Begal Sadis Menewaskan Santri di Jember Remaja Putus Sekolah
Empat pelaku itu sudah seringkali berbuat jahat dengan membegal dan melukai banyak warga. Mereka melakukan aksi pembegalan secara bergantian di sejumlah tempat.
Jajaran Satreskrim Polres Jember mengamankan enam pelaku yang terlibat dalam sejumlah kasus pembegalan disertai kekerasan di Jember, Jawa Timur. Sementara empat pelaku lainnya masih diburu polisi.
"Ada enam orang yang kita amankan, dua di antaranya adalah penadah dan sisanya adalah pelaku begal. Selain itu, masih terdapat empat orang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," ujar Kapolres Jember AKBP Aris Supriyono saat rilis pengungkapan kasus digelar di Mapolres Jember, Selasa (2/6).
-
Kapan lelang motor Omesh berakhir? Setelah nungguin sekitar 4 hari, akhirnya ada yang menang lelang dengan harga Rp 300 juta.
-
Kapan Jalur Pantura Jawa Barat mulai ramai pemudik motor? Sudah Ada Beberapa yang Mudik Saat kreator tersebut melalui Jalur Pantura, beberapa pemudik mulai terlihat di satu pekan jelang lebaran. Mereka sudah mulai pulang ke kampung halaman denga menggunakan sepeda motor.
-
Di mana showroom "Kerajaan Mobil" berada? Di Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo, Madiun, terdapat sebuah showroom jual beli mobil yang cukup besar.
-
Di mana sekte pemuja sepeda motor berada? Gerakan spiritual ini bermula di Desa Chotila, Rajasthan, India, di mana para penduduk bikin kuil untuk sepeda motor dan pemiliknya yang tewas bernama Om Banna.
-
Apa yang dijual di Showroom Kerajaan Mobil Prabu Motor Ponorogo? Showroom jual beli mobil itu diyakini merupakan yang terbesar se-Pulau Jawa. Tak heran pengunjung showroom datang dari berbagai kota di Pulau Jawa, bahkan ada juga yang datang jauh-jauh dari luar pulau.
Menurut Aris, empat pelaku itu sudah seringkali berbuat jahat dengan membegal dan melukai banyak warga. Mereka melakukan aksi pembegalan secara bergantian di sejumlah tempat.
"Tidak pernah sendiri. Minimal 2 orang. Total mereka sudah 15 kali beraksi," ujar Aris.
Salah satu kasus yang menonjol adalah pembegalan yang terjadi di Lapangan Desa Kasiyan, Kecamatan Puger pada Minggu 12 April 2020 lalu. Dalam peristiwa tersebut, gerombolan pelaku sampai tega menghilangkan nyawa korbannya, yakni Rifan Sugiarto, santri sekaligus pelajar SMK di sebuah pondok pesantren yang ada di desa Gumukmas, Jember.
Selain itu, rekan Rifan, yakni Dedi Setiawan mengalami luka berat akibat dibacok. Saat itu, korban bersama rekan-rekannya didatangi oleh gerombolan bandit yang memaksa merampas motor dan ponsel korban.
Setelah beberapa minggu diselidiki polisi, terungkap ternyata pelaku utama dalam kasus pembegalan sadis itu adalah seorang remaja berusia 17 tahun, berinisial AG, warga Desa/Kecamatan Puger.
"AG merupakan pelaku utama TKP di Lapangan Desa Kasiyan yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 1 luka berat," ujar Kasat Reskrim Polres Jember, AKP Fran Delanta Kembaren.
Selain AG, dalam komplotan tersebut terdapat dua orang lagi yang berusia di bawah umur, yakni MK (18); dan UN (17) yang turut dalam aksi pembunuhan. Adapun pelaku dewasa dan penadah masing-masing bernama Muhammad Anwar Soleh; Suliswanto; dan Ramanda Aditia Aisanata.
"Dia bersama rekan-rekannya sempat melarikan diri ke luar Jember usai melakukan aksi.
