Batan Luncurkan Produk untuk Deteksi Tuberkulosis
Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) remsi meluncurkan radiofarmaka TB SCAN. Produk yang diklaim efektif dapat mendiagnosa penyakit tuberkulosis (TB) ini akan diedarkan secara luas.
Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) remsi meluncurkan radiofarmaka TB SCAN. Produk yang diklaim efektif dapat mendiagnosa penyakit tuberkulosis (TB) ini akan diedarkan secara luas.
"TB Scan atau kit radiofarmaka ethambutol dari Pusat Teknologi Radioisootop dan Radiofarmaka Batan, telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," kata Kepala Batan Anhar Riza Antariksawan pada acara launching produk TB Scan di Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (24/3).
-
Bagaimana cara menularnya penyakit tuberkulosis? Penularan penyakit ini pun bisa menyebar melalui udara.
-
Apa yang diluncurkan oleh BPJS Kesehatan dan Kemenkes untuk mengatasi masalah pengobatan Tuberkulosis? Dalam acara ini diluncurkan Inovasi Pembiayaan Kesehatan Strategis Tuberkulosis melalui metode pendanaan JKN.
-
Mengapa Google berfokus pada penyakit tuberkulosis? Tuberkulosis, yang menjadi salah satu penyakit paling menular di dunia, menyebabkan sekitar 4.500 kematian setiap hari dan melumpuhkan 30.000 orang setiap harinya.
-
Siapa yang menemukan bakteri penyebab Tuberkulosis? Ketika bakteri penyebab TB, Mycobacterium tuberculosis, ditemukan oleh dokter Jerman Robert Koch pada tahun 1882, TB telah membunuh satu dari setiap tujuh orang di Amerika Serikat dan Eropa.
-
Apa yang menjadi masalah utama dalam mengendalikan TB di Indonesia? Salah satu tantangan utama dalam menangani TB adalah munculnya jenis yang resisten terhadap obat-obatan (MDR-TB), yang memperumit pengobatan dan meningkatkan risiko penularan lebih lanjut.
-
Bagaimana program pembiayaan Tuberkulosis ini diharapkan bisa meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan? "Peluncuran inovasi pembiayaan program TB diharapkan masalah dapat diatasi. Memotivasi FKTP untuk mendiagnosis dan mengobati pasien TB secara efektif, sehingga meningkatkan akses dan kualitas layanan. Selain itu, inovasi ini berpotensi membuat pembiayaan kesehatan lebih berkelanjutan dan efisien dengan menekan angka rujukan ke rumah sakit," ujar Ghufron.
Anhar mengungkapkan, produk farmasi ini diharapkan menjadi solusi terhadap penderita penyakit tuberkulosis yang jumlah terus meningkat di dunia dan Indonesia.
Dia menjelaskan bahwa TB-SCAN mempunyai fungsi untuk mendeteksi infeksi penyakit tuberkulosis (TB) di paru-paru dan di luar paru, seperti tulang, sistem gastrointestinal, dan sistem syaraf.
"Pada 2020 Indonesia menduduki urutan ke-3 jumlah penderita TB terbanyak di dunia, kehadiran radiofarmaka ethambutol TB-SCAN ini akan sangat membantu pemerintah dalam menangani penyakit TB di Indonesia dengan menyediakan cara diagnosis yang sangat efektif," kata Anhar.
Produk TB-SCAN itu telah melalui proses penelitian yang panjang dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan di luar Batan, seperti RS Hasan Sadikin, Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia, PT Kimia Farma, dan BPOM.
"Kolaborasi antarpemangku kepentingan dalam melakukan penelitian dan inovasi sangat dibutuhkan agar hasil penelitian dan inovasi tersebut dapat dihilirkan kepada masyarakat," jelas dia.
Dengan lahirnya produk inovasi dalam negeri berupa TB-SCAN, maka Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan produk radioisotop dan radiofarmaka sehingga dapat mengurangi produk impor, bahkan dapat meningkatkan ekspor. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki reaktor riset dan fasilitas pendukungnya.
