Ahli Gizi: Mi Instan Aman Dikonsumsi
Kepala Instalasi Gizi dan Produksi Makanan RSUPN Cipto Mangunkusumo Fitri Hudayani mengatakan, mi instan di Indonesia aman dikonsumsi karena dalam pengawasan BPOM.
Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus Ketua Umum Pergizian Pangan Indonesia, Hardiansyah mengatakan, mi instan Indonesia masih aman untuk dikonsumsi masyarakat.
"Lembaga yang berwenang sudah membuat pernyataan dan secara scientific itu betul. Jadi kita ikuti imbauan dari Kepala Badan POM Indonesia, bahwa mi instan yang diproduksi di Indonesia ini aman," kata Hardiansyah, Sabtu (29/4).
-
Bagaimana cara membuat Mie Aceh Goreng? 1. Buat acar terlebih dahulu. Campurkan semua bahan acar, aduk rata, dan diamkan setengah jam. 2. Rebus daging ayam hingga matang, kemudian tiriskan airnya dan potong-potong bentuk dadu. 3. Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus dan daun salam hingga harum. Lalu masukkan daging ayam dan aduk rata. 4. Bumbui dengan kecap, gula, garam, kaldu dan air jeruk nipis. Masukkan tauge, kol, dan caisim. Masak hingga sayuran layu. 5. Masukkan mie dan irisan daun bawang. Masak hingga mie meresap bumbu.
-
Kenapa Mie Goreng menjadi salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia? Meskipun nasi masih menjadi primadona, banyak dari masyarakat Indonesia yang juga gemar sekali makan mie. Meski praktis, namun cita rasa yang dihasilnya begitu lezat.
-
Di mana mi instan merupakan makanan pokok? Mi diperkenalkan ke Jepang oleh China, dan sejak itu telah menjadi makanan pokok dalam masakan Jepang.
-
Bagaimana cara membuat mie goreng kecap? Tumis bawang putih sampai harum, masukkan daging. Masak sampai berubah warna. Masukkan telur, orak arik.Masukkan kol. Tuang sedikit air.Masukkan mie dan bumbu-bumbu. Aduk rata. Koreksi rasa.Masak
-
Apa itu Mie Kipas? Merupakan Jenis Mi Yamin Sebenarnya, mi kipas termasuk varian mi yamin yang sudah populer di Jawa Barat. Mi yamin sendiri merupakan mi yang direbus, kemudian diberi banyak bumbu termasuk kecap manis. Mi ini memiliki ukuran yang kecil-kecil, serupa dengan mi kering khas Palembang atau bakmi asli Tionghoa. Secara tampilan, mi kipas mirip dengan mi yamin karena memiliki ukuran yang kecil dan berwarna kecokelatan dari kecap.
-
Siapa yang suka Mie Bangladesh? Bumbu mie Bangladesh yang kuat rempahnya membuat banyak pelanggan gemar kembali ke warung kopi yang menyajikan hidangan ini.
Hardiansyah membagikan tips kepada masyarakat agar mi instan tetap aman bagi kesehatan dan memenuhi kebutuhan gizi. Menurutnya, masyarakat perlu menambahkan sayur dan protein ke dalam hidangan mi instan. Dengan demikian, kebutuhan gizi lainnya pun akan terpenuhi.
“Yang penting kalau menurut saya, semua itu adalah bagian dari karbohidrat. Tergantung secara gizi yang terpenting itu adalah cara makannya. Kalau secara gizi kan makanan pokok harus dimakan dengan ada lauk pauk dan sayur juga buah,” kata Hardiasnyah.
Kepala Instalasi Gizi dan Produksi Makanan RSUPN Cipto Mangunkusumo Fitri Hudayani pun menyampaikan hal serupa. Dia mengatakan, mi instan di Indonesia aman dikonsumsi karena dalam pengawasan BPOM.
"Kalau tanggapan saya, mi instan yang ada di Indonesia dalam pengawasan BPOM RI sehingga aman dikonsumsi. Karena dari kandungannya tidak mengandung bahan berbahaya, jika dikonsumsi sesuai dengan jumlah yang tidak berlebihan," jelas Fitri.
Temuan Zat Berbahaya
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Taiwan menarik mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ dari pasaran. Penarikan ini lantaran produk tersebut diduga mengandung residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dan tidak sesuai dengan peraturan di Taiwan.
Otoritas kesehatan Kota Taipei, Taiwan melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan ‘Indomie Rasa Ayam Spesial’ produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan.
Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.
Penjelasan BPOM
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait hal tersebut. BPOM mengatakan, Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.
Dengan begitu, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada.
“Oleh karena itu, di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar,” kata BPOM dikutip dari siaran persnya, Kamis (27/4).
Menurut BPOM, sampai saat ini, Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu EtO. Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida.

Namun, sebagai langkah antisipasi untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya temuan berulang terhadap produk sejenis yang berpotensi terhadap reputasi produk Indonesia, BPOM telah melakukan beberapa hal.
Di antaranya, menerbitkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida sebagai upaya pro aktif pemerintah memberikan perlindungan masyarakat dan acuan bagi pelaku usaha untuk segera melakukan mitigasi risiko.
Kemudian, melakukan sosialisasi atau pelatihan secara berkala kepada asosiasi pelaku usaha dan eksportir produk pangan termasuk eksportir ke Taiwan, terkait dengan peraturan terbaru yang berlaku di negara tujuan ekspor. Terakhir, mengusulkan EtO dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA).
BPOM mengaku sudah memerintahkan pelaku usaha termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan tiga mitigasi risiko, guna mencegah terjadinya kasus berulang. Pertama, menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.
Kedua, memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar EtO. Caranya, memilih teknologi pengawetan bahan baku dengan menggunakan metode non fumigasi seperti sterilisasi uap pada pra-pengapalan, meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan yang mengandung residu EtO pada proses produksi dan/atau menggunakan teknik pengolahan suhu tinggi untuk memastikan EtO menguap maksimal.
“Ketiga, melakukan pengujian residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM,” ujar BPOM.
BPOM mengaku telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan Otoritas Kesehatan Kota Taipei. Dia juga memastikan industri telah melakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan residu EtO memenuhi ketentuan.
Sejumlah cara dilakukan industri untuk memastikan hal tersebut, di antaranya, mengidentifikasi bahan baku yang potensial mengandung residu EtO. Kemudian, menetapkan persyaratan CoA residu EtO pada bahan baku impor dan menetapkan persyaratan evaluasi pemasok tidak menggunakan EtO untuk bahan baku lokal.
“Melakukan pengujian residu EtO di laboratorium internal yang terakreditasi sebagai bagian dari monitoring rutin kesesuaian spesifikasi bahan baku di sarana produksi maupun untuk rilis produk ekspor,” jelasnya.
BPOM berjanji terus melakukan monitoring dan pengawasan pre dan post-market terhadap sarana dan produk yang beredar. Termasuk inspeksi implementasi Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) di sarana produksi serta pelaksanaan sampling dan pengujian produk di peredaran untuk melindungi kesehatan masyarakat dan menjamin produk yang terdaftar di BPOM dan beredar di Indonesia aman dikonsumsi.
(mdk/tin)