DPR dinilai wajar bikin angket untuk melihat tugas KPK
Langkah DPR membuat Pansus hak angket buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya mendapat banyak kritik. Langkah tersebut juga dianggap wajar. Itu dikarenakan Undang-undang KPK dibentuk DPR sejak tahun 2002 silam.
Langkah DPR membuat Pansus hak angket buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hanya mendapat banyak kritik. Langkah tersebut juga dianggap wajar. Itu dikarenakan Undang-undang KPK dibentuk DPR sejak tahun 2002 silam.
Hal itu diungkapkan Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Dalam keterangannya, dia melihat setelah sekian tahun DPR merasa perlu menyelidiki apakah pelaksanaan tugas KPK telah sesuai dengan peraturan dibuat dulu.
"Setelah itu akan ada saran dan rekomendasi. Jadi kita lihat saja ini sebagai tugas yang normal. Jadi bukan dilihat tugas ini mau memperlemah KPK. Kenapa harus berpikiran seperti itu. Sebagai satu lembaga yang telah diputuskan dalam paripurna akan dilakukan angket, sudah dihadapi saja. Kalau KPK merasa tidak puas terhadap hak angket itu, KPK bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Sama seperti orang dinyatakan tersangka oleh KPK dia kan bisa mempersoalkan melalui praperadilan," kata Yusril, Kamis (15/6).
Menurut dia, langkah angket juga masih dalam koridor. Sehingga sebaiknya KPK tidak melakukan pendekatan hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bukan hanya itu, KPK juga berencana berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) untuk Pansus Angket di DPR. Langkah tersebut dianggap tidak mencontohkan sebagai sikap baik kepada masyarakat.
Yusril menyebut, jika KPK bersikap tidak patuh hukum, dikhawatirkan sikap tersebut akan ditiru pihak terkait dengan KPK. "Berarti kalau ada orang dipanggil KPK, orang konsultasi juga kepada MA, kepada yang lain, perlu hadir gak nih mau dipanggil KPK. Itu kan tidak baik dari segi penegakan hukum," ujarnya.
Mantan Menteri Kehakiman ini menjelaskan, Pansus Angket merupakan hak DPR. DPR adalah salah satu lembaga negara, mempunyai wewenang untuk melakukan angket terhadap dua hal. Pertama, terhadap kebijakan pemerintah. Kedua, terhadap pelaksanaan suatu undang-undang.
"KPK itu bukan bagian dari pemerintah. Tapi kalau dilihat dari segi tugas KPK itu adalah sebagai aparat penegakan hukum, tapi bukan dalam ranah yudikatif. Status dia sama seperti Kejagung, sama seperti Polisi. Bedanya, polisi dan Kejagung ada di bawah Presiden. KPK itu suatu lembaga yang sebenarnya eksekutif juga ranahnya, cuma dia tidak berada di bawah Presiden," terangnya.