Geger Kas DPRD Sulsel Tekor Rp20 Miliar, Begini Pengakuan Tiga Pimpinan
Tiga pimpinan DPRD Sulawesi Selatan yakni Andi Ina Kartika Sari, Ni'matullah dan Darmawangsyah Muin, serta Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir hadir memenuhi undangan jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebagai saksi persidangan kasus suap mantan auditor BPK Sulsel.
Tiga pimpinan DPRD Sulawesi Selatan yakni Andi Ina Kartika Sari, Ni'matullah dan Darmawangsyah Muin, serta Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir hadir memenuhi undangan jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) sebagai saksi persidangan kasus suap mantan auditor BPK Sulsel. Dalam persidangan terungkap terkait kas DPRD Sulsel tahun 2019 mengalami tekor sekira Rp20 miliar.
Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari mengatakan mengenal sejumlah tim auditor BPK Sulsel untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Sulsel tahun 2019. Andi Ina mengaku mengenal terdakwa Wahid Ikhsan Wahyudin, Gilang Gumilar dan Andi Sonny.
-
Bagaimana kasus-kasus viral ini diusut polisi? Ragam Kasus Usai Viral Polisi Baru Bergerak Media sosial kerap menjadi sarana masyarakat menyuarakan kegelisahan Termasuk jika berhubungan dengan kepolisian yang tak kunjung bergerak mengusut laporan Kasus viral yang baru langsung diusut memunculkan istilah 'no viral, no justice'
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
-
Apa yang sedang viral di Makassar? Viral Masjid Dijual di Makassar, Ini Penjelasan Camat dan Imam Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Kolak apa yang viral di Mangga Besar? Baru-baru ini ramai di media sosial war kolak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebagaimana terlihat dalam video yang tayang di akun Instagram @noonarosa, warga sudah antre sejak pukul 14:00 WIB sebelum kedainya buka.
-
Apa saja kasus yang viral dan baru ditangani polisi? Ragam Kasus Usai Viral Polisi Baru Bergerak Media sosial kerap menjadi sarana masyarakat menyuarakan kegelisahan Termasuk jika berhubungan dengan kepolisian yang tak kunjung bergerak mengusut laporan Kasus viral yang baru langsung diusut memunculkan istilah 'no viral, no justice' Kasus pertama Jalan Rusak di Lampung Video Tiktok Bima Yudho Saputro membahas alasan Lampung tak maju-maju viral Menurut Bima, penyebabnya buruknya infrastruktur, pendidikan, dan mental koruptif pejabat Kasus kedua Ibu Beri Minum Kopi Kepada Bayi Video seorang ibu memberi minum kopi susu saset kepada bayi berusia 7 bulan viral Januari lalu Kasus ketiga Penganiayaan Mario Dandy Aksi Mario menganiaya David viral di Twitter Kasus ini turut menyeret ayah Mario, Rafael Alun Trisambodo, pejabat Ditjen Pajak Kasus keempat Penganiayaan Aditya Hasibuan Anak dari eks Kabag Binops Ditnarkoba Polda Sumut ini melakukan penganiayaan ke Ken Admiral AKBP Achiruddin juga dipecat secara tidak hormat dari kepolisian karena ikut terlibat Kasus kelima Koboi Jalanan Tol Tomang David Yulianto 'koboi' penodong senjata ke sopir taksi online, Hendra viral di media sosial David menggunakan mobil Mazda dengan pelat nomot dinas kepolisian palsu
-
Di mana kuburan viral itu berada? Lokasi kuburan itu berada tengah gang sempit RT.03,RW.04, Kelurahan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
"Saya tidak mengetahui seluruh tim pemeriksa BPK Sulsel yang melaksanakan pemeriksaan LKPD tahun 2019. Yang saya ketahui sebagai tim pemeriksa BPK saat itu adalah Wahid Ikhsan Wahyuddin selaku ketua, Gilang Gumilar sebagai anggota tim. Selain itu saya hanya mengetahui Wahyu Priono selaku Kepala Perwakilan BPK Sulsel dan Andi Sonny sebagai atasan Wahid Ikhsan Wahyuddin," kata dia.
