Dosen ITB Temukan Serat Pohon Kelapa Bisa Gantikan Kayu di Industri
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam European Journal of Wood and Wood Products tahun 2019 itu, ia katakan, bisa mengurangi konsumsi kayu untuk pembuatan triplek. Misalnya jika saat ini membuat kayu triplek butuh 5 lapis kayu, sekarang bisa hanya 3 lapis saja dengan menggunakan serat kelapa.
Produksi kayu di Indonesia mengalami penurunan di tengah permintaan yang meningkat. Serat kelapa bisa menjadi alternatif bahan baku yang paling layak dalam industri berbasis kayu.
Indonesia memiliki potensi pohon kelapa sebanyak 3,81 juta hektar yang tersebar di seluruh tanah air. Dari pohon ini, Indonesia pun memiliki potensi limbah khususnya serat kelapa sekitar 18,30 juta ton. Di Jawa Barat, daerah Ciamis menjadi salah satu daerah yang memiliki banyak pohon kelapa.
-
Siapa yang kuliah di Bandung? Baik Kika maupun Jema tengah menjalani studi di Bandung, Jawa Barat.
-
Apa yang ditemukan di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan? Kepolisian menemukan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan usai menggeledah kampus swasta tersebut.
-
Apa yang dulu dipelajari di SMPN 5 Bandung? Mengutip laman resmi SMPN5 Bandung, pasca pendiriaannya di tahun 1920, sekolah tersebut dulunya merupakan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). MULO memiliki status setingkat sekolah jenjang dasar dengan ilmu luas.Sesuai namanya, kurikulum yang diajarkan adalah seputar ilmu pendidikan dasar dengan tambahan sedikit materi untuk tingkat selanjutnya.
-
Kapan Aula Barat ITB mulai aktif digunakan untuk pertunjukan seni? Setelah kemerdekaan, gedung aula barat lebih aktif digunakan sebagai pertunjukan seni. Menariknya gedung ini jadi pusat konsentrasi musisi-musisi jazz kala itu hingga melahirkan panggung besar bernama pro jazz.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
Berangkat dari masalah tersebut, Dosen Teknologi Pascapanen, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB, Rudi Dungani, melakukan riset tentang pemanfaatan serat kelapa sebagai bahan untuk kayu lapis dan juga pohon/batang Jabon sebagai bahan pelapis (veneer) kayu.
Dalam risetnya, Rudi meneliti komposit hibrida dengan menggabungkan lapisan batang Jabon dan serat kelapa dalam produk kayu lapis dan menganalisis propertinya.
Tahap risetnya ialah sampel disusun menjadi kayu lapis hibrida lima lapis berdasarkan pengaturan serat kelapa yang terdiri atas tikar serat kelapa (HPWF) dan tikar serat non-anyaman kelapa (HPRF). Kayu lapis hibrida dengan ketebalan 14 mm dipress dingin dan dipress panas menggunakan resin urea formaldehyde (UF) dan phenol formaldehyde (PF).
Stabilitas dimensi dan sifat mekanik dari kayu lapis Jabon dan komposit kayu lapis hibrida lalu dianalisis. Hibridisasi serat kelapa dengan batang Jabon, ternyata meningkatkan stabilitas dimensi dan sifat mekanik kayu lapis, seperti kerapatan, pembengkakan ketebalan, tekukan, dan penarikan sekrup, terutama untuk kayu lapis hibrida yang menggunakan PF. Demikian pula, HPRF juga menunjukkan peningkatan stabilitas dimensi dan sifat mekanik.
Hasil lainnya diperoleh antarmuka ikatan lemah antara serat kelapa dan matriks formaldehida menyebabkan penarikan serat terjadi dalam komposit kayu lapis hibrida. Sementara analisis statistik menunjukkan bahwa penataan serat kelapa dari tikar anyaman dan tikar non-anyaman, jenis perekat UF dan PF memang mempengaruhi stabilitas dimensi dan sifat mekanik. Meskipun, interaksi antara keduanya tidak mempengaruhi kepadatan.
Apabila dibandingkan dengan produk lain, kayu lapis (triplek) yang menggunakan serat kelapa dan batang Jabon ini memiliki beberapa kelebihan yaitu, lebih murah, daya lenturnya lebih bagus karena ada fiber di dalamnya, potensi untuk diproduksi banyak, dan proses pembuatan juga lebih sederhana.
"Karena untuk nyusun, kasih perekat, kita tempelin, kita press sampe jadi produk jadi hanya butuh waktu 1,5 jam," kata Rudi Dungani melalui siaran pers yang diterima, Rabu (14/8).
Penelitian yang telah dipublikasikan dalam European Journal of Wood and Wood Products tahun 2019 itu, ia katakan, bisa mengurangi konsumsi kayu untuk pembuatan triplek. Misalnya jika saat ini membuat kayu triplek butuh 5 lapis kayu, sekarang bisa hanya 3 lapis saja dengan menggunakan serat kelapa. Dengan demikian, hutan lebih lestari.
Rudi berharap, hasil riset ini bisa diimplementasikan di industri. Namun semua pihak harus terlibat, mulai dari pihak industri itu tersendiri, peneliti, manajemen, dan masyarakat.
"Maunya industri melirik ini menjadi sebuah peluang bisnis. Dan yang terlibat yaitu industri kelas menengah ke bawah dengan melibatkan masyarakat untuk mengumpulkan pohon/batang Jabon dan serat kelapa itu sendiri. Jadi masyarakat juga terbantu ekonominya," pungkasnya.
(mdk/fik)