Blak-blakan Polda NTT soal Pemecetan Ipda Rudy Soik, Tak Terkait Kasus Penimbunan BBM
Polda menjelaskan, ada sejumlah pelanggaran disiplin dan kode etik hingga akhirnya komisi sidang etik memutuskan memecat Rudy Soik dari institusi Polri.
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan pemecatan Ipda Rudy Soik tak ada kaitannya dengan pemasangan garis polisi di lokasi diduga penimbunan BBM.
Polda menjelaskan, ada sejumlah pelanggaran disiplin dan kode etik hingga akhirnya komisi sidang etik memutuskan memecat Rudy Soik dari institusi Polri.
Kabid Propam Polda NTT Kombes Pol Robert Sormin menambahkan, ada upaya framing yang dibuat Ipda Rudy Soik di media sehingga keputusan memecat dirinya seolah bertentangan.
"Supaya jelas ya, ini bukan karena police line. Ini karena framing Ipda Rudy Soik bahwa karena police line PTDH tetapi karena mekanisme prosedur penanganan BBM yang tidak sesuai dengan SOP," katanya, Minggu (13/10) malam.
Menurut Robert Sormin, dua warga Ahmad Ashar dan Al Gazali Munandar, yang diduga terkait dalam kasus penimbunan BBM yang diungkap Rudy Soik, sempat diperiksa.
"Ternyata hasil pemeriksaan diketahui bahwa proses mekanisme itu bukanlah proses penegakan hukum karena yang disampaikan Ipda Rudy Soik kepada dua korban adalah penertiban bukan police line," ungkapnya.
Itu sebabnya, kata dia, penanganan hukum yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rudy Soik justru dinilai telah menyalahgunakan wewenang karena tidak ada surat perintah penyegelan sebagai administrasi penyelidikan dan penyidikan yang diatur dalam Perpol Nomor 7.
"Itu kita tanyakan kepada para saksi-saksi di persidangan. Dari hal tersebutlah kita melakukan sidang yang digelar tanggal 10 dan 11 Oktober kemarin," jelas Robert Sormin.
Di luar kasus itu, Polda NTT menyebut pemecatan ini dilakukan atas akumulasi dari tujuh pelanggaran yang dilakukan Ipda Rudy Soik. Saah satuya pernah tersangkut kasus pidana hingga disidangkan di PN Kupang pada 2015 silam dengan putusan hukuman empat bulan.
"Hal-hal itu lah yang menjadi pemberatan dalam proses sidang KKE, sehingga kita mengambil keputusan bahwa putusan yang kita ambil adalah PTDH dengan keterangan saksi-saksi yang menguatkan," ujarnya.
"Jadi bukan hanya karena police line BBM dipecat, tidak! Itu karena adanya alasan pemberatan-pemberatan yang terungkap di persidangan, serta fakta-fakta track record yang bersangkutan. Dia sudah tujuh kali menerima sanksi putusan disiplin dan kode etik," tambah Robert Sormin.
Bahkan Robert Sormin mengungkapkan, pendamping Ipda Rudy Soik dalam persidangan pun mengaku kecewa lantaran tidak dihargai. Saat proses pembacaan tuntutan dan putusan, malah Ipda Rudy Soik meninggalkan ruang sidang.
"Disampaikan pendamping bahwa dia merasa kecewa atas tindakan yang dilakukan oleh Ipda Rudy Soik. Ini ada runtutan mulai dari putusan masuk tempat hiburan yang sudah in kracht, meninggalkan wilayah hukum pada saat proses pemeriksaan di Propam, hingga penghinaan terhadap seorang anggota yang diduga membekingi," tutupnya.