Andi Ina mengaku mantan Kepala BPK Sulsel Wahyu Priyono menyampaikan pada pertemuan secara daring melalui aplikasi Zoom, terkait temuan kas DPRD Sulsel tekor sebesar Rp20 miliar lebih yang harus dikembalikan ke kas daerah.
"Saat itu Pak Wahyu menyampaian temuan kas tekor yang diakibatkan dana yang dikeluarkan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Adapun itemnya disampaikan untuk kegiatan makan minum, perjalanan dinas pimpinan dan anggota DPRD Sulsel, kegiatan reses pimpinan dan anggota DPRD, dan sosialisasi peraturan daerah," sebutnya.
Ina Kartika juga mengungkapkan temuan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa. Hanya saja, dirinya mengaku lupa nominalnya.
"Pak Wahyu menyampaikan temuan sebesar Rp20 miliar lebih tersebut harus ditindaklanjuti dan diselesaikan sebelum LHP diserahkan. Itu agar tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil pemeriksaan LKPD (opini) penyelesaian yang dimaksud adalah dengan cara dikembalikan atau disetorkan kembali ke kas daerah sebelum LHP diserahkan," tuturnya.
Politikus Partai Golkar ini menambahkan terkait temuan pengadaan barang dan jasa telah diselesaikan setelah LHP BPK diserahkan. Ina menjelaskan untuk mengembalikan kas tekor tersebut, pihaknya menggelar pertemuan dengan tiga wakil ketua yakni Darmawangsyah Muin, Ni'matullah dan Muzzayyin Arif.
"Dalam pertemuan itu bersepakat untuk menyelesaikan pengembalian uang temuan BPK tersebut dengan pembagian beban pengembalian," kata dia.
Hasil kesepakatan tersebut, Andi Ina mengaku dirinya melakukan pengembalian sebesar Rp4 miliar. Sementara Ni'matullah sebesar Rp2,5 miliar, Darmawangsyah Muin Rp6 miliar, dan Muzayyin Arif sebesar Rp5 miliar.
"Sementara sisanya sebesar Rp3 miliar dibebankan kepada Sekretaris dan Bendahara DPRD Sulsel. Pengembalian ke kas daerah dilakukan secara bertahap dari selama satu bulan, yakni Juni-Juli 2020," sebutnya.
"Pengumpulan dari rekan pimpinan lain melalui saya diserahkan ke M Jabir dan disetorkan ke rekening kas daerah," cerita dia.
Pada kesempatan tersebut, Andi Ina mengungkapkan uang Rp4 miliar didapatkan dari pinjaman seorang kontraktor bernama Petrus Yalim. Andi Ina menyebut pinjaman kepada Petrus Yalim tersebut tidak ditandai dengan surat perjanjian atau hanya lisan.
"Petrus Yalim sudah percaya dengan saya, karena antara saya dan dia ada kerja sama pengelolaan aset Pulau Dutungang di Kabupaten Barru sejak tahun 2015," sebutnya.
Andi Ina mengaku pinjaman uang sebesar Rp4 miliar tersebut dirinya sampaikan kepada Petrum Yalim saat di rumah dinasnya di Jalan Sam Ratulangi Makassar.
"Saat itu saya menyampaikan permintaan bantuan untuk meminjam uang dari dia sebesar Rp4 Milyar untuk menutupi penyelesaian temuan BPK," tuturnya.
Ia juga menjelaskan uang sebesar Rp4 miliar diterima di kantor bank negeri di Kabupaten Gowa. Uang pinjaman tersebut diambil oleh Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir.
"Selanjutnya Jabir menyetorkan uang tersebut ke kas daerah," tuturnya.
Andi Ina juga menegasan pinjaman uang tersebut tidak ada kesepakatan dan kaitan dengan proyek pengerjaan di Pemprov Sulsel dengan Petrus Yalim. Atas uang pinjaman tersebut, hingga saat ini dirinya baru membayar Rp350 juta pada pertengahan tahun 2021.
"Sedangkan sisanya sebesar Rp3,65 miliar sampai saat ini belum saya bayar," sebutnya.
