Faisal Basri Soroti Dampak Proses Penyusunan UU Omnibus Law
Faisal juga menyoroti kemerosotan indeks demokrasi Indonesia. Dari data yang ia sampaikan, Indeks demokrasi Indonesia berada di urutan 64 di bawah Malaysia dan Timur Leste yang masing-masing berada di posisi 41 dan 43.
Ekonom Senior, Faisal Basri melihat demokrasi di Indonesia semakin melemah. Hal itu berpotensial menyebabkan korupsi meningkat, terlebih dengan adanya Undang-Undang Omnibus Law.
"Power of society-nya melemah, di sini lah yang menyebabkan kebebasan terganggu dan kekuasaan disalahgunakan dengan cara represi, dengan cara membuat undang-undang tidak kredibel lah," katanya dalam diskusi Transparency International Indonesia, Kamis (15/10).
-
Kapan Faisal Basri meninggal? Namun takdir berkata lain, Ramdan mengaku kalau sekira pukul 04.30 WIB atau waktu Subuh tadi, Faisal telah menghembuskan nafas terakhirnya, setelah melalui masa kritis pada dua hari lalu.
-
Kapan Faisal Basri wafat? Diketahui, almarhum wafat pada pagi dini hari, 5 September 2024, pukul 03.50 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta.
-
Di mana Faisal Basri dimakamkan? Sebagai informasi, nantinya pemakaman almarhum Faisal Basri akan dilakukan sekitar Ba’da Ashar dari Masjid Az Zahra, Gudang Peluru, Tebet, Jakarta Selatan.
-
Apa yang dikhawatirkan Faisal Basri mengenai family office? Alih-alih menguntungkan negara, Faisal justru mengkhawatirkan rencana tersebut akan menjadi tempat pencucian uang, seperti yang terjadi di Singapura.
-
Siapa yang menyatakan duka atas wafatnya Faisal Basri? Guru Besar Hukum Tata Negara Mahfud MD, mengaku berduka atas berpulangnya salah satu tokoh ekonom bangsa, Faisal Basri.
-
Bagaimana menurut Faisal Basri seorang Menteri Keuangan bisa dibenci oleh menteri-menteri lain? Atas tugas itu, Faisal menilai seorang Menteri Keuangan bisa saja dibenci oleh menteri-menteri lain. Misalnya, pada posisi memotong alokasi anggaran."Itu untuk memastikan. Makanya siap-siap dibenci oleh banyak orang, banyak teman-temannya sebagai Menteri 'Oh itu nggak bisa, nggak bisa, potong, potong', gitu," kata Faisal.
"Semua seolah bisa diatur karena kekuatan oposisi lemah. Check and balances juga tatkala partisipasi masyarakat kurang dikehendaki terjadi sentralisasi, Itu semua yang menyebabkan potensi dengan omnibus law ini potensi korupsi meningkat, jadi ruang untuk korupsi itu semakin lebar," tambahnya.
Faisal juga menyoroti kemerosotan indeks demokrasi Indonesia. Dari data yang ia sampaikan, Indeks demokrasi Indonesia berada di urutan 64 di bawah Malaysia dan Timur Leste yang masing-masing berada di posisi 41 dan 43.
"Sudah disusul Malaysia dan Timor Leste jauh lebih baik dari kita, jadi kita bukan contoh lagi dan benchmark bagi demokrasi. Thailand lebih buruk dari Indonesia, demikian juga Singapura," ucapnya.
Dia juga melihat penurunan partisipasi politik dari masyarakat. Menurutnya, masyarakat malas dalam melihat pemilihan umum lantaran tidak membawa perubahan, khususnya dalam hal korupsi.
"Ada masalah yang membuat benih-benih korupsi itu semakin meningkat. Oleh karena itu, kita masih harus waspada, korupsi tidak boleh dilonggarkan," ujarnya.
"KPK secara resmi mengatakan titik beratnya bukan pemberantasan korupsi tapi pencegahan korupsi. Semua orang sudah tahu KPK semakin lemah," tandas Faisal.
(mdk/fik)