Dicari KPK, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tegaskan Tidak Melarikan Diri
KPK menyebut Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) yang jadi tersangka kasus suap kabur.
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor (SHB) menegaskan tidak melarikan diri. Pernyataan ini menjawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut Sahbirin Noor tersangka kasus suap kabur.
Kuasa hukum Sahbirin Noor, Soesilo Ari Wibowo mengatakan, kliennya tidak pernah kabur. Sahbirin Noor juga disebut tidak akan lari ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel.
- Kalah Praperadilan Penetapan Tersangka Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, KPK Klaim Punya Dua Alat Bukti
- Sahbirin Noor Menghilang, KPK Terbitkan Surat Penangkapan
- Mengenal Sahbirin Noor, Gubernur Kalsel yang Sedang Jadi Sorotan
- KPK Tetapkan Gubernur Sahbirin Noor Tersangka Suap Usai OTT di Kalsel, Langsung Ditahan
“Tidak melarikan diri, tidak akan pergi ke luar karena pak gubernur patuh terhadap hukum,” kata dia, Rabu (6/11).
Soesilo juga membantah pernyataan KPK jika Sahbirin Noor tidak menjalankan tugas-tugasnya sebagai Gubernur Kalsel usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Sahbirin Noor sendiri mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap oleh KPK. Permohonannya terdaftar dengan Nomor Perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Soesilo meminta semua pihak menghormati langkah hukum Sahbirin Noor.
"Kan ini ada proses yang harus kita hormati sama-sama, ini ada praperadilan yang harus kita hormati sama-sama,” jelas dia.
Soesilo meminta, semua pihak termasuk KPK dapat menunggu hasil dari proses praperadilan Sahbirin Noor.
“Karena ini lagi proses praperadilan tentu tidak elok juga kalau ini belum ada kepastian kemudian pak gubernur melakukan pertemuan-pertemuan atau acara resmi dan sebagainya," tandas Soesilo.
KPK menyebut Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) yang jadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel kabur. Kondisi ini dinilai membuat upaya praperadilan yang diajukan Sahbirin menjadi cacat formil.
"Sehingga permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon SHB harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Praperadilan, sebagaimana ketentuan SEMA No. 1/2018," kata tim Jubir KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (6/11).
KPK memastikan hingga saat persidangan praperadilan berlangsung, Sahbirin tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi.
"SHB juga telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) namun tetap tidak menunjukkan dirinya. Meskipun KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya," terang Budi.
Sampai saat ini Sahbirin tidak dalam status tahanan, namun dia selaku Gubernur Kalimantan Selatan tidak melakukan aktivitas sehari-hari di kantor sebagaimana tugas dan tanggung jawabnya.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa SHB selaku tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur, yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024," tegasnya.
Selain itu, KPK juga telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan dan Larangan Bepergian Ke Luar Negeri kepada Sahbirin, terhitung mulai tanggal 07 Oktober 2024.
"Oleh karena SHB selaku tersangka yang telah melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, tidak memiliki kapasitas dan tidak dapat (dilarang) mengajukan permohonan Praperadilan (diskualifikasi in person)," ucap Budi.
Dengan demikian, KPK menilai permohonan praperadilan yang diajukan Sahbirin mengandung cacat formil.
"Dan sudah sepatutnya permohonan praperadilan a quo ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," pungkas Budi.
Dalam kasus ini, selain Sahbirin Noor, KPK juga telah menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlinah, Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad, Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean, serta dua orang pihak swasta, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.