Eks Teroris: Banyak Perempuan Terpapar Terorisme Lebih Militan dari Laki-laki
Mukhtar mengatakan, para teroris wanita itu menjadi tergerak hatinya karena melihat para ikhwan (laki-laki) yang sudah sering menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri. Mirisnya, para wanita itu menganggap, para eksekutor ikhwan itu sudah melakukan jihad.
Mantan napi teroris (napiter) Mukhtar Khairi alias Abu Hafsah mengungkapkan bahwa selama 5 tahun terakhir ini, teroris wanita lebih militan dibandingkan pria. Mukhtar pun membeberkan alasan mengapa peran wanita sebagai eksekutor aksi terorisme meningkat.
"Mohon maaf, di lapangan itu banyak sekali perempuan-perempuan yang terpapar terorisme lebih militan daripada kaum laki-laki," kata Mukhtar dalam diskusi virtual, Rabu (7/4).
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
Mukhtar mengatakan, para teroris wanita itu menjadi tergerak hatinya karena melihat para ikhwan (laki-laki) yang sudah sering menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri. Mirisnya, para wanita itu menganggap, para eksekutor ikhwan itu sudah melakukan jihad.
"Amaliyat-amaliyat yang dilakukan di suatu tempat bagi mereka cukup mengorbankan semangat. 'Lihat itu ikhwan di Makassar sudah melakukan amaliyat, kita kapan?' nah seperti itulah, mereka jadi tergerak," kata napiter yang sempat direkrut oleh ISIS itu.
Selain itu, para wanita tersebut juga percaya bahwa berjihad merupakan suatu kewajiban atau fardhu ain. Karena mereka menganggap fardhu ain, maka menurutnya berjihad tidak bisa diwakilkan. Inilah mengapa dalam 2015 ke atas, pelaku bom bunuh diri wanita meningkat.
Seperti yang diketahui, dalam Islam, amalan yang hukumnya fardhu ain contohnya salat 5 waktu atau berpuasa di bulan ramadan.
"Teman-teman wanita merasa bahwa jihad adalah fardhu ain, jadi harus dilakukan. Sehingga menurut mereka, seorang istri tidak perlu lagi izin kepada suami ataupun anak tidak perlu izin dengan orang tua," ujarnya.
"Jadi anggapan jihad sebagai fardhu ain itu menjadi semacam beban bagi mereka," sambungnya.
Seperti yang diketahui, aksi peledakan yang diistilahkan dengan bahasa Arab 'Amaliyat Istisyhadiyah' itu dianggap sebagai penyejuk dan obat hati bagi kaum muslimin yang terdzalimi dan tersiksa di seluruh penjuru dunia.
Para wanita itu, kata Mukhtar, merasa terbebani dengan 'Amaliyat Jihadiyah istisyadiyah' yang juga dianggap sebagai penyejuk dan obat hati bagi kaum muslimin yang terzalimi dan tersiksa di seluruh penjuru dunia. Amaliyat tersebut, kata Mukhtar, terbukti selalu membangkitkan semangat sel-sel terorisme lainnya untuk melakukan jihad yang sama.
"Anggapan fardhu ain itu yang menjadi beban di punggung mereka. Jadi tidak peduli mau laki-laki atau perempuan harus memiliki semangat melakukan amaliyat," ujarnya.
"Hampir di seluruh Indonesia kalau ada kelompok atau orang yang melakukan amaliyat makan akan memicu tindakan terorisme lainnya, ini yang harus diantisipasi," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen (Purn) Ansyaad Mbai mengungkapkan alasan mengapa peran wanita yang menjadi eksekutor atau pelaku bom bunuh diri meningkat.
Selain karena mudah dipengaruhi, kata dia, hal itu dikarenakan para wanita muslimah yang menggunakan hijab panjang/ lebar bisa menyimpan bom atau bahan peledak lainnya di dalam hijab mereka tanpa diketahui oleh aparat ataupun warga sekitar.
"Mengapa perempuan? Saya melihat realitas saja, mereka mengunakan busana hijab yang mana susah diidentifikasi. Jadi paling mudah eksekutornya itu perempuan karena paling gampang disembunyikan bom di dalam hijabnya," kata Ansyaad
Sebelumnya, Peneliti hukum dan HAM LP3ES sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Milda Istiqomah memaparkan, dalam kurun waktu 10 tahun (2001-2020), jumlah tahanan perempuan terkait aksi terorisme di seluruh Indonesia mencapai 39 orang.
Dari jumlah tersebut, setiap tahunnya selalu meningkat. Tahun 2018 13 orang dan 2019 15 orang. Padahal kata dia, pada tahun 2001-2015, peran jihad sebagian besar diambil oleh pria, sedangkan peran para wanita itu luput dari pengawasan.
"Jadi memang dari 2001-2015 peran-peran mereka tidak terlihat. Bru pada 5-6 tahun terakhir, peran perempuan mulai bergeser (menjadi eksekutor) seperti pengeboman di Makassar dan Surabaya," kata Milda dalam diskusi virtual tentang Terorisme, HAM, dan Arah Kebijakan Negara yang diadakan oleh LP3ES, Jumat (2/4).
Baca juga:
Muchsin Kamal Penjual Senjata Api ke Teroris Mabes Polri Dijerat UU Darurat
Cerita Eks Napi Teroris Soal Milenial Jadi Lone Wolf Belajar dari Medsos
Densus 88 Gerebek Rumah Terduga Teroris di Jagakarsa
Pakar: Selain Negara, Pencegahan Radikalisme Dimulai dari Keluarga
BNPT: 321 Grup WhatsApp dan Telegram Sebarkan Ideologi Terorisme