Belasan Penyalur dan Perekrut Ditangkap, Ini Celah Penempatan PMI Ilegal Semakin Subur
9 tersangka di antaranya masih dalam pencarian dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang.
16 Penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana perlindungan pekerja migran dan atau perdagangan orang (TPPO) yang akan menempatkan 25 orang PMI ilegal dari berbagai daerah di Indonesia.
“Korban berjumlah 25 orang dan sudah kami limpahkan ke BP3MI Provinsi Banten, untuk selanjutnya dilakukak asasemen dan dipulangkan ke daerah asal,” kata Kapolres Kota Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Pol Ronald Sipayung di Mapolresta Bandara Kamis (16/1).
- Dituntut Bui Seumur Hidup, Serda Adan Minta Keringanan Hukuman di Kasus Pembunuhan Eks Casis Bintara
- 4 Pekerja Tewas Akibat Ledakan Sumur Minyak Ilegal di Musi Banyuasin, Pemilik Ditangkap
- Kepala BP2MI Sebut Ada Keterlibatan Oknum TNI-Polri dalam Bisnis Penempatan TKI Ilegal
- Polisi Mulai Kirim Surat Tilang ke Pemudik yang Langgar Ganjil Genap di Tol
Penggagalan keberangkatan 25 calon PMI tersebut bermula dari adanya informasi masyarakat atas adanya rencana pemberangkatan dan penempatan 25 Warga Negara Indonesia yang akan dipekerjakan ke beberapa negara diantaranya Uni Emirate Arab, Korea Selatan, Singapura dan Oman.
“Para korban berasal dari beberapa daerah di pulau Jawa, diantaranya berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Jakarta yang awalnya akan dikirim ke beberapa negara di Uni Emirate Arab, Singapura, Korea Selatan dan Oman,” jelasnya.
Sembilan Jadi DPO
Kasat Reskrim Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta, Kompol Yandri Mono menerangkan dari 16 orang tersangka tersebut, 9 tersangka di antaranya masih dalam pencarian dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Adapun 7 tersangka yang telah diamankan diantaranya 3 orang wanita dan 4 orang pria masing-masing berinisial R (64) yang membantu keberangkatan, K (33), pelaku perekrut, AT, AD, LS dan YSK yang membantu proses pemberangkatan dan IA yang berperan menyalurkan tenaga kerja dinegara tujuan.
“Satu tersangka buron adalah WNI yang berada di Luar Negeri, dia bertugas mencarikan pekerjaan bagi CPMI. Satu tersangka ini sudah kita ajukan ke Divisi Hubungan Internasional Polri dan Interpol untuk dikeluarkan Red Notice,” ungkap Kompol Yandri.
Keuntungan Tersangka
Dari hasil penyelidikan awal Polisi, para tersangka mengaku mendapat keuntungan antara Rp2-8 juta per CPMI yang berhasil diberangkatkan ke Luar Negeri. Para tersangka menawarkan korban dengan iming-iming gaji antara Rp6-20 juta.
“Namun sebelum itu mereka diminta biaya pengurus paspor, visa dan sebagainya itu oleh para tersangka dengan membayar antara Rp40-60 juta perorang,” ungkapnya.
Kepala Balai Pelayanan, Perlindungan Pekerja Migran (BP3MI) Banten, Kombes Pol Budi Novijanto mengimbau agar masyarakat agar masyarakat yang tertarik kerja di Luar Negeri agar melakukan pemberangkatan secara prosedural.
“Ini penting karena bukan hanya janji tapi juga jaminan. Nanti masyarakat dijamin apabila terjadi sesuatu di tempat kerjanya. Kami juga sampaikan upaya pencegahan bersama-sama ini bukan untuk mempersulit masyarakat tapi nrgara ingin mencegah supaya masyarakat yang bekerja diluar tidak terjafdi sesuatu yang tidak diinginkan,” terangnya.
Atas perbuatannya itu, ke-7 tersangka diaangkakan Pasal 10 junto pasal 4 dan 19 Undang-undang 20 tahun 2019 tentang TPPO dan TPPU pasal 3 dan 4 dan 5 Undang-undang nomor 8 tahun 2010 dengan ancaman pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp15 Miliar.
