Dalam setahun, 48 wanita di Aceh mengalami kekerasan seksual
Pelakunya 82,5 persen adalah orang-orang yang dikenal oleh korban yaitu teman, tetangga, rekan kerja, bahkan guru.
Direktur Women’s for Peace Foundation (AWPF), Irma Sari menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh masih relatif tinggi. Hal ini tentu membutuhkan perhatian semua pihak untuk mengatasi permasalahan tersebut agar tidak terus berlangsung di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan catatan tahunan Gerakan Perempuan Aceh pada tahun 2011-2012, terdapat 990 kasus kekerasan terhadap perempuan. Di antaranya 397 perempuan dan anak mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Lalu, 294 perempuan di Aceh juga mengalami penelantaran dalam rumah tangga dan pada tahun yang sama ada 48 kekerasan seksual terjadi di masyarakat.
"Pelakunya 82,5 persen adalah orang-orang yang dikenal oleh korban yaitu teman, tetangga, rekan kerja, bahkan guru. Banyak kasus serupa yang belum terungkap dan tercatat," kata Irma, Senin (25/11).
Irma meminta kesadaran semua pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Irma menambahkan, kekerasan terhadap perempuan tidak hanya berakibat penderitaan secara fisik, tetapi sangat berpengaruh terhadap kondisi psikologi perempuan.
Dia mengingatkan untuk melaporkan tindakan kekerasan perempuan kepada pihak yang berwenang seperti aparatur gampong dan aparatur penegak hukum. "Cara mencegah mulai dari diri sendiri dan melaporkan pada pihak berwajib bila melihat ada tindak kekerasan terhadap perempuan," katanya.
Upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga dilakukan di berbagai tempat baik di daerah, nasional dan di internasional, salah satunya melalui kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) yang dirayakan pada tanggal 25 November 2013-10 Desember 2013.
Kampanye ini merupakan promosi di tingkat internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, Pemerintah, maupun masyarakat secara umum sehingga akhirnya terpenuhinya hak-hak warga negara dalam bingkai perdamaian Aceh.
"Butuh keterlibatan semua pihak untuk menghapus kekerasan pada perempuan," tutupnya.