Benarkah pedas-manis kuliner Nusantara cerminan karakter daerah?
Sifat kedaerahannya sangat lekat, sehingga makanan tradisional di Indonesia menjadi banyak sekali.
Banyaknya makanan tradisional yang tersebar di tiap daerah, tampaknya sangat mempengaruhi karakter setiap warganya. Bila anda tak percaya, coba tengok selera makan antara orang Jawa Tengah, Jawa Timur, Bugis, Betawi dan lainnya. Ada perbedaan cukup menonjol khususnya pada selera makanan mereka.
Di Jawa Timur kita sering menjumpai banyak kuliner bercitarasa pedas. Di sana banyak bertebaran Soto Lamongan, Pecel Madiun, Sate Ponorogo, Sate Madura dan Rujak Cingur. Rasa masakan itu sangat tegas. Pedas ya pedas, asin ya asin, gurih ya gurih. Konon, itu semua menggambarkan karakter warganya yang punya gaya bicara tanpa tedeng aling-aling atau ceplas-ceplos alias blak-blakan.
Dengan harga jual cenderung bervariasi, orang-orang Jawa Timur biasanya sangat gemar membeli penganan hidangan jenis ini. Sebab, rasanya sangat pedas tapi sedikit gurih dan pastinya membuat keringat orang bercucuran setelah menyantap makanan ini.
Tapi tahukah anda, bahwa makanan dengan citarasa sangat berbeda dapat ditemui di Jawa Tengah. Wong Solo, Wong Yogya, Cah Purworejo, Cah Semarang dan sebutan-sebutan lainnya biasanya suka menyantap makanan lebih manis, gurih namun sedikit pedas.
Namun justru ketegasan rasa itulah yang membuat kuliner Jawa Timur begitu berwarna. Begitu pula dengan masakan Jawa Tengah yang mempengaruhi adab perilaku warganya. Maka tak heran bila mayoritas judul masakan mereka selalu diikuti dengan nama daerah.
Selintas mungkin sama saja tapi kenyataannya tidak demikian. Namanya sama tapi ciri khasnya beda. Di Jawa Tengah, kita malah lebih gampang menemui gudeg, nasi liwet, tahu kupat, soto Kudus maupun serabi. Orang yang gemar menyantap masakan ini, biasanya punya karakter lemah lembut dan lebih sopan.
Lalu, bagaimanakah rasa masakan orang Makassar? Orang Bugis, begitu orang menyebutnya lebih menyukai masakan berkuah yang namanya coto. Banyak coto di Sulawesi maka tak heran ada yang bilang Coto Maros lebih enak, Coto Gagak tak kalah sedapnya dan kenikmatan Coto Paraikatte tetap tiada duanya.
Seperti kata Yuyun Alamsyah dalam bukunya berjudul: 'Bangkitnya bisnis kuliner tradisional: meraih untung dari bisnis masakan,' dia menyebut semua rasa masakan itu sangat menggambarkan letak geografis di tiap daerah. Sifat kedaerahannya sangat lekat sehingga makanan tradisional di Indonesia menjadi banyak sekali.
Contohnya gampang sekali. Orang Jawa bagian tengah suka masakan manis, orang Jakarta suka masakan asin. Beda lagi dengan warga Aceh yang hobi menyantap hidangan kuah ala Timur Tengah. Demikian pula dengan masakan Padang dengan bumbu lokal yang kuat. Bagaimana menurut anda?
Diolah dari berbagai sumber
-
Kuliner apa yang menjadi salah satu makanan khas Yogyakarta? Gudeg adalah salah satu makanan khas Yogyakarta yang paling terkenal.
-
Kuliner kekinian apa saja yang ditawarkan di Chillax Sudirman? Di sana, Anda bisa mencoba berbagai makanan dan minuman dari yang ringan sampai berat seperti sushi, steak, ramen, dan berbagai jajanan khas Korea atau Jepang.
-
Kapan Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut diresmikan? Dikutip dari ANTARA, Rabu (28/6) sentra ikan tersebut diketahui baru diresmikan pada Selasa 26 Juni 2023 lalu.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Di mana letak Sentra Kuliner Ikan Kabupaten Garut? Lokasinya berada persis di sebuah bangunan berlantai dua, di Jalan Raya Bandung-Garut, Kecamatan Tarogong Kaler.
-
Bagaimana Bango Warisan Kuliner membantu mempromosikan kuliner Indonesia? Para pelaku industri kuliner Indonesia berusaha mempromosikan tradisi pangan Nusantara dengan berbagai cara. Misalnya mengadakan festival kuliner, memberikan edukasi kuliner, atau membuat program yang memperkenalkan masakan Indonesia seperti Bango Warisan Kuliner.
Baca juga:
6 Fakta menarik dari rumah makan Padang
Nikmatnya soto kebo & kisah syiar Islam di Kota Kudus
Mitos di balik gurihnya pecel lele
Cerita di balik porsi nasi padang, makan di tempat & dibungkus
Rijsttafel, kuliner Indonesia-Belanda yang terlupakan