Celah Penempatan PMI Ilegal Semakin Subur
Penyelundupan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke sejumlah negara di luar negeri diperkirakan akan terus bertambah, seiring prosedur penempatan bekerja di luar negeri yang tidak efisien ditambah naiknya setoran modal usaha bagi perusahaan jasa penempatan PMI berdasarkan Undang-undang RI nomor 18 tahuh 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia dari Rp500 juta menjadi Rp1,5 miliar.
Pengawas Pekerja Migran pada Direktorat Penegakan Hukum, Kementerian Tenaga Kerja RI, Bagus Kuncoro menerangkan sampai tahun 2024 lalu ada 400 perusahaan penempatan PMI yang terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja RI.
“Tahun 2024 hampir 400 perusahaan, kalau sekarang kita akan verifikasi ulang untuk nanti kita buat buku yang akan disampaikan ke penempatan PMI di daerah, termasuk teman-teman dinas tenaga kerja daerah. Bahwa itu menjadi pedoman list perusahaan-perusahaan yang resmi setelah diverifikasi nanti dibuatkan bukunya,” ujar Bagus di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (16/1/2025).
Diakui, penempatan PMI dengan prosedur yang benar berdasarkan aturan dan ketentuan Undang-undang melalui perusahaan-perusahaan penempatan PMI memakan waktu dan proses panjang hingga akhirnya Calon PMI ditempatkan di negara pemberi kerja.
“Ada syarat-syarat tertentu. Penampungannya, penanggungjawabnya, tapi yang pasti adalah izin, dan sekarang berdasarkan Undang-undang 18 tahun 2017 itu deposit naik dari Rp500 juta menjadi Rp1,5 miliar. Apakah perusahaan-perusahaan ini ada yang menambahkan depositnya, kalau tidak. Tidak bisa diperpanjang. Ini bisa menurunkan jumlah perusahaan,” ucap Bagus.
Menurutnya dari hampir 400 perusahaan penempatan PMI di Indonesia, perusahaan dengan operasional penempatan PMI terbanyak berada di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Surabaya, Jawa Tengah dan Banten.
“Kalau Sumatera mendekati Batam,” ucap dia.
Perusahaan Penempatan PMI Bisa Jadi Salurkan PMI Non Prosedural
Diterangkan Bagus, perbedaan antara penyalur PMI resmi dalam bentuk badan hukum perusahaan dengan perseorangan terdapat pada proses prosedur yang wajib dijalani sebelum menempatkan CPMI ke luar negeri.
“Mereka (ilegal) itu perseorangan, dalam atrian berangkat sendiri. Kalau dia PT pasti prosedur. Tapi bisa jadi PT tidak prosedur ketika negara tujuan tidak ada MoU dengan Indonesia.
Kalau kasus-kasus ada yang pernah sampai Rusia, negara begara pecahan Rusia, Eropa juga ada,” terangnya.
Lebih jauh, Bagus membeberkan modus-modus yang kerap dipraktikkan perusahaan-perusahaan penempatan PMI nakal yang juga menempatkan PMI secara ilegal. Utamanya perusahaan-perusahaan itu tidak patuh untuk mengikuti prosedur penempatan kerja sesuai aturan dan undang-undang berlaku.
“Ada prosedur yang teman-teman tidak mau lalui. Misal calon PMI masuk Pj PMI dan harus melaporkan ke Sesko, kemudian CPMI itu seharusnya ikut pelatihan, dari pelatihan itukan dapat sertifikasi. Mungkin juga lama di penampungan, CPMI mungkin juga harus melewati proses medical check up sampai data muncul di BP3MI daerah setelah data di sesko muncul baru Dirjen mengeluarkan rekomendasi dan keluar di imigrasi. Jalur panjang ini yang memungkinkan teman-teman mengambil jalan pintas dengan yang cepat dan itu ilegal. Sebab prosedur ini bisa sampai minimal 1 bulan,” ungkapnya.