Cerita miris di balik kabut asap, hingga bayi malang jadi korban
Meski sudah dipadamkan, nyatanya asap pekat masih saja mengepung sejumlah daerah.
Hampir empat bulan terakhir, sejumlah provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan dilanda kabut asap. Penyebabnya, hutan dan lahan gambut di sekitar tempat tinggal dibakar orang tak dikenal.
Sebenarnya, kasus demikian sudah berulang setiap tahunnya. Sayangnya, baik pemerintah daerah maupun pusat lambat mengantisipasi.
Semua pemangku kebijakan baru bergerak setelah api terlanjur meluas. Makin miris, akibat kebakaran itu, asap pun mengepung daerah-daerah seperti Riau, Jambi, Sumsel, dan Kalimantan Tengah.
Kondisi ini bak bencana yang membuat penduduk di sekitarnya. Berbagai aktivitas terhambat karena mereka takut asap membawa dampak untuk kesehatan mereka.
Berbagai usaha pemadaman sudah dilakukan. Bahkan Presiden Jokowi sudah memerintahkan langsung pemadaman secepatnya tapi sayang langkah konkret belum begitu dirasakan warga.
"Sebenarnya bukan tiga bulan, presiden menginginkan proses penyelesaian asap bisa lebih cepat dan kalau bisa dalam bulan-bulan ini sudah terselesaikan," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana.
Asap terus saja terbang ke mana-mana. Tak cuma warga di sejumlah daerah itu saja, kini penduduk di negara tetangga juga berdampak.
"Penanganan kebakaran sebagian besar di lahan gambut. Proses pemadaman di lahan gambut, sebelum api betul-betul padam maka akan menimbulkan banyak asap. Terutama jika air yang digunakan tidak cukup banyak," dalih Kepala BNPB, Willem Rampangile.
Keberadaan asap ini secara tak langsung sudah membunuh warga secara perlahan. Berikut cerita miris selama bencana asap melanda Indonesia:
-
Kapan bayi tersebut meninggal? Penanggalan radiokarbon mengonfirmasi bahwa keduanya meninggal antara tahun 1616-1503 SM.
-
Kenapa bayi sering cegukan? Cegukan pada bayi umumnya merupakan fenomena alami dan tidak perlu menjadi sumber kekhawatiran yang berlebihan bagi orangtua.
-
Kenapa bayi sering mengalami bruntusan? Penyebab utama bruntusan pada bayi adalah perubahan hormon dalam tubuh bayi yang masih belum seimbang. Dr. Robert Soetandio, seorang dokter spesialis anak, menjelaskan bahwa bruntusan pada bayi disebabkan oleh pengaruh hormon ibu yang masih mempengaruhi bayi.
-
Kapan gejala asma pada anak biasanya memburuk? Batuk ini akan memburuk apabila anak memiliki infeksi virus, sedang tidur, sedang berolahraga, atau berada di udara dingin.
-
Kapan biasanya batuk akibat asma pada bayi terjadi? Batuk akibat asma ini biasanya akan terjadi pada siang hari, bahkan akan memburuk di malam atau saat suhu sedang dingin.
-
Kapan Bledug Anak Kesongo terakhir meletus? Sedangkan yang terbaru pada 11-12 April 2023, semburan gas bercampur lumpur terjadi 12 kali dan menyebabkan satu warga meninggal dunia.
Bayi meninggal karena ISPA
Sedih, begitulah yang dirasakan keluarga Hendra (33) dan Mursidah (34), warga Sumatera Selatan. Putra mereka Muhammad Husen Saputra yang baru berusia 28 hari meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Mursidah mengatakan, sebelum mengidap penyakit itu, bayinya dalam kondisi sehat. Husen dilahirkan pada 11 September lalu melalui operasi caesar. Sat itu, berat Husen sekitar 2,5 kilogram. Berat badannya terus bertambah hingga menjadi 3,5 kg.
"Alhamdulillah, selama ini sehat-sehat saja. Mimik (nyusu ASI) lancar, tidak ada masalah," kata Mursidah kepada merdeka.com, Kamis (8/10).
Pulang dari rumah sakit usai persalinan, Mursidah dan ketiga anaknya, termasuk almarhum Husen, memilih tinggal di rumah saudaranya di Jalan Sentosa, Palembang, tak jauh dari tempat tinggalnya di Jalan Talang Banten, Lorong Banten I, Kelurahan 16 Ulu, Palembang.
Hal itu lantaran rumah Mursidah sangat kecil, hanya berukuran 3x4 meter dan terbuat dari papan, sehingga akan sulit mengasuh Husen. Apalagi kamar mandi berada jauh dari rumahnya.
"Waktu di rumah saudara saya, saya jarang ajak anak saya itu (Husen) keluar rumah karena takut asap. Paling kalo udara agak bagus baru keluar," ucap Mursidah.
