Basis data DNA dan sidik jari Indonesia kalah dari Malaysia
Berbagai negara telah mengembangkan basis data ini untuk mempermudah pencarian pelaku kejahatan.
Dalam menyelesaikan suatu kasus kejahatan terhadap manusia, seperti kasus pembunuhan, penyidik Polri sangat bergantung dengan identifikasi sidik jari dan DNA. Namun sayangnya, basis data ini di Indonesia masih belum lengkap dan kalah dengan dua Asean, yakni Malaysia dan Singapura.
"Salah satu basis data sidik jari dan DNA yang paling lengkap saat ini dimiliki oleh Amerika. Selain negara maju, beberapa negara di ASEAN juga sudah memiliki basis data serupa, seperti Singapura dan Malaysia," ujar Kepala Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Brigjen Subekti Suharsono dalam seminar kedokteran kepolisian 'Peran Teknologi Kedokteran Dalam Tugas Operasional Kepolisian' di Hotel Santika TMII, Jakarta, Kamis (3/12).
Subekti menjelaskan, identifikasi manusia melalui sidik jari dan DNA merupakan metode identifikasi dengan tingkat akurasi tinggi. Akurasinya mencapai 99 persen.
Untuk menunjang metode identifikasi ini diperlukan basis data yang lengkap, khususnya dari kelompok orang yang rentan terlibat kasus-kasus kejahatan, seperti tersangka kejahatan, residivis dan tahanan di penjara. Berbagai negara telah mengembangkan basis data ini untuk mempermudah pencarian pelaku kejahatan.
"Ketika di tempat kejadian perkara (TKP) dan atau pada barang bukti ditemukan sampel DNA pelaku yang profilnya dapat diidentifikasi dengan metode sidik jati dan DNA," ujarnya.