Gaduh di Pasar Pramuka Usia Obat Sirop Dilarang
Instruksi terkait penghentian sementara obat sirop dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.
Keputusan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengeluarkan imbauan untuk berhenti mengonsumsi obat sirop dalam jenis apa pun membuat kegaduhan dalam usaha penjualan obat-obatan.
Ketua Harian Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka, Yoyon mengatakan, imbauan tersebut telah membuat gaduh baik masyarakat maupun para pengusaha farmasi. Karena menimbulkan kekhawatiran atas imbauan yang belum jelas kebenarannya.
-
Kapan Sawah Segar Sentul buka? Sawah Segar Sentul buka setiap SelasaâMinggu pukul 09.00-18.00 WIB saat weekdays. Saat weekend, buka pukul 08.00-18.00 WIB.
-
Bagaimana cara membuat obat sirup agar lebih mudah ditelan? Meskipun mungkin bukan pilihan rasa yang paling lezat, namun hal ini sudah menjadi kebiasaan dan yang paling penting adalah membuat obat jadi tidak lagi terlalu pahit.
-
Kapan Satgas Judol resmi dibentuk? Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online (Judol) resmi dibentuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Keppres tersebut diteken Jokowi pada Jumat (14/6).
-
Kapan kuah bakso sering disantap? Cita rasa gurih dan segar dari kuahnya ini membuat bakso sangat cocok disantap dalam cuaca apapun.
-
Kapan minyak inti sawit dipanen? Buah kelapa sawit dipanen dari tandannya saat sudah matang.
-
Kenapa Waduk Gajah Mungkur dibangun? Waduk ini dibangun pada tahun 1978 dengan maksud untuk menyediakan sumber daya air bagi irigasi, perikanan, dan energi listrik.
"Kami juga sangat menyayangkan, ini terlalu terburu-buru pemerintah mengeluarkan statemen seperti itu. Padahal, dari beberapa jenis sirop yang diuji pemerintah kan belum ada hasilnya," katanya kepada merdeka.com, Kamis (20/10).
"Nah dengan begitu terjadilah kegaduhan di kami di Pasar Pramuka nah secara otomatis orang tua yang memberikan sirop kepada anaknya kan jadi gaduh juga mereka," tambah Yoyon.
Dia meminta kepada pemerintah untuk jangan langsung mengambil imbauan yang membuat gaduh dengan langsung menyatakan tidak boleh mengonsumsi obat sirop secara gamblang.
Padahal, lanjur Yoyo, perihal imbauan itu seharusnya disampaikan langsung kepada para pabrik produksi obat maupun produsen untuk memastikan kandungan, bukan melempar kepada masyarakat.
Oleh karena belum adanya aturan yang jelas apakah dilarang atau tidak, para pedagang pun tetap melakukan transaksi jual beli obat sirup apabila ada masyarakat yang ingin membeli.
"Iya menyetop dan menarik obat-obatan itu. Praktis tidak ada kalau itu pedagang tidak dirugikan. Karena kan rata-rata barang ini ada expired nya kalau misalkan tidak ditarik segala macem kalau kita tidak boleh menjual kan bisa expired dan kita merugi," jelasnya.
Yoyo mengatakan, semenjak imbauan itu telah dikeluarkan, hari ini pihak kepolisian telah mengunjungi sejumlah pedagang di Pasar Pramuka untuk mengecek kondisi di lapangan meski belum ada dasar yang kuat.
"Jadi mereka (Polisi) juga memberi tahu kalau itu masih sebatas imbauan. Jadi mudah-mudahan kedepannya tidak secepat itu kalau mau mengeluarkan statemen yang akan membuat gaduh pedagang obat baik di Jakarta maupun Indonesia," bebernya.
Potensi Kerugian Capai Ratusan Juta
Bahkan, Yoyon menggambarkan apabila dampak kerugian dari toko nya semenjak keluar imbauan larangan konsumsi obat sirop, telah mencapai 30-40 persen penurunan pendapatan pada hari ini.
"Nah gak tau besok-besok yang jelas kalau tidak ada kejelasan ini dan tidak ada kejelasan juga pihak pemerintah untuk menghimbau dari produsen menarik barang-barangnya yang jelas bukan Rp10 juta- Rp20 juta kerugiannya, tapi itu itu bisa mencapai ratusan juta" ucapnya.
Dia menggambarkan jika tokonya bila hal itu terjadi berpotensi mengalami kerugian puluhan juta. Karena proses pembelian obat yang dilakukan secara tunai atau kredit tidak bisa di retur atau dikembalikan.
Sehingga, Yoyo menyarankan, agar imbauan ini tidak hanya dilepas ke masyarakat dan para penjual obat. Namun langsung ke pihak pabrik yang memproduksi obat apabila kedapatan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
"Iyaa betul jangan merugi, kita cukup untuk mengembalikan modal kita aja. Jadi berapa kita ambil di balikin saja modal kita. gak papa kita rugi waktu peredaran, tapi kita pedagang tidak merugi. Karena mau bagaimanapun kita tetap mendukung apapun kebijakan pemerintah," ucapnya.
Belum Ada Aduan
Padahal sepanjang ini, lanjut Yoyon, pihaknya terkhusus penjual obat farmasi di Pasar Pramuka belum ada yang mendapatkan aduan dari masyarakat atas efek samping dari konsumsi obat sirop.
"Ya sampai saat ini, belum ada malah konsumen bertanya apakah 200 orang yang terpapar karena meminum sirop begitu malah nanya ke kita," terangnya.
