Cerita Angklung Bungko Cirebon Jadi Warisan Budaya Takbenda Kemendikbudristek
Ketua Kesenian Angklung Bungko Cirebon, Jaso mengatakan hingga saat ini warisan seni Angklung Bungko masih lestari. Hanya saja, warisan kesenian asal Desa Bungko tersebut belakangan minim jam terbang.
Angklung Bungko akhirnya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Kemendikbudristek. Angklung Bungko merupakan salah satu warisan seni budaya khas Cirebon. Diketahui, Angklung Bungko dilestarikan oleh masyarakat Cirebon. Angklung tersebut berasal dari Desa Bungko Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.
Penetapan WBTb pada Angklung Bungko Cirebon dilakukan langsung oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Selasa, 7 Desember 2021. Diketahui, WBTb ditetapkan untuk warisan budaya yang ada di 28 provinsi di Indonesia.
-
Apa itu Tayuban Cirebon? Kesenian Tayuban menjadi salah satu warisan lokal yang punya banyak makna.
-
Apa saja yang bisa ditemukan di wisata Cirebon? Cirebon menawarkan berbagai macam daya tarik yang akan membuat Anda terpesona. Namun, dengan begitu banyaknya tempat wisata di Cirebon, Anda mungkin bingung harus mulai dari mana.
-
Apa yang dilakukan Syekh Nurjati di Cirebon? Di Cirebon, keduanya sepakat mulai mengajarkan ilmu Agama Islam yang saat itu masih banyak yang belum mengenalnya.
-
Kenapa Ngirab di Cirebon dilakukan? Dipercaya, tradisi ini bisa membawa keberkahan dan keselamatan, terutama jika dilakukan di hari Rabu terakhir bulan Safar.
-
Bagaimana kesenian Tayuban Cirebon dipertunjukkan? Pertunjukkan Tayuban Dalam pementasannya, kesenian ini dilakukan oleh seorang penari yang disebut ronggeng dan diiringi pemusik karawitan seperti kendang, goong, kenong, gamelan, kecrek dan suling. Musiknya cenderung dinamis, namun didominasi tempo lambat. Penarinya juga menggunakan selendang yang akan diberikan kepada tamu yang disambut untuk ikut menari.
-
Dimana Ngirab dilakukan di Cirebon? Mengutip beautiful-indonesia.umm.ac.id, upacara ini dilakukan dengan berziarah ke petilasan Sunan Kalijaga oleh masyarakat di wilayah sekitar Sungai Derajat.
"WBTb ini merupakan filosofi, sumber pengetahuan dan juga identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, saya ucapkan selamat kepada bapak/ ibu kepala daerah, budayawan serta masyarakat umum yang telah mengupayakan penetapan ini. Kebudayaan adalah sesuatu yang hidup dan menghidupi, memberi kita nyawa dan budi," kata Nadiem Makarim dalam keterangan persnya, Rabu (8/12/2021).
Ketua Kesenian Angklung Bungko Cirebon, Jaso mengatakan hingga saat ini warisan seni Angklung Bungko masih lestari. Hanya saja, warisan kesenian asal Desa Bungko tersebut belakangan minim jam terbang.
Keunikan Angklung Bungko Cirebon yakni terdapat tarian tradisional yang dilakukan oleh penari laki-laki. Ada lima tarian pokok di seni musik Angklung Bungko yakni Tari Panji, Banteleo, Ayam Alas, Bebek Ngoyor, dan Blarak Sengkle.
"Semua tarian itu ada ceritanya dan memang semacam tarian perang jadi tubuh penari tidak lunglai karena penarinya ya prajurit juga waktu zaman Ki Gedeng Bungko," ujar dia.
Sejarah Angklung Bungko
Filolog Cirebon mendiang Rafan S Hasyim pernah mengungkapkan sejarah Sejarah Angklung Bungko Cirebon. Menurutnya, Angklung Bungko Cirebon memiliki kemiripan dengan angklung Blambangan di Banyuwangi, Jawa Timur.
Naskah Serat Carubkanda yang ditulis Pangeran Abdul Hamid pada tahun 1813 mencatat pada abad ke-14 Sunan Gunung Jati pertama kali tiba di Cirebon disuruh oleh Tumenggung Cerbon yakni Pangeran Cakrabuana untuk meminta restu dan berkah kepada ulama yang lebih tua di tanah Jawa.
"Tapi tidak ada satu wali pun yang memberi berkah, alasannya sama yaitu 'Kamu sudah cukup, bahkan kalau perlu saya yang meminta berkah," tutur lelaki yang akrab disapa Opan Safari itu.
Singkat cerita, saat Sunan Gunung Jati bertemu dengan Sunan Ampel, dia langsung mendapat restu. Sunan Ampel, kata Opan, menyuruh Sunan Gunung Jati untuk kembali ke Cirebon membantu Pangeran Cakrabuana.
Dia mengatakan, saat itu, di pesantren milik Sunan Ampel terdapat dua murid kebanggaannya yang sedang bertapa, yakni Raden Jakataruna Veteran Angkatan Laut Majapahit dan Pangeran Surya.
"Raden Jakataruna mendapat gelar Ki Gedeng Bungko dan beliau saat itu bertapa di pinggir laut siang dan malam, keduanya disuruh Sunan Ampel ikut Sunan Gunung Jati mengabdi di sana," ujar Opan.
Raden Jakataruna dalam berbagai pertempuran di Cirebon sangat memberikan pengaruh. Ki Gedeng Bungko, kata dia, mampu mengusir penjajah Portugis setelah berperang selama tiga hari.
Di sela istirahat semasa peperangan, Ki Gedeng Bungko bersama pasukannya selalu bermain angklung.
"Angklung tersebut bahan bambunya dikirim dari Kuningan yang notabene memiliki kedekatan dengan Sunan Gunung Jati. Ki Gedeng Bungko sendiri aslinya dari Banyuwangi," ujar dia.
Reporter: Panji Prayitno
Sumber : Liputan6.com