Air Galon Berbahan Polikarbonat Sebabkan Anak jadi Autis? Begini Kata Ahli
Air Galon Berbahan Polikarbonat Sebabkan Anak jadi Autis?
-
Siapa yang memastikan bahwa air galon tidak menyebabkan anak autis? Psikolog Klinis Klinik Rumah Tumbuh Kembang Anak MS School & Wellbeing Center Mutiara memastikan bahwa tidak ada hubungannya antara air galon yang diminum ibu saat kehamilan dan autisme pada anak.
-
Apa itu Autisme? Autisme merupakan kelompok gangguan spektrum yang mempengaruhi perkembangan sosial, komunikasi, dan perilaku individu. Autism Spectrum Disorder (ASD) mencakup berbagai tingkat keparahan, mulai dari autisme ringan hingga berat.
-
Apa yang bisa menjadi salah satu tanda autisme pada anak? Salah satu ciri khas autisme adalah variasi dalam perilaku anak-anak yang terpengaruh. Siapa sangka, tanda autisme pada anak ini ternyata bisa ditandai dengan perilaku sederhana seperti kebiasaan berjalan.
-
Kapan biasanya gejala gangguan autisme mulai muncul? Umumnya, gejala dari gangguan autisme muncul sebelum usia tiga tahun.
-
Kenapa ibu hamil minum air galon tidak menyebabkan anak jadi autis? Mutiara mengatakan, autisme pada anak disebabkan karena adanya gangguan perkembangan syarafnya. "Autis itu kan sebenarnya gangguan perkembangan syaraf. Kalau di dalam diagnosanya merupakan gangguan neurodevelopmental. Jadi, gangguan pertumbuhan itu letaknya di syaraf atau neuro," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu (3/7), dilansir Antara.
Air Galon Berbahan Polikarbonat Sebabkan Anak jadi Autis? Begini Kata Ahli
Beredar informasi yang mengeklaim air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang biru berbahan polikarbonat menyebabkan anak terkena autisme.
Terkait hal tersebut Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K), membantah konsumsi air galon menyebabkan anak menjadi autis.
“Tidak ada kajian tentang pengaruh air dari galon guna ulang biru dengan penyakit autis pada anak, belum ada buktinya juga,” kata Rini di Jakarta, Senin (17/4).
Rini mengatakan belum ada bukti yang akurat menyangkut hal tersebut. Meski dulu pernah ada penelitian yang mendukung pengaruh zat tembaga logam terhadap penyebab autis, namun tidak ada kesimpulan yang membenarkan hal tersebut.
- Air Dalam Galon Polikarbonat Dipastikan Aman Diminum, Begini Penjelasan Pakar
- IAKMI: Air dari Galon Polikarbonat Tak Sebabkan Gangguan Janin
- Air Galon Isi Ulang Apa Perlu di Masak Sebelum Diminum? Ini Penjelasan Ahli
- Sambil Menahan Air Mata, Ibu ini Minta ke Kapolri Anaknya jadi Polisi 'Gantikan Kakaknya yang Gugur oleh KKB'
Akhirnya, penelitian terkait korelasi keduanya makin jarang dilakukan dan pencarian penyebab autis tidak lagi jadi perhatian sampai saat ini.
Menurutnya, air galon guna ulang biru itu justru sangat baik untuk kesehatan karena mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia karena mengandung mineral.
“Kalau dikatakan bisa menyebabkan autis, seharusnya sudah banyak anak-anak di Indonesia yang menderita autis karena yang minum air galon kan banyak. Tapi, nyatanya, yang autis bisa dihitung jari,” ucap Rini, dilansir dari Antara.
Penyebab Autis pada Anak
Sejauh ini, autisme diketahui disebabkan oleh adanya masalah atau gangguan perilaku pada anak yang disebabkan banyak faktor, salah satunya faktor genetik.
Beberapa faktor risiko lain yang telah teridentifikasi seperti riwayat prematur, riwayat kejang pada masa bayi, dan karena infeksi masa lampau.
“Biasanya pada anak autis kita enggak mencari pasti penyebabnya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan, kita langsung masuk ke intervensi untuk penanganannya,” katanya.
Ia menjelaskan gejala yang ditemukan pada anak penderita autis adalah mereka memiliki keterlambatan bicara dan kontak mata yang kurang, tidak dapat bersosialisasi, melakukan beberapa gerakan berulang tanpa tujuan seperti melirik, menjejerkan benda, memutar roda, dan terkadang disertai perilaku hiperaktif.
Dalam beberapa kasus, anak-anak dengan autisme juga suka mengalami alergi makanan seperti susu sapi dan makanan laut. Sehingga penanganannya dilakukan tergantung gejalanya.
Lebih lanjut Rini menjelaskan keparahan autisme sendiri dapat dibagi jadi ringan, sedang dan berat. Dimana pendeteksian keparahan ditentukan menggunakan perangkat skrining berupa kuesioner M-CHAT-R.
Anak yang masuk dalam kategori autis ringan, katanya biasa memiliki gejala dapat melakukan kontak mata meski hanya sebentar. Berbeda dengan kategori sedang dimana anak tidak cuek namun tidak ada kontak mata.
“Tapi, yang sama sekali cuek dan enggak ada kontak mata biasanya kita masukkan kategori autis berat,” katanya.
Terkait dengan kondisinya, terdapat potensi untuk diperbaiki dengan mengembangkan kemampuan anak melalui beberapa jenis terapi.
Termasuk pengulangan jenis terapi yang meliputi terapi perilaku, terapi sensorik integrasi, okupasi dan terapi bicara meski memerlukan waktu yang cukup panjang.
“Karena autis itu merupakan gangguan perilaku, jadi penangananya juga harus dengan memperbaiki perilakunya.
Terapinya dilakukan dengan berbagai cara, ada terapi sensor integrasi, ada okupasi, ada terapi bicara, dan terapi perilaku,” ujar dia.