Dana Janggal Kemenkeu, Eks Kepala PPATK Ungkap Bukan Laporan Transaksi Mencurigakan
Kendati demikian, Yunus menegaskan, jika PPATK tidak punya kewenangan untuk menentukan tindak pidana. Sebab, yang memiliki kewenangan untuk menentukan tindak pidana hanya aparat penegak hukum.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein meyakini, data yang diserahkan PPATK kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bukan merupakan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). Melainkan, data laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP).
"Mengenai LHA dan LHP. Jadi yang diberikan PPATK itu dua sebetulnya, LHA paling banyak, kedua LHP. Sama sekali bukan LTKM yang diserahkan PPATK kepada Kemenkeu," katanya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI, Kamis (6/4).
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
PKD Pemilu itu kepanjangan dari apa? Kepanjangan PKD pemilu adalah Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kelurahan/Desa.
-
Apa itu PPPK? PPPK adalah singkatan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Dengan kata lain, seorang warga negara Indonesia yang memenuhi syarat bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu.
-
Kenapa Kepala BP2MI bertemu Menkopolhukam? Pertemuan berlangsung di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (5/3). Kepala Badan Perlindungan Pekerjaan Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menemui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Hadi Tjahyanto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (5/3/). Benny bercerita, pertemuan itu dalam rangka mengantisipasi maraknya kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), khususnya bermodus Pekerja Migran Indonesia (PMI). Untuk itu, perlu adanya kerja sama antar lembaga dengan kementerian.
Namun, menurutnya, jika PPATK telah berani menyerahkan LHA atau LHP ke aparat penegak hukum, artinya telah ditemukan indikasi tindak pidana.
"Kalau enggak ada indikasi, kita kembalikan ke data base, kita kembalikan lagi sambil nunggu kasus-kasus lain," ujarnya.
Kendati demikian, Yunus menegaskan, jika PPATK tidak punya kewenangan untuk menentukan tindak pidana. Sebab, yang memiliki kewenangan untuk menentukan tindak pidana hanya aparat penegak hukum.
Sebab, kata Yunus, tugas penyidik untuk melakukan penyelidikan, mencari dua alat bukti permulaan, dan menangkap pelaku.
"Kalau saya umpamakan permainan bola, PPATK itu seperti gelandang, sebagai play maker yang memberi umpan ke striker kepada penyidik. PPATK sebagai gelandang enggak boleh membuat gol, yang buat gol itu penyidik polisi, KPK, Kejaksaan," tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menegaskan tidak ada perbedaan data antara Kementerian Keuangan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) terkait transaksi janggal sebesar Rp349 triliun. Selain itu, tak ada perbedaan data dengan yang dipaparkan Menko Mahfud MD.
Transaksi tersebut berasal dari sumber surat yang sama yakni 300 surat rekapan. "Tidak ada perbedaan data, kita kerja atas 300 rekap surat," kata Suahasil dalam Media Briefing di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (31/3).
Hanya saja, Suahasil mengungkapkan ada perbedaan dalam hal membaca data. Data yang diberikan PPATK oleh Kementerian Keuangan dilakukan pendalaman dan pemisahan berdasarkan klasifikasi tertentu.
"Cara mengklasifikasikannya bisa kita lakukan dengan berbagai macam cara karena kita konsisten. Bisa kita tunjukkan klasifikasi, tidak ada yang kita tutup-tutupi di sini," tuturnya.
Suahasil menjelaskan ada dua klasifikasi surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal pegawai Kemenkeu.
Pertama, surat yang dikirimkan ke Kemenkeu berjumlah 135 surat. Dalam surat ini melibatkan 363 ASN/PNS Kemenkeu dengan nilai transaksi Rp22,04 triliun.
Kedua 64 surat yang dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum (APH). Tercatat ada 103 PNS Kemenkeu yang transaksinya janggal dengan senilai Rp13,07 triliun.