"Potensi pengembangan produk radioisotop dan radiofarmaka cukup besar, namun demikian, karena ekosistem industri radioisotop dan radiofarmaka mencakup berbagai aspek dan juga perlu keterlibatan berbagai pihak, maka kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem industri tersebut sangat diperlukan," kata dia.
Kepala PTRR Rohadi Awaludin mendeskripsikan, kit radiofarmaka ethambutol atau TB-SCAN merupakan sediaan farmasi kering steril yang di dalamnya terkandung Ethambutol Hydrochloride dan beberapa zat tambahan. Zat tambahan ini berguna untuk membantu proses penandaan atau pengikatan radioisotop Tc-99m ke dalam senyawa ethambutol.
Kit radiofarmaka ethambutol diklaim mampu mendiagnosis TB di dalam dan di luar paru. TB di luar paru atau dikenal dengan TB ekstra paru, adalah kondisi infeksi bakteri mycobacterium tuberkulosis telah menyebar ke jaringan dan organ tubuh selain paru-paru.
"TB di luar paru tidak mudah didiagnosis menggunakan metode lain. Organ yang dapat terinfeksi bakteri penyebab TB adalah sendi, tulang, kelenjar limpa, selaput otak, ginjal, kulit dan organ saluran urine," terang Rohadi.
Adanya infeksi TB di luar paru, jelas Rohadi, dapat diketahui menggunakan kit radiofarmaka ethambutol. Kit ini digunakan di rumah sakit-rumah sakit yang telah memiliki fasilitas kedokteran nuklir.
"Di rumah sakit, sediaan ini digunakan setelah ditambahkan larutan mengandung zat radioaktif Tc-99m, selanjutnya diberikan kepada pasien melalui pemberian intravena (pembuluh darah balik)," kata dia.
Dijelaskannya, Etambutol bertanda Tc-99m akan terakumulasi di dalam jaringan yang terinfeksi bakteri TB sehingga keberadaan infeksi tersebut dapat diketahui melalui pemindaian (scanning) menggunakan kamera gamma.
Pengembangan kit ethambutol kata Rohadi, sudah dimulai sejak tahun 2015. Namun jauh sebelumnya, penelitian yang sama telah dilakukan oleh Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT).
"Hasil penelitian PSTNT ini kemudian dievaluasi tim peneliti PTRR khususnya terkait dengan pengembangan proses produksi didasarkan pada sistem Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) radiofarmaka yang ada di PTRR," jelas dia.
"Beberapa modifikasi dilakukan disesuaikan dengan proses produksi di dalam sistem CPOB di PTRR. Setelah proses produksi berhasil disesuaikan dengan sistem CPOB di PTRR dan diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan, selanjutnya dilakukan validasi proses sesuai dengan persyaratan regulasi," katanya.
Sebelum mendapatkan izin edar, produk ini melalui serangkaian pengujian klinis di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
"Data hasil uji klinis ini sangat diperlukan dalam proses registrasi di BPOM selain data proses produksi dan kendali kualitas produk. Pada akhirnya tanggal 22 Februari 2021 kit radiofarmaka etambutol mendapatkan izin edar dengan nomor DKL 2112432144A1," ucap Rohadi.
Baca juga:
Ma'ruf Amin: Penanggulangan TBC Tak Boleh Surut Sekalipun Pandemi Covid-19
Walau Sulit Dideteksi, Tuberkulosis pada Anak Tetap Bisa Diobati
Gejala Tuberkulosis yang Perlu Diperhatikan, Kenali Penyebab dan Cara Mencegahnya
3 Bersaudara Pengidap TBC Tulang Hingga Lumpuh di Kupang Butuh Bantuan Biaya Berobat
Penyebab Penyakit TBC dan Gejalanya yang Tak Disadari, Kenali Sejak Dini