Alasan KPK Belum Tetapkan Sahbirin Noor Masuk DPO: Masih Ada di Indonesia
KPK enggan untuk memasukkan Sahbirin ke dalam DPO. Padahal, KPK sempat menyebut Sahbirin sudah kabur.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel.
Namun, hingga kini KPK belum menahan Sahbirin. KPK juga enggan untuk memasukkan Sahbirin ke dalam daftar pencarian orang (DPO). Padahal, KPK sempat menyebut Sahbirin sudah kabur.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkapkan alasan belum memasukkan nama Sahbirin ke DPO. Dia meyakini Sahbirin masih berada di Indonesia.
"Ya sejauh ini kita yakin yang bersangkutan itu masih ada di Indonesia," kata Asep di KPK, Kamis (7/11).
"Karena kita sudah melakukan pencegahan ya. Sudah menerbitkan pencegahan. Nah kita akan cari juga," sambung Asep.
Asep menambahkan, bila nantinya KPK menerbitkan DPO terhadap Sahbirin, dikhawatirkan akan mengganggu proses penyidikan kasus suap yang saat ini sedang berjalan.
"Takutnya ini juga apa namanya mengganggu proses penyidikan kita lakukan. Jadi belum saya bisa kasih tahu nih. Kalau saya kasih tahu nanti orangnya mengantisipasi," tegas Asep.
"Insya Alllah sih informasi kita komunikasi dengan imigrasi dan lain-lain. Itu (Sahbirin) belum ada di perlintasan, belum nyebrang," Asep menambahkan.
Menurut Asep, bila nantinya Gubernur Kalsel itu kedapatan kabur ke luar negeri, baru KPK melakukan upaya jemput paksa.
"Jadi kita ada termin-terminnya. Batas waktunya gitu kita mencari. Kemudian nanti setelah waktu tertentu kita akan pencarian, Kita sudah menganggap ini mungkin bisa pergi kemana gitu keluar negeri atau ke mana ya kita akan lakukan upaya berikut," ucap Asep.
Sebelumnya, KPK menyebut Gubernur Kalsel Sahbirin Noor yang jadi tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel kabur. Kondisi ini dinilai membuat upaya praperadilan yang diajukan Sahbirin menjadi cacat formil.
"Sehingga permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon SHB harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Praperadilan, sebagaimana ketentuan SEMA No. 1/2018," kata tim Jubir KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (6/11).
KPK memastikan hingga saat persidangan praperadilan berlangsung, Sahbirin tidak diketahui keberadaannya, meskipun KPK telah melakukan upaya pencarian ke beberapa lokasi.
"SHB juga telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) namun tetap tidak menunjukkan dirinya. Meskipun KPK telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi yang diduga merupakan tempat persembunyiannya, antara lain di kantor, rumah dinas, maupun rumah pribadinya," terang Budi.
Sampai saat ini Sahbirin tidak dalam status tahanan, namun dia selaku Gubernur Kalimantan Selatan tidak melakukan aktivitas sehari-hari di kantor sebagaimana tugas dan tanggung jawabnya.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa SHB selaku tersangka secara jelas telah melarikan diri atau kabur, yaitu sejak dilakukan serangkaian tindakan tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Oktober 2024," tegasnya.
Selain itu, KPK juga telah menerbitkan Surat Perintah Penangkapan dan Larangan Bepergian Ke Luar Negeri kepada Sahbirin, terhitung mulai tanggal 07 Oktober 2024.
"Oleh karena SHB selaku tersangka yang telah melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, tidak memiliki kapasitas dan tidak dapat (dilarang) mengajukan permohonan Praperadilan (diskualifikasi in person)," ucap Budi.
Dengan demikian, KPK menilai permohonan praperadilan yang diajukan Sahbirin mengandung cacat formil.
"Dan sudah sepatutnya permohonan praperadilan a quo ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," pungkas Budi.
Sementara Kuasa hukum Sahbirin Noor, Soesilo Ari Wibowo mengatakan, kliennya tidak pernah kabur. Sahbirin Noor juga disebut tidak akan lari ke luar negeri usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.
“Tidak melarikan diri, tidak akan pergi ke luar karena pak gubernur patuh terhadap hukum,” kata dia, Rabu (6/11).
Soesilo juga membantah pernyataan KPK jika Sahbirin Noor tidak menjalankan tugas-tugasnya sebagai Gubernur Kalsel usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Sahbirin Noor sendiri mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap oleh KPK. Permohonannya terdaftar dengan Nomor Perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Soesilo meminta semua pihak menghormati langkah hukum Sahbirin Noor.
"Kan ini ada proses yang harus kita hormati sama-sama, ini ada praperadilan yang harus kita hormati sama-sama,” jelas dia.
Soesilo meminta, semua pihak termasuk KPK dapat menunggu hasil dari proses praperadilan Sahbirin Noor.
“Karena ini lagi proses praperadilan tentu tidak elok juga kalau ini belum ada kepastian kemudian pak gubernur melakukan pertemuan-pertemuan atau acara resmi dan sebagainya," tandas Soesilo.