Air Dalam Galon Polikarbonat Dipastikan Aman Diminum, Begini Penjelasan Pakar
Air dari wadah galon berbahan polikarbonat aman diminum meski mengandung senyawa Bisphenol A (BPA).
Guru Besar Bidang Rekayasa Pengemasan Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma menegaskan bahwa air dari wadah galon berbahan polikarbonat (PC) aman diminum meski mengandung senyawa Bisphenol A (BPA).
"Meminum air minum dalam kemasan dari galon polikarbonat sama amannya dengan galon Polyethylene Terephthalate (PET)," kata Nugraha dalam diskusi “BPA dan Permasalahan Metabolisme Tubuh: Fakta atau Mitos?” di Jakarta, Selasa (10/9).
-
Apa bahaya BPA di galon bagi kesehatan? Paparan BPA dalam jangka yang panjang nyatanya dapat memicu berbagai gangguan kesehatan yang serius, mulai dari gangguan hormonal hingga penyakit kanker.
-
Bagaimana cara aman mendistribusikan galon? 'Kalau bisa, saran saya, truk-truk pengangkutnya berataplah, jadi tidak ada pengaktifan BPA-nya jadi tergelontor lepas.'
-
Siapa yang mengatakan air galon tidak menyebabkan autisme? Klinik Rumah Tumbuh Kembang Anak MS School & Wellbeing Center Mutiara memastikan bahwa tidak ada hubungannya antara air galon yang diminum ibu saat kehamilan dan autisme pada anak.
-
Apa yang perlu diwaspadai dari BPA pada galon AMDK? Sebagai material yang sering digunakan menjadi bahan baku produksi plastik polikarbonat dan zat kimia resin epoksi, BPA bisa berpindah (bermigrasi) dari kemasan ke produk pangan dan terkonsumsi oleh masyarakat.
-
Gimana BPOM atasi BPA di galon? Mengesahkan Penambahan Dua Pasal Baru Pada 5 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal baru pada peraturan tentang Label Pangan Olahan, yakni kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan (Pasal 48a) dan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat (Pasal 61A).
-
Bagaimana cara pelabelan BPA pada galon? Sebagai informasi, Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, mengatur 2 pasal tambahan tentang pelabelan risiko bahaya BPA pada kemasan AMDK, yaitu 48a dan 61a.
Nugraha menjelaskan, BPA merupakan bahan baku pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi yang memiliki ketahanan kimia, panas, dan korosi yang sangat baik.
Selain itu, keuntungan menggunakan polikarbonat di antaranya bahan murah, kuat terhadap benturan, serta menghasilkan plastik bening dan transparan.
Menurut dia, senyawa BPA biasanya terdapat pada wadah makanan dan minuman, botol minum bayi, lapisan kaleng, peralatan olahraga, hingga aksesori otomotif.
Guna meluruskan kesimpangsiuran informasi di masyarakat tentang BPA yang diduga menyebabkan sejumlah risiko kesehatan, Nugraha menyatakan belum ada bukti kuat terkait hal tersebut.
"Berdasarkan kajian meta analisis, belum cukup kuat bukti dampak BPA terhadap kesehatan," ujarnya. Seperti dilansir dari Antara.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa otoritas keamanan pangan di Eropa, Amerika, hingga Indonesia memiliki ketentuan masing-masing dalam menentukan batas aman BPA bagi tubuh.
Di Eropa, terdapat perbedaan pandangan ilmiah antara European Food Safety Authority (EFSA) dan European Medicines Agency (EMA) terkait penilaian terhadap senyawa BPA yang ditengarai menyebabkan masalah kesehatan.
Selain itu terdapat pendekatan berbeda dalam kuantifikasi risiko dan penetapan ambang batas aman BPA bagi manusia.
Sementara itu di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga telah menetapkan batas aman paparan BPA, khususnya pada kemasan makanan dan minuman.
Berdasarkan penelitian Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan.
Nugraha menambahkan, yang terpenting ialah memastikan jumlah migrasi memenuhi aturan batas maksimum yang ditetapkan BPOM.
Selain itu, tubuh manusia juga memiliki kemampuan untuk mendetoks senyawa BPA melalui beberapa mekanisme seperti sulfatase, glucoronodasi, dan lainnya.
"Migrasi BPA paling besar bahkan 56 kali lebih rendah dari batas maksimal yang ditetapkan BPOM," katanya.