Tak disangka, Husen mengalami sesak napas pada Senin (5/10) malam. Dua hari kemudian, Husen meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, Selasa (6/10) pukul 19.30 WIB.
"Itulah yang saya sesalkan. Sebelumnya sehat, tapi karena kena ISPA tak sampai dua hari saja meninggal," imbuh Mursidah sambil menahan rasa sedih.
Sekolah terganggu hingga berulang kali diliburkan
Tak cuma mendatangkan penyakit, dampak dari asap juga mengganggu kegiatan belajar mengajar. Tak mau siswa menjadi korban penyakit ISPA, pihak sekolah memutuskan meliburkan kegiatan belajar.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispora) Palembang Ahmad Zulianto mengungkapkan, sekolah yang diliburkan seluruh jenjang, TK hingga SMA/SMK. Menurutnya, kebijakan ini diambil untuk mengantisipasi penyakit pernapasan yang bisa saja dialami para pelajar.
"Mulai besok (Kamis) sampai Sabtu nanti, sekolah kita liburkan karena asap. Sudah kita sosialisasikan kepada pihak sekolah," ungkap Zulianto.
Tak cuma di Palembang, di Pekanbaru juga memberlakukan hal yang sama. Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru memutuskan sekolah Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) diliburkan.
"Kami memutuskan untuk meliburkan seluruh siswa dan guru-gurunya hingga Selasa besok. Karena kami khawatir kabut asap akan mengganggu kesehatan siswa dan guru. Apalagi udara sudah level berbahaya," kata Kadisdik Kota Pekanbaru, Minggu (13/9).
Selain dari dinas pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan bagaimana menanggulangi tiga skenario untuk mengganti jam belajar mengajar yang hilang. Skenario dibagi menjadi tiga masa liburan. Pertama, libur dengan masa 1-14 hari, kedua 15-28 hari dan ketiga lebih dari 29 hari.
Skenario ini disusun dengan pertimbangan jumlah jam belajar efektif yang hilang untuk diterapkan ketika masa darurat asap sudah selesai. Komunikasi dan koordinasi juga dilakukan secara regular dengan Dinas Pendidikan dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).
"Prinsip utamanya adalah perlakuan adil terhadap siswa dan guru di daerah terdampak asap agar tidak tertinggal dibandingkan daerah lain dan dengan tanpa membebani," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan di Kantor Kemendikbud, Kamis (8/10).
Jadwal penerbangan kacau karena tak bisa mendarat dan terbang
Asap tebal membuat sejumlah penerbangan di daerah yang terkena dampak paling para terganggu. Jarak pandang yang terbatas membuat pilot tak mau mengambil resiko untuk tetap mendaratkan pesawat mereka.
Seperti yang terjadi di Riau. Pekatnya asap membuat otoritas bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru lebih sering menutup landasan pacu.
Bahkan pada 4 Oktober lalu, sebanyak 59 penerbangan dibatalkan untuk terbang. Airport Duty Manager Bandara SSK II Pekanbaru Hasnan Siregar kepada merdeka.com Minggu malam mengatakan, seluruh jadwal penerbangan dari pagi hingga pukul 17.00 WIB telah dibatalkan. "Totalnya ada 59 jadwal penerbangan dari delapan maskapai," ujar Hasnan.
Secara keseluruhan, Hasnan menjumlahkan ada 68 jadwal penerbangan yang melayani rute domestik maupun internasional pada hari ini. "Empat maskapai yakni Citilink, Fire Fly, Air Asia dan Sriwijaya, telah membatalkan seluruh jadwal penerbangannya," kata Hasnan.
Saat itu, kabut asap sangat pekat menyelimuti Pelalawan dan Rengat-Indragiri Hulu hingga menyebabkan jarak pandang berkisar 300 meter. Selanjutnya jarak pandang di Kota Pekanbaru dan Dumai terpantau 600 meter. BMKG juga menyatakan terdapat 254 titik panas yang mengepung Sumatera.
Bahkan Menhub Jonan sampai menerbitkan rekapitulasi Notice to Airman (Notam) ke sejumlah bandara yang berada di wilayah terdampak kabut asap. Khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Langkah ini penting lantaran kabut asap memengaruhi operasional angkutan udara mengatakan Notam ini sudah disampaikan ke seluruh otoritas bandara. Kemudian, otoritas bandara meneruskan informasi ini ke seluruh maskapai penerbangan. Selanjutnya, maskapai mengurus ke penumpang masing-masing.
"Kalau asap paling terpengaruh di angkutan udara. Kita berikan pemberitahuan atau istilahnya Notam, bandaranya feasible tidak. Kalau memang tidak, ya ditutup saja," ujar Jonan.
Menurutnya, penerbitan Notam ini menyusul peristiwa kebakaran hutan yang memicu pekatnya kabut asap. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran tertundanya jadwal penerbangan moda transportasi udara.