Dalam persidangan, Andi Ina juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menemui secara khusus dengan mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah terkait temuan BPK soal kas tekor. Meski demikian, ia mengaku pernah bertemu di sebuah acara dengan Nurdin Abdullah.
"Saya pernah menyampaikan kepada Pak Nurdin Abdullah akan berusaha untuk menyelesaikan temuan BPK. Saat itu Pak Nurdin bilang 'oh iya Bu Ketua'," kata dia.
Andi Ina juga mengungkapkan temuan kas tekor tersebut tidak pernah dibahas dengan anggota DPRD periode sebelumnya. Ia menyebut terkait hal tersebut dirinya hanya membahas dengan tiga wakil ketua DPRD Sulsel yakni N'matullah, Muzayyin Arif, dan Darmawangsyah Muin.
Sementara Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni'matullah dalam berita acara pemeriksaan (BAP) mengaku mengetahui adanya temuan BPK hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Sulsel Tahun 2019. Ni'matullah menyebut temuan tersebut bisa mempengaruhi opini pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.
"Saya mengetahui adanya temuan BPK pada pemeriksaan LKPD tahun 2019. Temuan indikasi kerugian signifikan yang dapat mempengaruhi opini atas LKPD Pemrov Sulsel," ujarnya.
Ketua Demokrat Sulsel ini mengatakan temuan BPK untuk Sekretariat DPRD Sulsel yakni terjadinya kas tekor sekira Rp19,6 miliar. Selain kas tekor, juga ditemukan belanja fiktif Sekretariat DPRD Sulsel senilai Rp8 miliar.
"Temuan belanja insentif di Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) senilai sekitar Rp7 sampai Rp9 miliar. Temuan di Dinas Bina Marga (Dinas PUTR) yang saya tidak ingat berapa nilainya, namun cukup besar juga," kata dia.
Ulla sapaan akrabnya mengaku temuan BPK di Bapenda dan Dinas PUTR Sulsel sudah diselesaikan. Meski demikian, dirinya tidak mengetahui cara penyelesaian temuan tersebut.
"Sehingga tinggal menyisakan temuan di Sekretariat DPRD Sulsel yang masih perlu diselesaikan," lanjut dia.
Ulla memaparkan temuan kas tekor sebesar Rp19,6 miliar terdiri dari kurang setor pajak senilai sekitar Rp3,1 miliar. Kekurangan tersebut, akibat pajak kegiatan anggota DPRD yang tidak disetorkan atau tidak dicatat.
"Kesalahan ini menjadi tanggung jawab Sekwan dan Bendahara Pengeluaran yang bertugas melaksanakan tugas tersebut. Tekor kas akibat kesalahan pembukuan terkait kegiatan dewan, seperti reses perjadin (perjalan dinas), sosialisasi, dan makan minum sebesar Rp16,5 miliar. Kesalahan ini menjadi tanggung jawab Sekwan dan Bendahara Pengeluaran yang bertugas melaksanakan tugas tersebut, dan juga ada tanggung jawab anggota DPRD yang mungkin terlambat atau tidak memposting bukti pengeluarannya ke Bendahara Pengeluaran," bebernya.
Selain itu, Ulla juga menyebut adanya temuan belanja fiktif di Sekretariat DPRD Sulsel senilai sekitar Rp8 miliar. Ia mengaku tidak paham terkait temuan tersebut.
"Temuan ini saya kurang memahami persoalannya," sebutnya.
Terkait temuan tersebut, Ulla mengaku auditor BPK Sulsel yakni terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin pada Mei 2020 pernah mengundang Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir dan pimpinan DPRD untuk datagg ke Kantor Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel.
"Undangan ke Kantor BKAD dalam rangka melakukan konfirmasi atau klarifikasi terkait daftar temuan sementara yang sudah dibuat oleh tim pemeriksa BPK. Pada saat itu tim pemeriksa BPK memang meminjam kantor BKAD untuk digunakan atau basecamp tim pemeriksa yang sedang melakukan pemeriksaan," kata dia.
