa bersama menantunya Rezky Herbiono menerima suap dan gratifikasi Rp45.726.955.000. Suap dan gratifikasi tersebut diberikan Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara.
Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.
Selain menerima suap senilai Rp45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp37,2 miliar. Gratifikasi diterima Nurhadi selama 3 tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.
Jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp83.013.955.000.
Baca juga:
KPK Sebut Nurhadi Dibantu Saudaranya Selama Pelarian
KPK Bakal Jerat Pihak yang Bantu Menyembunyikan Nurhadi dengan UU Tipikor
KPK Dalami Pelat Nomor Mobil Dinas Pejabat KemenPAN Dipakai Penyuap Nurhadi
Marzuki Alie Ditanya KPK Soal Pinjaman Uang Rp6 Miliar ke Tersangka Suap Perkara MA
Kasus Suap Nuradi, KPK Panggil Marzuki Alie