"Kalau surat dikirim ke APH, Kemenkeu tidak terima, yang terima APH. Karena itu di Komisi XI kita menguraikan yang Rp 22 triliun," kata Suahasil.
Dalam surat yang diterima Kemenkeu dengan transaksi Rp22 triliun ini ternyata melibatkan 4 korporasi dan 2 perusahaan pribadi. Transaksi 4 perusahaan tersebut nilainya Rp18,7 triliun. Sedangkan sisanya Rp3,3 triliun merupakan transaksi janggal yang terkait pegawai Kemenkeu saja.
"(Sebanyak) Rp 18,7 triliun adalah korporasi A,B,C,D,E, F, Rp3,3 triliun yang memang transaksi pegawai," jelasnya.
Surat tersebut kemudian dilakukan identifikasi oleh Kementerian Keuangan. Hasilnya, nilai transaksinya berkurang menjadi Rp35,11 triliun.
Selain itu, PPATK juga mengirimkan surat terkait transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dengan pihak lain. Dalam surat ini nilai transaksinya mencapai Rp53,82 triliun.
Terkait hal ini, PPATK hanya mengirim 2 surat ke aparat penegak hukum. Isi suratnya menyebut ada 23 pegawai Kemenkeu dan pihak lain yang nilai transaksinya sebesar Rp 47,0 triliun.
PPATK juga mengirimkan surat kepada Kemenkeu terkait sebagai penyidik tindak pidana asal dan tindak pencucian uang (TPPU). Surat tersebut merupakan transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan yang nilainya Rp260,5 triliun.
Saat ditindaklanjuti, sebanyak 65 surat ternyata melibatkan perusahaan dengan nilai transaksi Rp 253,5 triliun. Lalu ada 34 surat lainnya yang dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum. Surat tersebut juga masih melibatkan perusahaan dengan nilai transaksi Rp 14,18 triliun.
Sehingga jika dijumlahkan, transaksi mencurigakan di lingkungan pegawai Kemenkeu mencapai Rp 349,8 triliun. Menurutnya, adanya perbedaan data yang terjadi selama ini lantaran Kemenkeu tidak menerima semua surat yang dikirimkan PPATK.
"Datanya itu klasifikasinya aja yang beda. Begitu klasifikasi disetel, sama. Jumlah surat PPATK 300 surat, sama. Total nominalnya Rp 349,8 triliun, sama, informasi yang sama," jelasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Heru Pambudi buka suara usai namanya disebut oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD dalam rapat Dengar Pendapat bersama Komisi III DPR-RI. Heru mengakui dirinya bersama Inspektorat Jenderal Kemenkeu Sumiyati menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya hadir dan ada absennya. Saya bersama Ibu Sumiyati dan Bapak Rama Wijayanta," kata Heru.
Kala itu, Heru merupakan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Heru menerima surat dengan laporan transaksi janggal sebesar Rp189 triliun dan sudah ditindaklanjuti. "Kementerian Keuangan menerima dokumen PPATK dan sudah ditindaklanjuti," kata dia.
Di tahun 2017 tersebut, Kementerian Keuangan sudah berkoordinasi dengan menggelar rapat perkara. Dalam rapat tersebut pada intinya membahas penguatan-penguatan yang diperlukan dalam gelar perkara
"Kita bahas penguatan-penguatan yang perlu dilakukan untuk pengawasan komoditi emas ekspor dan impor," katanya.
Gelar perkara tersebut menghasilkan pembentukan tim teknis untuk pendalaman, pengawasan dan administrasi kepabeanan. Lalu ada tim teknis yang mengulas soal pajak dan tim untuk mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari nilai transaksi janggal sebesar Rp189 triliun.
"Follow up dari itu kita bentuk tim teknis untuk pendalaman, pengawasan dan administrasi kepabeanan, pajak dan TTPU-nya sendiri," kata dia.
(mdk/fik)