Diperiksa KPK soal kasus Bakamla, Sekjen DPR jelaskan APBNP 2016
Sekretaris Jenderal DPR Achmad Djuned diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla), Nofel Hasan dalam kasus suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI Tahun Anggaran 2016.
Sekretaris Jenderal DPR Achmad Djuned diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kabiro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla), Nofel Hasan dalam kasus suap pengadaan satelit monitoring di Bakamla RI Tahun Anggaran 2016.
Achmad mengatakan selama diperiksa oleh penyidik KPK ditanya terkait tugas pokok dirinya. Dia juga menyerahkan beberapa risalah rapat anggaran dari APBNP 2016.
"Menyerahkan hasil rapat-rapat tanggal 9 juni 2016 27 Juni 2016. Bahas masalah anggaran dari APBNP 2016," kata Ahcmad usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/9).
Achmad juga menjelaskan pengadaan tersebut juga terkait satelit monitorning Bakamla. Dia juga mengatakan penyidik juga menanyakan perihal siapa saja yang ikut rapat anggaran tersebut.
"Iya satelit monitoring Bakamla, jadi tadi ditanyakan kenal siapa aja, saya tidak, dan ikut rapat-rapatnya, tidak," tambahnya.
Dia juga mengakui tidak mengetahui persis terkait hasil rapat tersebut. Achmad menegaskan hanya menyerahkan risalah rapat saja. "Saya tidak tahu persis, saya hanya menyerahkan risalah rapatnya saja," pungkas dia.
Dalam kasus ini, Nofel Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya diancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Nofel telah mengembalikan uang sebesar 49 ribu dolar Singapura kepada KPK. "Pada hari ini penyidik melakukan penyitaan terkait dengan pengembalian uang oleh tersangka dalam jumlah 49 ribu dolar Singapura yang merupakan bagian dari indikasi suap yang diterima oleh tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin, 24 Juli 2017.
Penetapan Nofel sebagai tersangka adalah pengembangan dari indikasi suap pada proyek senilai Rp 220 miliar di Bakamla. Pada perkara itu, KPK sebelumnya sudah menetapkan empat tersangka. Mereka di antaranya Direktur PT Merial Esa Indonesia Fahmy Darmawansyah beserta dua rekannya, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, yang ditetapkan sebagai pemberi suap. Adapun tersangka penerima suap adalah Eko Susilo Hadi selaku Deputi Bidang Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla.