Dugaan Surat Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Janggal, KPK: Tidak Usah Dipersoalkan!
Surat penangkapan mantan MentanSyahrul Yasin Limpo menjadi sorotan
Surat penangkapan mantan MentanSyahrul Yasin Limpo menjadi sorotan
Dugaan Surat Penangkapan Syahrul Yasin Limpo Janggal, KPK: Tidak Usah Dipersoalkan!
Surat penangkapan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjadi sorotan lantaran diteken Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri.
Dalam surat berisi narasi Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK dan penyidik. Namun sesuai Undang-Undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, pimpinan KPK tidak lagi berstatus sebagai penyidik.
Menanggapi hal itu, Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri meminta masyarakat tidak mempersoalkan. Menurut Ali, hal itu merupakan perbedaan dalam menafsirkan undang-undang.
- Syahrul Yasin Limpo Ditangkap KPK, Bagaimana Nasib Kasus Dugaan Pemerasan di Polda Metro?
- Berkali-kali KPK Tekankan Soal Syahrul Yasin Limpo: Ini Penangkapan, Bukan Tangkap Tangan!
- Alasan KPK Tangkap Syahrul Yasin Limpo: Ditunggu Tapi Tidak Hadir
- Syahrul Yasin Limpo Dijemput Paksa dengan Tangan Terborgol, Kuasa Hukum Merapat ke KPK
"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis seperti itu. Soal beda tafsir UU saja. Semua administrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (13/10).
Ali mengatakan, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum. Atas dasar itu, Ali menyebut pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain.
"Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," beber Ali.
Ali menggarisbawahi soal narasi KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo. Menurut Ali, apa yang dilakukan KPK bukan penjemputan paksa, melainkan penangkapan.
"Kami hanya ingin tegaskan bukan jemput paksa sebagaimana narasi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kami sampaikan supaya clear. Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," ujar Ali.
Ali kemudian menerangkan perbedaan antara jemput paksa dan penangkapan. "Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapa pun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan," jelasnya.
"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," kata Ali.
Adapun dalam UU 30/2002 atau UU KPK yang lama, status pimpinan KPK termaktub dalam Pasal 21. Disebutkan dalam pasal itu pimpinan KPK terdiri atas lima orang yang disusun dengan 1 Ketua KPK dan 4 Wakil Ketua KPK.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK lama:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:
a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun sebagai berikut:
a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; dan
b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
(5) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bekerja secara kolektif.
(6) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal tersebut berubah drastis dalam UU KPK baru.
Sebelumnya terdapat unsur penasihat KPK, sedangkan pada revisi UU KPK menjadi Dewan Pengawas KPK.
Selain itu, status penyidik dan penuntut umum pada pimpinan KPK ditiadakan.
Berikut bunyi Pasal 21 UU KPK yang telah resmi direvisi:
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas:
a. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang;
b. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi ;dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Susunan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Ketua merangkap anggota ;dan
b. Wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat kolektif kolegial.