Motif utama pelaku melakukan sejumlah aksi begal disertai kekerasan adalah faktor ekonomi. "Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ya beli rokok, dan bersenang-senang. AG yang menjadi pelaku utama dalam pembunuhan ini, tidak sekolah dan hanya menganggur saja," jelas Fran.
Dalam serangkaian kasus pembegalan oleh komplotan tersebut, polisi menyita 6 unit motor dan beberapa handphone, dan sejumlah senjata tajam berupa celurit. Enam pelaku dan tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 365 juncto Pasal 480 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 15 tahun penjara.
Pelaku Utama Begal Santri Hingga Tewas Masih di Bawah Umur
Polisi harus menerapkan perlakuan khusus dalam kasus komplotan begal yang melakukan aksi kejahatan di sejumlah tempat di Jember. Sebab, tiga dari enam pelaku yang berhasil ditangkap, masih di bawah umur. Bahkan, salah satu dari tiga pelaku di bawah umur itu merupakan pimpinan komplotan. Dari 15 kali komplotan ini melakukan aksi begal, satu kasus diantaranya menimbulkan satu korban jiwa.
"AG merupakan pelaku utama TKP di Lapangan Desa Kasiyan yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 1 luka berat," ujar Kasat Reskrim Polres Jember, AKP Fran Delanta Kembaren.
Karena itu, dalam rilis pengungkapan kasus begal ini, polisi akan menerapkan perlakuan khusus. Di antaranya dengan melibatkan Pembimbing Kemasyarakatan Muda, Balai Pemasyarakatan Jember, Kemenkum HAM, yang menangani kasus-kasus pidana di bawah anak untuk wilayah Jember dan sekitarnya.
"Jadi untuk kasus seperti ini, yang pertama kita tidak boleh katakan sebagai tersangka. Tapi harus disebut sebagai anak pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum. Rentangnya yakni usia 12 hingga 18 tahun," ujar Didik Rudi Suhartono, Kasi Pembimbing Kemasyarakatan Muda, Bapas Jember, saat turut hadir dalam rilis pengungkapan kasus yang dilakukan di Polres Jember.
AG yang putus sekolah dan tidak bekerja itu, membacok Rifan Sugiarto, pelajar SMK yang juga santri di sebuah pondok pesantren di Desa/Kecamatan Gumukmas, Jember. Nyawa Rifan tak tertolong sebelum mendapat pertolongan medis karena luka bacok yang terlalu parah. Selain itu, rekan Rifan, yakni Dedi Setiawan, mengalami luka bacok yang cukup parah. Saat itu, kedua korban sedang nongkrong di lapangan Desa Kasiyan bersama empat remaja lain.
Selain AG, dua pelaku yang juga di bawah umur adalah MK (18); dan UN (17) yang turut serta dalam aksi pembunuhan. Sedangkan tiga pelaku dewasa dan penadah masing-masing bernama Muhammad Anwar Soleh; Suliswanto; dan Ramanda Aditia Aisanata.
Kasus pidana anak, menurut Didik, sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan -yakni melalui proses diversi- jika ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun. Namun dalam kasus ini, polisi menerapkan pasal pembunuhan karena ada 1 korban jiwa.
"Karena ancamannya 15 tahun, jadi harus lanjut ke pengadilan. Tetapi tetap untuk anak harus ada keistimewaan. Salah satunya, penahanannya harus di sel khusus anak," lanjut Didik.
Selain itu, polisi bahkan tidak boleh menggunakan seragam atau atribut ketika melakukan pemeriksaan kepada pelaku yang sudah menghilangkan 1 nyawa remaja ini.
"Harus diperlakukan dengan lemah lembut, biar tidak trauma. Karena anak itu spesial, punya hak tumbuh kembang sehingga harus dibedakan dengan orang dewasa," jelas Didik.
Kasus pidana yang melibatkan anak dan harus berlanjut ke pengadilan, terbilang cukup sering terjadi di Jember dan sekitarnya. "Dalam setahun terakhir, di Jember ada 18 kasus anak bermasalah dengan hukum yang harus di bawa ke pengadilan karena ancaman hukumanny di atas 7 tahun penjara," pungkas Didik.
(mdk/gil)