"Iya belum ada, yang ada malah mereka malah bertanya apakah yang terpapar itu karena minum sirop apakah karena makanan gaya hidup segala macem, malah bertanya seperti itu. Jadi itu tapi bukan kapasitas kami menjawab seperti itu, tapi memang kenyataannya seperti ini kita juga gak dapat info apakah 200 anak itu yang terpapar karena minum sirop," tambah dia.
Sedana dengan itu, Ucok pedagang toko obat merasa bingung dengan nasib obat sirop dagangannya yang telah masih memenuhi etalase toko, ketika pemerintah mengeluarkan imbauan untuk menyetop seketika konsumsi obat sirop.
Ucok mengaku hanya mengetahui imbauan larangan konsumsi obat tanpa memahami teknis secara pasti yang diinginkan pemerintah. Menyangkut imbauan atas kewaspadaan proses investigasi gangguan ginjal akut yang masih berlangsung.
"Sudah tau cuman dilarang gitu kan," ujar Ucok seorang pedagang obat saat ditemui merdeka.com di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, Kamis (20/10).
Meski ada imbauan larangan untuk para apoteker maupun nakes menjual obat sirop, tapi toko obat Ucok tetap berjualan seperti biasa menjajakan barang dagangannya sesuai dengan pesanan dari pembeli.
Tokonya yang terbilang cukup lengkap dengan berbagai macam obat, termasuk obat sirop untuk anak-anak juga terlihat di etalase toko. Salam satunya obat sirop demam anak yang terlihat masih ada di sela-sela etalase.
"Masih banyak obat sirop anak masih ada, obat buat kompres (sakit demam anak)," kata Ucok.
Namun demikian, Ucok mengaku bakal mengikuti imbauan dari pemerintah tersebut apabila diminta melarang menjual obat sirop. Namun jika pembeli tetap ingin membeli obat sirop, ia pun tak bisa berbuat banyak.
"Ya stok masih ada, tergantung orangnya kalau mau ya gimana," ujarnya.
Tak banyak yang bisa dilakukan Ucok, sebagai penjual obat adanya imbauan pemerintah atas larangan konsumsi obat sirop seharusnya dijabarkan secara rinci aturannya. Agar tidak berimbas merugikan segala pihak, salah satunya para penjual obat.
Senada dengan itu, penjual obat lain di kawasan Lubang Buaya yang enggan menyebutkan namanya mengaku bingung atas adanya imbauan dari pemerintah.
"Saya juga tau dari teman saya soal larangan itu. Bisa dibilang saya ya kalau itu sudah di larangan atau diimbau dilarang berarti saya gak bisa jual lagi terus gimana nih stok saya," ujarnya.
Terlihat beragam obat yang masih ada di rak-rak toko mulai dari obat sirop batuk, demam hingga maag terlihat masih berada di tokonya. Meski tidak banyak jumlahnya tapi ia meminta agar imbauan dari pemerintah ini harus segera diperjelas.
Karena, dia khawatir jika imbauan larangan penjualan obat sirop ini bisa berimbas dengan adanya sanksi maupun hukuman kedepannya. Terlebih, adanya imbauan ini juga pasti berdampak pada penjualan obat tokonya.
"Ya jangan main larang-larang aja, harus ada solusi. Kita jualan ini," ujarnya.
Imbauan Pemerintah
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia memberi imbauan kepada masyarakat untuk berhenti mengkonsumsi obat sirop dalam jenis apa pun. Hal ini merupakan bentuk kewaspadaan dini yang dianjurkan lantaran proses investigasi gangguan ginjal akut masih berlangsung.
Imbauan ini tidak hanya terbatas diberikan pada masyarakat saja. Pihak apotek dan fasilitas penyedia layanan kesehatan juga diminta untuk berhenti meresepkan obat sirop terutama pada anak-anak.
"Kita meminta pada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obat atau memberikan obat dalam bentuk cair atau sirop sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," ujar Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers.
"Ini diambil langkah dengan maksud dugaan-dugaan ini sedang kita teliti. Nah, untuk menyelamatkan anak-anak kita, maka diambil kebijakan untuk mengambil pembatasan ini," sambungnya.
Selain itu, Syahril juga meminta agar sementara waktu apotik tidak menjual secara bebas obat sirop di masyarakat. Pada masyarakat sendiri, konsumsi obat sirop ini juga diharap hanya dilakukan setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.
"Kementerian Kesehatan mengimbau pada seluruh masyarakat untuk sementara ini tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirop tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan," kata Syahril.
Sebagai alternatif, masyarakat diperbolehkan untuk menggunakan obat dalam bentuk lain seperti tablet, kapsul, atau suppositoria.
Syahril mengungkapkan bahwa aturan penghentian sementara untuk menjual dan mengkonsumsi obat sirop berlaku untuk semua obat. Bukan hanya parasetamol semata.
"Sesuai dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, jadi semua obat sirop atau obat cair (yang dihentikan sementara), bukan hanya parasetamol. Ini diduga bukan kandungan obatnya, tapi komponen-komponen lain," kata Syahril.
"Jadi untuk sementara ini, Kementerian Kesehatan sudah mengambil langkah untuk menyelamatkan kasus yang lebih banyak dengan penghentian sementara penggunaannya."
Instruksi terkait penghentian sementara obat sirop dikeluarkan oleh Kemenkes RI melalui surat nomor SR.01.05/III/3461/2022 perihal Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal pada Anak.
Dalam kesempatan yang sama, Syahril mengungkapkan bahwa hasil investigasi termasuk soal senyawa yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut kemungkinan akan diungkap pada minggu depan.
"Kami belum bisa mempublish karena sedang dalam penelitian, yang insyaallah minggu depan hasil penelitiannya akan kita publish," ujar Syahril.
(mdk/fik)