Aturan Presiden Boleh Kampanye Pemilu Digugat ke MK
Seorang advokat menggugat Pasal 299 ayat 1 Undang-Undang Pemilu
Aturan Presiden Boleh Kampanye Pemilu Digugat ke MK
Seorang advokat bernama Gugum Ridho Putra menggugat Pasal 299 ayat 1 Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut mengatur ketentuan Presiden dan Wakil Presiden boleh berkampanye Pemilu.
- Kampanye Pilkada Serentak 2024 Dimulai, Ini Pesan KPU RI
- Soal Putusan MK Ubah Aturan Pilkada, Komisi II dan KPU Akan Rapat Senin Pekan Depan
- Kapan Pemenang Pilpres 2024 Dilantik Jadi Presiden dan Wakil Presiden?
- Jokowi Jelaskan Presiden Boleh Kampanye Sambil Bawa Kertas Besar Berisi Pasal-Pasal UU Pemilu
Dilihat dari situs MKRI pada Kamis (25/1), dalam petitumnya, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 1 angka 3, Pasal 274 ayat (1), Pasal 280 ayat (2), Pasal 281 ayat (1), Pasal 286 ayat (1), Pasal 286 ayat (2), Pasal 299 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945.
Pada satu petitumnya, Pemohon meminta di Pasal 299 ayat 1 diubah menjadi berbunyi: "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye sepanjang tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga"
"Atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak jabatan masing-masing".
Kuasa hukum Pemohon, M Iqbal Sumarlan Putra mengatakan, pemohon mengajukan tiga pokok pengujian atas ketentuan-ketentuan UU Pemilu yakni mengenai ketiadaan larangan mengikuti kampanye bagi jabatan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota yang memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan peserta Pemilu.
Kemudian, ketiadaan larangan dan sanksi bagi pihak lain di luar peserta Pemilu, pelaksana dan tim kampanye untuk memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara dan atau pemilih yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM).
Serta ketiadaan larangan bagi Peserta Pemilu untuk menggunakan citra diri berupa foto atau gambar, suara, gabungan foto atau gambar dan suara yang dipoles dan dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi digital ataupun teknologi artificial intelligence (AI) seolah-olah sebagai citra diri yang otentik.
"Menurut Pemohon, dari tiga pokok pengujian itu, semuanya tidak hanya bersinggungan dengan penyelenggaraan Pemilu yang bebas, jujur dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan 28F UUD 1945, tetapi juga bersinggungan secara langsung dengan etika pejabat publik atau penyelenggara negara ketika dihadapkan dengan kontestasi pemilu," kata Iqbal dilihat dari situs MK, Kamis (25/1).
Diketahui, Pasal 299 Ayat 1 UU Pemilu secara tegas menyatakan 'Presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye'.
UU Pemilu mengatur bahwa beberapa pejabat negara dibolehkan berkampanye dan itu termuat di Pasal 299 UU Pemilu.
Dalam Pasal 299 ayat (1) tertulis, "Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye".
Pasal itu juga menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye.
Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye jika sebagai capres-cawapres dan selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.