Agenda Pembacaan Duplik, Ratna Sarumpaet akan Bantah Tuduhan Jaksa
Pada persidangan sebelumnya, Pengacara Ratna Sarumpaet menilai Jaksa Penuntut Umum telah salah menerapkan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam perkara ini.
Terdakwa Ratna Sarumpaet kembali menjalani persidangan atas kasus penyebaran berita bohong atau hoaks. Sidang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
"Iya hari ini agenda sidang lanjutan terdakwa Ratna Sarumapet dengan agenda duplik," kata Koordinator Jaksa Ratna Sarumpaet, Daroe Trisadono saat dihubungi.
-
Apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet saat melakukan kunjungan sosial di Sintang, Kalimantan Barat? Pada 1992 ia juga berkunjung ke Sintang, Kalimantan Barat dan menjalankan misi sosial. Ia juga berfoto di dalam rumah adat Dayak bersama anak-anak di sana.
-
Bagaimana Ratna Sarumpaet menunjukkan keaktifannya di masa Orde Baru? Di masa orde baru 1998, Ratna Sarumpaet juga aktif menyuarakan keadilan. Ia bahkan berorasi saat menduduki gedung DPR RI di tahun 1998.
-
Apa yang dilakukan Ratna Kaidah? Ratna Kaidah kini menjadi seorang selebgram Bahkan, akun instagram pribadinya sudah punya banyak follower. Media sosialnya selalu ramai dengan banyak komentar Setidaknya, ada 225 ribu orang yang mengikuti akun instagram Ratna Kaidah saat ini.
-
Mengapa Ratna Sarumpaet ditangkap di tahun 1998? Sebelumnya, ia bahkan sempat ditangkap pada 11 Maret 1998 di Ancol dan ditahan selama beberapa bulan karena tuduhan makar.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
Sementara itu, Pengacara Ratna Sarumpaet, Insank Nasruddin mengatakan, pihaknya akan membantah enam poin yang diutarakan JPU. Utamanya soal makna menyiarkan dan keonaran.
"Jaksa mencoba memformulasikan makna menyiarkan itu yang kami bantah. Itu menyiarkan dan memberitakan dua hal makna berbeda maksud, tidak boleh dipersamakan," ujar dia.
Pada persidangan sebelumnya, Pengacara Ratna Sarumpaet menilai Jaksa Penuntut Umum telah salah menerapkan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam perkara ini.
Menurut pengacara Ratna, Desmihardi, pasal tersebut sudah ada instrumen penggantinya yaitu tindak pidana yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers.
Secara sistemik, dalam penegakkan hukum seharusnya norma hukum baru lebih dikedepankan dan mengabaikan norma hukum pidana yang lama.
Sementara itu, lewat repliknya Jaksa Reza Murdani menyampaikan, Undang-Undang Penyiaran dan Undang Undang Pers tidaklah tepat dikenakan ke terdakwa.
Bahwa jika dilihat arti penyiaran dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang penyiaran pada pasal 1 dan 2 menyebut penyiaran kegiatan pemancarluasan suaran melalui pemancaran dan atau sarana transmisi di darat spektrum frekuensi melalui udara kabel dan lain-lain.
"Dari pengertian tersebut makna penyiaran dan pengertian pers sangat jelas apa," ujar Reza, Jumat (21/6).
Pengacara Ratna Sarumpaet, juga mempersoalkan saksi Ahli Sosiologi Hukum Dr. Trubus Rahardiansyah Prawiraharja , SH,MH, M.Si yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum
Desmihardi menilai saksi tersebut tidak memenuhi kualifikasi sebagai Ahli karena tidak pernah menempuh pendidikan sosiologi dan dihadirkan oleh tanpa dilengkapi dengan Curriculum Vitae dan Surat rekomendasi/ surat Tugas dari Universitas.
Sementara itu, Jaksa Reza Murdani menegaskan, keterangan Ahli Sosiologi Hukum Dr.Trubus Rahardiansyah Prawiraharja, SH,MH, M.SI telah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, dimana ahli telah memberikan keterangan sebagai ahli terhadap perkara perkara besar lainnya selain itu telah sesuai dengan ketentuan Pasal 186 KUHAP sehingga secara hukum acara keterangannya tersebut memiliki nilai sebagai alat bukti yang sah.
Hal lain yang dipersoalkan Pengacara Ratna Sarumpaet mengenai alat bukti yang dipergunakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu alat bukti screenshoot cuitan twitter, postingan facebook atau hasil cetak foto.
Menurut pengacara bukti tersebut hanyalah cocok dipergunakan untuk pembuktian perkara ITE dan tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan perbuatan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Materi itu pun dibantah Jaksa Reza Murdani. Reza mengatakan, penasehat hukum keliru dalam menilai screen shoot cuitan twitter, postingan Facebook atau hasil cetak foto.
"Bahwa atas screen shoot cuitan twitter, postingan Facebook atau hasil cetak foto merupakan barang bukti yang sah sebagaimana Surat Penetapan Penyitaan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bukan sebagai alat bukti," ujar dia.
Makanya, Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan Penuntut Umum.
"Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan oieh Penasihat hukum Terdakwa dalam Pledoi tidak berdasar sehingga harus ditolak," tutup dia.
Reporter: Ady Anugrahadi
Baca juga:
Jaksa Tolak Pleidoi Ratna Sarumpaet
Ratna Sarumpaet Kapok Kritik Pemerintah, Takut Dijewer dan Ditahan
Pengacara Yakin Ratna Sarumpaet Bebas dari Tuntutan Jaksa
Pengacara Ratna Sarumpaet Nilai Pertimbangan Tuntutan JPU Keliru
Tak Pernah Berniat Buat Keonaran, Curhat Ratna Sarumpaet Sedih Disebut Ratu Bohong