Ulla menyebut pada saat itu dirinya bersama Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika, dan Sekretaris DPRD Sulsel M Jabir datang ke Kantor BKAD Sulsel dan bertemu dengan terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin dan seorang perempuan yng merupakan tim pemeriksa.
"Saat itu Pak Wahid Ikhsan Wahyuddin menyampaikan bahwa DPRD Sulsel telah menggunakan dana reses terakhir (Mei 2019) yang seharusnya tidak boleh digunakan pada tahun itu. Selain itu, pada reses di bulan Mei 2019 juga terdapat pengeluaran dana ganda karena adanya anggota DPRD yang melakukan reses di luar jadwal waktu reses yang sudah ditentukan sebelumnya," bebernya.
Ullah juga menjelaskan terkait kas tekor di Sekretariat DPRD Sulsel yang menjadi temuan BPK Sulsel sebesar Rp19,6 miliar. Ia mengungkapkan pada saat itu, M Jabir menjelaskan terkait kekurangan setor pajak senilai sekitar Rp3,1 miliar.
"Waktu itu yang memberikan klarifikasi adalah Jabir selaku Sekwan. Namun saya tidak terlalu memperhatikan sehingga lupa apa penjelasannya terkait kurang setor pajak itu. Sementara terkait tekor kas akibat kesalahan pembukuan terkait kegiatan dewan, seperti reses, perjadin, sosialisi, dan makan minum sebesar Rp16,5 miliar, saya menjelaskan secara langsung ke auditor BPK," sebutnya.
Ni'matullah juga mengungkapkan sempat terjadi ketegangan dengan Wahid Ikhsan Wahyuddin. Bahkan, Ulla menyebut Wahid Ikhsan Wahyuddin sempat menyampaikan kalimat ancaman.
"Dia menyampaikan 'saya ini sudah penjarakan banyak anggota DPRD', lalu saya jawab 'ya, silakan'. Intinya dalam pertemuan tersebut alasan yang kami berikan tidak dapat diterima Tim Pemeriksa BPK, dan akhirnya tidak ada perubahan atas draf temuan dari tim pemeriksa BPK tersebut," kata dia.
Ulla juga mengungkapkan untuk menutupi temuan kas tekor tersebut, hanya mampu menalangi sebesar Rp2,5 miliar. Ulla juga mengungkapkan uang Rp2,5 miliar tersebut berasal dari kantong pribadinya dan juga kas Partai Demokrat Sulsel.
"Sumbernya dari uang pribadi saya sebesar sekitar Rp1,8 miliar dan dari uang kas partai Demokrat yang ada di brankas sebesar Rp700 juta. Brankas tersebut terletak di sekretariat DPP Demokrat," ucapnya.
JPU KPK, Johan Dwi Juniato mengatakan dalam persidangan kali ini pihaknya seharusnya menghadirkan lima orang saksi yakni Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari, tiga Wakil Ketua DPRD Sulsel yakni Darmawangsyah Muin, Ni'matullah, dan Muzayyin Arif serta Sekretaris DPRD Sulsel, M Jabir. Tetapi, Wakil Ketua DPRD Sulsel, Muzayyin Arif tidak hadir karena sedang menjalankan ibadah umrah.
"Yang tidak hadir Muzayyin karena lagi umrah. Di persidangan tadi terungkap untuk menutupi Rp20 miliar karena tekor ke DPRD sehingga mereka ini saling berbagi mengumpulkan dana," tuturnya.
Johan menyebut dari kesaksian empat saksi tersebut, terungkp upaya pemerintah untuk mengamankan opini BPK agar tidak Wajar dengan Pengecualian (WDP).
"Temuan-temuan ini ada upaya dari pemerintah untuk mengamankan dari BPK," sebutnya.
Johan mengaku item temuan BPK soal kas tekor Rp20 miliar diantaranya soal perjalanan dinas, pengeluaran yang tidak ada laporan pertanggungjawaban.
"Makanya tadi sudah dijelaskan oleh saksi. Terus ada yang dibuat ganda, seolah-olah rekanan, padahal di situ tidak ada," ucapnya.
(mdk/cob)