Dana Rp 2,5 M belum cair, Kejagung belum eksekusi Yayasan Supersemar
Dana itu juga sudah diajukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada lembaga Adhyaksa.
Penyitaan aset yayasan supersemar milik Presiden Indonesia ke-2 Soeharto belum juga dilaksanakan. Alasannya, anggaran Rp 2,5 miliar untuk mengeksekusi belum juga dikabulkan pemerintah. Jaksa Agung Prasetyo menuturkan, dana itu juga sudah diajukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada lembaga Adhyaksa.
"Itu perkiraan, bisa lebih dan bisa kurang kita lihat nanti seperti apa. Tapi kalau kita sudah punya anggaran untuk mendukung operasional dari eksekusi tentunya kita harapkan lebih lancar," ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/6).
Prasetyo berharap pemerintah mengabulkan permintaan tersebut. Kejagung diperbolehkan untuk mengajukan anggaran kepada pemerintah karena dalam kasus Supersemar, Kejagung bertindak sebagai jaksa pengacara negara.
Diketahui Kejaksaan Agung telah mencatat ada 113 rekening giro dan deposito atas nama Yayasan Supersemar. Selain itu ada juga dua bidang tanah serta lima kendaraan roda empat yang siap dieksekusi.
Kasus ini bermula saat Kejaksaan Agung mengugat Yayasan Supersemar pada tahun 2007 secara perdata. Gugatan dilayangkan atas penyelewengan dana yang semestinya untuk beasiswa namun justru mengalir ka sejumlah perusahaan.
Kemudian pada 27 Maret 2008 Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar 105 juta dolar AS dan Rp 46 miliar. Pengadilan tingkat banding pun kemudian menguatkan putusan PN Jakarta Selatan lewat putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.
Namun, saat Mahkamah Agung (MA) menguatkan kembali putusan banding di tingkat kasasi pada Oktober 2010, terdapat salah ketik jumlah ganti rugi. Jumlah yang seharusnya ditulis Rp 185 miliar menjadi hanya Rp 185 juta. Akibat salah ketik itu, putusan tidak dapat dieksekusi.
Kejagung mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan salah ketik tersebut pada September 2013. Akhirnya MA memutuskan mengabulkan PK yang diajukan negara. Nilai denda yang harus dibayar Yayasan Supersemar pun melonjak menjadi Rp 4,4 triliun setelah disesuaikan dengan kurs saat ini.