Fahri Hamzah Sebut Pemerintah Butuh Masukan DPR & MA Soal Pembebasan Ba'asyir
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan ada mekanisme khusus untuk bisa membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Menurutnya, pemerintah membutuhkan pertimbangan DPR untuk membebaskan Ba'asyir.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan ada mekanisme khusus untuk bisa membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Menurutnya, pemerintah membutuhkan pertimbangan DPR untuk membebaskan Ba'asyir.
"Saya enggak tau instrumennya apa ya. Karena kan instrumen presiden dalam membebaskan ada grasi, amnesti, rehabilitasi yang masing-masing ada peraturan teknisnya," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/1).
-
Kapan Amir Hamzah ditangkap? Konon, Amir diduga sedang makan bersama dengan perwakilan Belanda saat kembali ke Sumatra. Saat itu, revolusi sosial sedang berkembang. Sebuah kelompok dari Pemuda Sosialis Indonesia menentang Feodalisme. Akhirnya masa kepemimpinan Amir pun hancur dan ia ditangkap.
-
Apa yang menurut Fahri Hamzah menjadi bukti dari efek persatuan Jokowi dan Prabowo? "Efek persatuan mereka itu luar biasa, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi game changer, perubahan yang punya efek dahsyat pada perekonomian dan masyarakat secara umum," sambungnya.
-
Di mana Amir Hamzah lahir? Masa Kecil Pria dengan nama lengkap Amir Hamzah atau Tengku Amir Hamzah ini lahir di Tanjung Pura, Langkat, Provinsi Sumatra Utara pada 28 Februari 1911.
-
Bagaimana Fahri Hamzah melihat proses bersatunya Jokowi dan Prabowo? "Ini adalah dua tokoh besar. Orang hebat dua-duanya, yang selama ini oleh politik dibuat bertengkar, sekarang kita buat mereka bersatu," tutur Fahri, Minggu (28/1)
-
Kapan Hamzah Haz terpilih menjadi Wakil Presiden? Pada hari Kamis, 26 Juli 2001, Hamzah terpilih sebagai Wakil Presiden ke-9 Republik Indonesia.
-
Kapan Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi meninggal? Makam Habib Muhammad meninggal di Kota Surabaya pada tahun 1917 Masehi.
"Tetapi semuanya itu memerlukan pertimbangan DPR dan MA (Mahkamah Agung). Saya belum tahu apakah presiden sudah mengirimkan surat pertimbangan," sambungnya.
Fahri menjelaskan Presiden Joko Widodo tidak bisa mengambil keputusan sendiri terkait masalah Ba'asyir. Hal itu, lanjutnya sesuai dengan perintah amandemen Undang-Undang.
"Pasca amandemen ke empat konstitusi presiden tidak diberi kan hak mutlak lagi atas instrumen ya di luar kewenangan eksekutif. Karena ini kan sebenarnya wilayahnya yudikatif ya karena telah diputuskan oleh pengadilan," ungkapnya.
Sampai saat ini, pihaknya belum menerima permintaan apapun terkait pembebasan Ba'asyir dari pemerintah. Dia pun menyarankan pemerintah melakukan kajian mendalam terkait pembebasan tersebut.
"Adapun pertimbangan-pertimbangan sedari awal sebenarnya pemerintah tidak boleh mengirim sinyal yang ambigu terkait sikap terhadap kelompok-kelompok ulama dan Islam dan sebagainya," ujarnya.
Fahri juga menilai dunia internasional juga tidak memberikan respons positif tentang pembebasan Ba'asyir. Sebab, Ba'asyir telah dianggap sebagai gembong terorisme.
"Dugaan saya dunia internasional tidak menerima baik. Sebab sudah kadung citranya Abu Bakar Ba'asyir ini di luar dicitrakan sebagai gembong paling dalam dari Jannah Islamiyah. Tapi biarkan resiko ditanggung pemerintah. Yang penting yang pertama tadi jika apakah kewenangannya itu sudah melalui proses yang benar sebagaimana diatur UU," ucapnya.
Baca juga:
Keluarga Minta Abu Bakar Ba'asyir Dibebaskan, Apapun Statusnya
Abu Bakar Ba'asyir Belum Pernah Diberi Surat & Diminta Teken Taat Pancasila & NKRI
Surat Pembebasan Dianggap Langgar Akidah, Alasan Ba'asyir Tolak Tanda Tangan
Kronologi Yusril Janji Lobi Jokowi Bebaskan Ba'asyir Tanpa Syarat
Keluarga: Pembatalan Pembebasan Ba'asyir Harusnya Presiden yang Umumkan