Geledah PT VSI tanpa izin pengadilan, Kejagung tak hormati hukum
Kejagung diminta izin ketua pengadilan sebelum menggeledah PT VSI.
Kejaksaan Agung terus mengusut dugaan korupsi cessie BPPN tahun 2003 lalu. Kejaksaan Agung kembali menggeledah kantor PT Victoria Sekuritas Indonesia (VSI) pada Jumat (9/10) lalu. Padahal, putusan praperadilan menyatakan Kejagung telah melanggar aturan dalam menggeledah PT VSI.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Mudzakkir mengatakan, seharusnya tim jaksa dari Kejaksaan Agung tak mengulang kesalahan dua kali dalam melakukan penindakan termasuk penggeledahan, terhadap kantor PT Victoria Sekuritas Indonesia.
"Itu tidak boleh, kan jelas dalam kekalahan praperadilan itu. Semestinya Kejagung minta kembali surat dari pengadilan," ujar Mudzakkir ketika dihubungi, Senin (19/10).
Atas dasar apapun, lanjut dia, Kejagung harus meminta kembali surat dari pengadilan. Hal itu dimaksudkan agar tidak menambrak ketentuan hukum yang sudah berlaku. "Atas dasar apapun tidak bisa dibenarkan, itu namanya pelanggaran hukum, karena menabrak ketentuan hukum," imbuhnya.
Dia pun berharap, jaksa dari Kejagung yeng melakukan penggeledahan itu harus ditegur secara tegas. Karena bagaimana pun, apa yang dilakukan tim dari Kejagung itu telah melakukan kesalahan secara institusi.
"Itu harus ditegur, karena bagaimana pun dia (jaksa Kejagung) tak menghormati hukum, padahal dia penegak hukum," ujar dia.
Pihak Kejagung sebelumnya melakukan serangkaian penggeledahan yang tak didasari surat dari pengadilan. Bahkan, penggeledahan itu salah alamat. Kemudian, pihak VSI pun melayangkan gugatan praperadilan atas tindakan arogan Kejagung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
PT VSI pun memenangkan gugatan praperadilan itu, dan penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung tidak sah. Dalam amar putusan itu disebutkan, penggeledahan yang dilakukan Kejagung harus disertai dengan izin Ketua Pengadilan setempat.
Namun Kejagung belakangan kembali melakukan seraingkaian penggeledahan di kantor VSI pada tanggal 9 Oktober 2015. Penggeledahan yang dilakukan pihak Kejagung itu pun sama seperti penggeledahan pada tanggal 12-13-14 dan 18 Agustus 2015, tidak disertai dengan surat dari Pengadilan.