Kisah Pengorbanan Entis, Rela Putus Sekolah demi Merawat Ibu yang Alami Gangguan Jiwa
Seorang remaja di Garut, Jawa Barat, rela memilih putus sekolah demi merawat ibunya yang mengalami gangguan jiwa.
Seorang remaja di Garut, Jawa Barat, rela memilih putus sekolah demi merawat ibunya yang mengalami gangguan jiwa.
Kisah Pengorbanan Entis, Rela Putus Sekolah demi Merawat Ibu yang Alami Gangguan Jiwa
Anak remaja itu adalah Entis Sutisna (15) warga Kampung Cipenta, Desa Mekarjaya, Kecamatan Tarogong Kaler. Videonya sedang mengurus ibunya diunggah pengguna media sosial.
Yang dilakukan Entis menjadi perbincangan warganet, karena remaja itu dinarasikan rela putus sekolah demi merawat ibunya yang mengalami gangguan jiwa.
- Sejak SMP Jadi Tulang Punggung Keluarga karena Miskin, Ini Potret Masa Sekolah Ganjar Pranowo
- Kisah Pemuda Jual Es Lilin Keliling untuk Nafkahi Ibu dan Neneknya, Akui Sering Dibully Teman Sekolah
- Sang Ibu Penjual Rujak Cingur, Tak Disangka Bocah dari Desa Ini Pernah Jadi Panglima TNI dan Kini Jadi Menteri
- Siswi SMKN Rembang Curhat Pungutan Kedok Infaq, Ganjar Semprot Kepsek: Kembalikan Atau Diberhentikan!
Saat ditemui di rumahnya, Entis bercerita bahwa ia setidaknya sudah dua tahun merawat ibunya dan memilih putus sekolah. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal itu, karena memang tidak ada lagi yang bisa melakukannya karena kakaknya bekerja.
Ibu dari Entis adalah Siti Salamah (49) sedangkan ayahnya adalah Agus dan telah meninggal dua tahun yang lalu atau di tahun 2021. Ia memiliki seorang kakak yang sehari-harinya merupakan kernet mobil angkutan sayuran.
Kondisi Siti diketahui mengalami gangguan jiwa setelah suaminya meninggal dua tahun yang lalu. Ia diketahui selalu bertingkah aneh ketika penyakitnya kumat sehingga Entis bersama kakaknya Mandar harus bergantian merawat ibu mereka.
Entis ketika itu diketahui masih sekolah seperti biasa, namun kakaknya juga harus menjadi tulang punggung keluarga untuk memenuhi kebutuhan harian. Dengan segala pertimbangannya, Entis pun mengalah dan putus sekolah agar kemudian lebih fokus merawat ibunya. “Karena kakak harus bekerja, saya berhenti sekolah untuk merawat ibu,” katanya.
Sementara Mahdar mengungkapkan bahwa setelah ayahnya meninggal, memang ibunya kerap bertingkah aneh layaknya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Bila penyakitnya kumat, ibunya bisa lari cukup jauh hingga wilayah Kecamatan Samarang.
"Kalau sudah begitu kita harus mencari dan menjemputnya," ungkapnya.
Apa yang dialami Entis rupanya menarik perhatian Menteri Sosial Tri Rismaharini. Senin (30/10), mantan Wali Kota Surabaya itu datang ke Garut dan secara khusus menemui Entis Sutisna di rumahnya.
Kepada wartawan, Risma mengaku mengetahui apa yang dialami Entis beberapa hari sebelum datang ke Garut. "Makanya saya langsung ke sini. Ini belum lama dua hari lalu. Saya bilang saya mau ke sana," kata Risma kepada wartawan.
Menurut Risma, sosok Entis adalah teladan yang harus diperhatikan, termasuk oleh pemerintah. Itu karena Entis rela merawat sang ibu yang ODGJ hingga harus putus sekolah.
Risma mengatakan bahwa Siti Salamah, ibunda Entis, saat ini sudah mendapatkan perawatan. "Sudah dibawa ke RS (Marzoeki) Mahdi di Bogor oleh Pak Kades dan Pak Kadinsos," katanya.
Risma sudah menghubungi pihak rumah sakit untuk mematikan perawatan Siti. Setidaknya siti membutuhkan perawatan satu bulan sekali karena lokasi rumahnya yang cukup jauh.
Dengan kondisi ibunya yang saat ini sudah mendapatkan perawatan khusus, Entis pun kini diketahui sudah bisa kembali melanjutkan sekolahnya. Saat bertemu Risma, ia pun nampak menggunakan seragam sekolah menengah pertama (SMP)
Dalam kesempatan tersebut, Risma juga sempat memberikan bantuan secara simbolis bagi keluarga Entis.Rumah tinggal Entis bersama ibu dan kakaknya direnovasi dan dibuatkan warung kelontong untuk berjualan.
Risma menyebut bahwa Siti merupakan salah satu keluarga penerima manfaat dari program bantuan pangan nontunai dan sebelumnya menerima bantuan Program Keluarga Harapan. Program keluarga harapan itu sempat tidak aktif karena Entis sempat putus sekolah.
Dengan kembalinya Entis melanjutkan sekolah, menurutnya, Siti bisa diusulkan kembali menerima program tersebut karena termasuk dalam kategori disabilitas disorder.
"Ke depannya kalau sudah tua bisa mendapatkan permakanan yang jumlahnya lebih besar setiap bulannya. jadi kalau permakanan untuk disabilitas dan permakanan lansia bisa Rp900 ribu per bulan," sebutnya.
Untuk Mahdar, kakaknya Entis, Risma juga sempat menawarkannya untuk bekerja di Balai Kementerian Sosial. "Tapi saya mau lihat dulu bagaimana kondisi ibunya. Kalau sembuh bisa ikut kerja dengan kami, tapi kalau belum di sini dulu sambil jaga warung," ucapnya.