Buntut Marak Perundungan, Kemenkes Wajibkan Grup WhatsApp dan Telegram PPDS Terdaftar di Rumah Sakit
Surat itu sebagai tindak lanjut dari instruksi Menteri Kesehatan tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik pada RS Pendidikan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta setiap grup jaringan komunikasi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), seperti WhatsApp dan Telegram, untuk didaftarkan secara resmi di rumah sakit guna mengurangi kejadian perundungan.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (28/10), Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya mengeluarkan surat itu sebagai tindak lanjut dari instruksi Menteri Kesehatan tentang pencegahan dan penanganan perundungan terhadap peserta didik pada RS Pendidikan di lingkungan Kemenkes.
- Mahasiswi Kedokteran Undip Diduga Bunuh Diri karena Dibully Senior, Pakar Kesehatan Minta Pelaku Dihukum
- PP Kesehatan Atur Penyediaan Kondom Buat Siswa, Komisi X DPR Anggap Seolah Izinkan Seks Bebas
- Tolak Kerjakan Tugas Temannya, Siswa SMP di Batu Malang Ini Malah Dikeroyok Hingga Tewas
- Beredar Percakapan Grup WhatsApp Taruna STIP Berisi Dugaan Rekayasa Kematian Putu Satria
Bunyi Aturan
Terdapat empat poin yang tertera, pertama bahwa grup jaringan komunikasi tersebut harus terdaftar di RS dan di dalam grup tersebut harus ada ketua departemen sebagai perwakilan dari RS serta ketua program studi sebagai perwakilan fakultas kedokteran guna pemantauan.
"Bila ditemukan adanya jaringan komunikasi yang tidak resmi dan tidak terdaftar, maka akan diberikan sanksi kepada peserta didik paling senior yang ada di jaringan komunikasi tersebut," demikian bunyi poin kedua oleh Azhar dalam surat tersebut.
Ketiga, apabila ditemukan adanya tindakan perundungan di jaringan komunikasi resmi maka ketua departemen, kepala program studi, dan pelaku perundungan akan diberikan sanksi.
"Sebagai langkah untuk memantau hal tersebut, diminta kepada Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Rumah Sakit Kementerian Kesehatan mendata semua jaringan komunikasi tersebut dan data tersebut harus selesai dalam satu minggu setelah surat diterima," kata Azhar dalam poin keempat surat itu, sebagaimana dikutip Antara.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami mengatakan Kemenkes melakukan sejumlah upaya untuk menangani kasus-kasus perundungan pada peserta PPDS, seperti merevisi instruksi menteri serta meminta pembenahan manajemen RS maupun fakultas kedokteran.
Dalam siaran pada Kamis (28/9), ia menilai, perundungan dapat terjadi di lingkungan tersebut karena sistem yang dibangun dalam dunia pendidikan di RS tidak kuat dan tidak adanya pengawasan serta transparansi.
Menurut dia, sosialisasi saja tidak cukup sehingga perlu cara-cara lain untuk mencegah perundungan. Membuat rencana aksi, kata Murti, salah satu langkah konkret paling utama.