Aturan menyadap harus izin pengadilan tak berlaku bagi KPK
KUHAP bersifat lex generalis, sedangkan UU KPK bersifat lex spesialis, sehingga masyarakat tak perlu khawatir KPK lemah.
Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dikhawatirkan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini karena dalam revisi tersebut menyatakan bahwa, sebelum melakukan penyadapan penegak hukum harus meminta izin terlebih dahulu kepada pengadilan.
Izin tersebut dikhawatirkan berpotensi terjadi kebocoran. Sementara, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan tindakan luar biasa.
Namun Anggota Komisi III DPR Indra menegaskan, aturan penyadapan dalam draf revisi KUHAP sama sekali tidak berpengaruh dengan kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh KPK. Kewenangan penyadapan bagi KPK telah diatur oleh UU No30 Tahun 2002 tentang KPK.
Menurutnya, pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan dengan upaya biasa. Penyadapan, kata dia, bagian dari tindakan luar biasa dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Jadi apa yang didiskusikan di dalam Revisi KUHAP itu tidak berpengaruh untuk KPK," ujar Indra di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/3).
Politisi PKS itu berpendapat, kewenangan KPK tak boleh dipangkas, sekalipun dalam Revisi KUHAP pelaksanaan penyadapan diharuskan mendapat izin dari pengadilan setempat. Menurutnya KUHAP bersifat lex generalis, sedangkan UU KPK bersifat lex spesialis. Sehingga dia meminta masyarakat tak perlu khawatir dengan pasal penyadapan yang tertuang dalam RKUHAP. Sebab, pembahasan antara pemerintah dengan DPR belum dilakukan secara mendalam untuk membahas pasal per pasal.
"Jadi untuk KPK kita memberikan UU khusus, dan kewenangan khusus. Revisi KUHAP ini tidak menghalangi kewenangan KPK," tandasnya.