BST merugi, operator minta subsidi Pemkot Solo
Pengoperasian moda transportasi massal Batik Solo Trans (BST) terus mengalami kerugian.
Pengoperasian moda transportasi massal Batik Solo Trans (BST) terus mengalami kerugian. Pasalnya jumlah penumpang atau tingkat keterisian, khususnya koridor 1, jurusan Kartasura- Bandara Adi Soemarmo-Solo-Palur itu baru mencapai 65 persen.
Manajemen Perum Damri berharap, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo segera merealisasikan subsidi biaya operasional BST. Pemberian subsidi dengan skema beli layanan tersebut dinilai sudah mendesak, lantaran operator BST Koridor I terus merugi.
"Kami mendesak Pemkot segera merealisasikan subsidi yang dijanjikan. Karena sejak mengoperasikan BST Koridor I pada 2010, kami sama sekali belum bisa mendapatkan keuntungan," ujar Kepala Perum Damri, Sutaryadi, kepada wartawan, Kamis (16/10).
Sutaryadi mengatakan, untuk 'break event point' (BEP) atau impas saja belum tercapai, sehingga pihaknya masih membutuhkan subsidi dari Damri pusat. Menurut Sutaryadi, saat ini rata-rata jumlah penumpang untuk sekali perjalanan yang ditempuh masing-masing bus adalah 27 penumpang dari total tempat duduk sebanyak 41 kursi.
"Untuk mencapai BEP, tingkat keterisiannya minimal harus 150 persen," tandasnya.
Atas kondisi itu ia berharap skema beli layanan yang belakangan ini tengah digagas pemkot, segera direalisasikan. Skema beli layanan, lanjut Sutaryadi, adalah pemberian bantuan biaya operasional dari pemkot kepada operator BST, sebagai pengganti pengadaan bus yang selama ini diupayakan pemerintah.
"Metode 'buy service' akan memberikan bantuan biaya operasional sekitar Rp 4.500 - Rp 5.000 per kilometer, sebelum dikalikan jarak tempuh masing-masing bus," urainya.
Ia memperkirakan, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 52 miliar untuk membiayai sebagian biaya operasional tersebut selama setahun.