Dituntut 2 tahun, Buni Yani akan hadapi sidang vonis hari ini
JPU Kejati Jabar menuntut Buni Yani dua tahun penjara. Terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang ITE tersebut dinilai terbukti melanggar dan melawan hukum terkait ITE.
Buni Yani, terdakwa kasus pelanggaran UU Informasi Transaksi Elektronik (ITE) bakal menjalani sidang vonis hari ini di Gedung Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah, Kota Bandung, Selasa (14/11). JPU menuntutnya vonis dua tahun penjara.
Jelang vonis, Buni Yani sempat menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung Nusantara III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11). Kedatangannya itu guna mengadukan kejanggalan proses hukum kasusnya.
-
Kapan Najwa Shihab menyelesaikan pendidikan di Universitas Indonesia? Dilahirkan di Ujungpandang, Sulawesi Selatan, pada 1977, Najwa menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1996.
-
Apa yang ditemukan di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan? Kepolisian menemukan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan usai menggeledah kampus swasta tersebut.
-
Kenapa Yenny Wahid keluar dari Universitas Indonesia? Ia kemudian keluar dari UI atas saran sang ayah.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Di mana UNU Yogyakarta dibangun? Kampus UNU berdiri di lahan 7.478 meter persegi, dan mampu menampung 3.774 mahasiswa dan 151 dosen.
-
Apa yang dikatakan Ma'ruf Amin tentang Universitas Indonesia (UI)? Ma'ruf Amin mengapresiasi Universitas Indonesia (UI) sebagai kampus yang melahirkan gagasan dan inovasi. Hal itu disampaikannya saat membuka UI Industrial-Government (I-GOV) Expo 2023 yang digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, Depok, pada 5 Desember 2023."UI merupakan kampus yang menjadi tempat lahirnya gagasan dan inovasi. UI juga menjadi kampus yang berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Ma'ruf Amin.
Banyak hal yang diceritakan Buni Yani kepada Fadli Zon dalam pertemuan itu. Salah satunya mengenai seluruh pekerjaan seperti riset dan kegiatan akademik lainnya terhenti karena harus mengikuti proses hukum atas kasusnya.
"Ini sudah lebih dari setahun kasus saya sangat membebani. Enggak bisa apa-apa, riset doktoral saya harus berhenti. Padahal saya lagi riset. Terakhir saya ke Seoul, Bangkok, semua riset-riset," kata Buni di Kompleks Parlemen.
Buni menyayangkan, kasusnya dikait-kaitkan dengan kepentingan politik. Dia membantah tuduhan telah melakukan ujaran kebencian terkait video pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang membicarakan surat Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu.
Dia menegaskan tidak mungkin menyebarkan ujaran kebencian terkait Ahok. Buni bercerita, dirinya terlahir dari keluarga dan lingkungan yang sangat plural.
"Saya berasal dari keluarga yang sangat plural. Kakek saya haji, saya punya saudara, menikah sama orang Hindu di Lombok. Pindah ke agama Hindu. Sepupu ibu saya menikah sama orang Manado, kemudian pindah ke agama Kristen. Tapi kalau ada acara besar semua datang ke rumah. Kita sangat plural," tegas dia.
Tak hanya di lingkungan keluarga, Buni mengaku menjadi minoritas saat kuliah S1 di Bali, S2 di Amerika Serikat hingga melakukan penelitian di Belanda dan Filipina.
"Lalu saya kuliah ke Bali S1 di sana, masuk sastra inggris 5,5 tahun saya jadi minoritas di sana. Terus saya dapat beasiswa ke Amerika, juga yang kasih beasiswa orang agama lain. Saya jadi minoritas di sana. Lalu dapat penelitian PhD di Belanda, saya jadi minoritas lagi di sana. Penelitian 4 bulan di Manila untuk penelitian saya," ujarnya.
Oleh karena itu, dia melakukan ujaran kebencian terkait isu SARA dan Ahok. Tuduhan dan dakwaan tersebut, kata dia, merupakan bentuk kriminalisasi yang tidak berdasar.
Soal pemotongan video pidato Ahok, Buni Yani menyebut dirinya hanya mengunggah video dari akun media NKRI di akun Facebook. Dia berujar tidak mentranskrip isi pidato Ahok dan hanya mengajak netizen berdiskusi mengenai isi video tersebut lewat akun Facebook pribadinya.
Atas dasar itu, Buni menganggap tak ada unsur pidana terkait tindakannya tersebut. Hal itu dikuatkan dengan keterangan dari ahli bahasa dan ahli hukum bahwa tidak ada ujaran kebencian atas tulisannya mengenai video pidato Ahok di akun Facebooknya.
JPU Kejati Jabar menuntut Buni Yani dua tahun penjara. Terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang ITE tersebut dinilai terbukti melanggar dan melawan hukum terkait ITE.
Pria berkaca mata tersebut dinilai sah dan meyakinkan telah menambah, mengurangi dan menghilangkan informasi elektronik dan atau dokumen orang lain atau milik publik. Jaksa meyebut Buni Yani melanggar Pasal 32 ayat 1 junto Pasal 48 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sidang dengan agenda mendengarkan tuntutan terhadap terdakwa Buni Yani kembali digelar di Gedung Balai Perpustakaan dan Arsip Daerah, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (3/10).
"Menuntut Majelis Hakim agar menjatuhkan hukuman pidana penjara dua tahun denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan," kata JPU Ahmad Hadadi dalam sidang.
Pertimbangan yang meringankan, Buni Yani belum pernah dihukum. Untuk hal memberatkan, perbuatan terdakwa menyebabkan perpecahan antarumat beragama. Ini bisa dilihat dari polemik surat Al-Maidah 51 yang mengantarkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dibui. Selain itu Buni Yani juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
(mdk/cob)