Buntut Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur, Komisi Yudisial dan Kejagung Koordinasi Tangani Hakim Nakal
Komisi Yudisial mengulas persoalan etik yang bersinggungan dengan dugaan tindak pidana dengan Kejagung,
Komisi Yudisial (KY) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) berkoordinasi dalam rangka menangani kasus hakim nakal, salah satunya tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat perkara suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai menyampaikan, koordinasi sebenarnya rutin dilakukan kedua lembaga negara tersebut. Namun untuk kali ini, ada beberapa hal yang dibicarakan.
- KY Bentuk Timsus Usut Majelis Kasasi Ronald Tannur
- Apakabar Sidang Etik Tiga Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur yang Disanksi KY, Ini Kata MA
- Kejagung Telusuri Sumber Dana Suap 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur
- Kilas Balik Kasus Ronald Tannur Berujung Hakim Pemberi Vonis Bebas Ditangkap Kejagung
"Yang pertama, sebagai mana diketahui Komisi Yudisial itu kewenangannya pada wilayah etik. Tetapi tentu saja di dalam pemeriksaan oleh KY, kadang-kadang di dalam pemeriksaan wilayah etik itu sebetulnya ada hal-hal yang kami yakini ada hal yang bersifat pidana. Tapi kan, ketika kami rasakan itu pidana, kewenangan kami tidak sampai ke situ," tutur Amzulian di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (12/11).
Menurut Amzulian, dalam rapat koordinasi kali ini Komisi Yudisial mengulas persoalan etik yang bersinggungan dengan dugaan tindak pidana, agar kemudian Jaksa Agung ST Burhanuddin menjalankan kewenangannya.
"Pak Jaksa Agung berkenan nanti menindaklanjuti kalau ada hal-hal yang bersifat pidana, yang tentu saja secara teknis dibicarakan oleh tim kami lebih lanjut," ujar Amzulian.
Amzulian mengaku turut membicarakan soal kelanjutan kasus hukum terhadap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Diketahui, Komisi Yudisial menjadi lembaga yang pertama kali menyatakan adanya pelanggaran etik berat terhadap majelis hakim itu.
“Yang atas dasar itu lah kami menyatakan ketiga hakim itu direkomendasikan untuk dipecat. Jauh sebelum dilakukan OTT. Nah memang proses untuk dipecat itu dibentuk MKH, Majelis Kehormatan Hakim. MKH itu bisa dibentuk atas usul Komisi Yudisial bagi seorang hakim yang akan dipecat, atau atas usul Mahkamah Agung,” ujar dia.
Meski begitu, Amzulian menegaskan kerja sama antara KY dan Mahkamah Agung (MA) sampai dengan saat ini tetap sangat baik, dan bahkan tidak ada halangan saat mengusulkan pembentukan Mahkamah Kehormatan Hakim (MKH). Adapun MKH terdiri dari tiga hakim agung dan empat anggota Komisi Yudisial.
“Yang umumnya itu adalah berakhir dengan pemecatan. Dan memang mesti diketahui hakim itu ada dua jabatan. Satu sebagai hakim, yang satu lagi sebagai PNS. Kadang-kadang publik bertanya, kok dipecat sebagai hakim, tapi PNS nya masih jalan? Tapi umumnya kalau sudah dipecat dari hakim tentu boleh dikatakan berakhir lah karir yang bersangkutan,” kata Amzulian.
Respons Kejagung
Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, Kejagung tentu siap berkoordinasi dan mendalami setiap informasi yang disampaikan Komisi Yudisial terkait penanganan kasus hakim nakal.
“Tentunya apa yang disampaikan, kita akan melihat apa yang disampaikan. Tentunya kalau itu semua dengan suatu pernyataan yang memang akurat, ya kita dalami,” ujar Burhanuddin.