Diduga korban malapraktik, kaki bocah 12 tahun di Malang membusuk
Diduga korban malapraktik, kaki bocah 12 tahun di Malang membusuk. Kondisi yang dialami SA berawal saat dirinya terjatuh dari sepeda motor. Saat dilakukan operasi, kondisinya justru memburuk. Operasi kedua yang dilakukan juga menambah parah lukanya.
Kondisi SA (12) begitu meyedihkan. Kaki kirinya terlihat menghitam sepanjang lutut hingga ujung jari jemarinya. Tulang keringnya terbuka, dapat terlihat jelas di antara beberapa pen yang tertancap. Sementara daging pembungkus tulang terus mengkerut dan kehitaman.
SA diduga menjadi korban malapraktik Rumah Sakit Saiful Anwar (RSAA) Malang. Kakinya mengalami pembusukan setelah dua kali menjalani operasi akibat tertimpa sepeda motor.
Slamet (42) ayah korban mengungkapkan, luka di kaki anaknya akibat tertimpa sepeda motor. Saat itu anaknya duduk dan bercanda di atas sepeda motor, sebelum ambruk menimpa kaki kirinya hingga patah tulang.
"Hasil rontgen menunjukkan tulang di bawah lutut patah, sehingga dilakukan operasi malam itu juga," kata Slamet, Jumat (12/11).
Kejadian tersebut menimpa SA pada 10 Juni 2016 di depan rumahnya, Jalan KH Malik Dalam RT 04 RW 07, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Saat itu sempat dibawa ke RSUD Kota Malang di Gadang, tetapi kemudian dirujuk ke RSSA dengan alasan peralatan yang tidak memadai.
Operasi pertama dilakukan sekitar pukul 21.00 WIB hari itu juga untuk pemasangan beberapa pen. Tetapi setelah dipasang justru kakinya tidak bisa digerakkan.
Sebelum operasi, kata Slamet, kaki anaknya masih bisa digerak-gerakkan tetapi setelah operasi justru mati rasa. Selang empat hari kakinya melepuh dan kehitam-hitaman.
Karena itu seminggu kemudian, tepatnya 16 Juni 2016 operasi kedua dilakukan. Kata dokter pembuluh darahnya putus sehingga harus disambung. Tetapi pascaoperasi justru yang dirasakan tidak semakin membaik meski kontrol terus dilakukan.
Siswa kelas 5 Madrasah Ibtidayah Miftahul Ulum itu sudah sekitar tiga bulan tidak masuk sekolah. Hari-harinya hanya diisi duduk-duduk di rumah, lantaran kakinya susah untuk bergerak.
"Kalau untuk bergerak nyeri," kata SA.
Slamet yang bekerja sebagai cleaning service mengaku telah keluar biaya sebesar Rp 40 juta, walaupun masih dicover dana BPJS. Meski sudah habis biaya banyak, bukan kesembuhan yang diperoleh anaknya. Terakhir dokter justru menyarankan untuk amputasi.
Sementara itu, Direktur RSSA Malang, Restu Kurnia mengungkapkan bahwa tidak ada malapraktik sebagaimana yang dituduhkan. Proses operasi telah melalui prosedur yang sudah ditentukan. Para dokter yang melakukan operasi juga sesuai dengan keilmuan yang dimiliki.
"Yang dikerjakan sudah sesui SOP dan sesuai dengan ilmu yang didalami," katanya.
Restu berharap agar keluarga mengikuti saran dokter untuk melakukan proses amputasi. Karena secara medis, kondisi anaknya akan lebih buruk jika proses amputasi tidak ditempuh.
"Kami minta media turut mengedukasi keluarga. Kalau tidak kuman bisa menyebar. Sejak awal kita sudah melakukan optimal," katanya.
Syaifullah Asmiragani, Kepala Bidang Pelayanan Medis mengungkapkan, bahwa tidak semua cedera bisa sembuh secara sempurna. Pihaknya melakukan operasi kedua karena operasi pertama belum memberikan hasil yang baik.
"Kami sudah menjelaskan pada keluarga, kalau harus amputasi. Saat itu mendekati lebaran, sehingga keluarga pulang paksa," katanya.
Saat ini yang terjadi adalah kematian jaringan karena tidak ada darah yang mengalir. Jika kondisi tersebut dibiarkan akan membahayakan jiwanya.
Kerusakan pembuluh yang dialami SA diduga karena himpitan dan tertarik. Sehingga terjadi kerusakan di juga sekitar lukanya.
Atas kondisi tersebut, Slamet telah mengadukan persoalan yang dialaminya kepada DPRD Kota Malang. Orang tua SA dengan didampingi sebuah LSM juga telah melakukan pengaduan ke RSSA.