Golkar Tekankan Pentingnya Penyelesaian Masalah Lingkungan Hidup
Golkar Institute konsisten mengangkat isu lingkungan hidup dan keberlanjutan sebagai salah satu topik yang harus menjadi perhatian pemimpin politik muda.
Golkar Institute merilis hasil survei nasional yang menyoroti respon publik terhadap isu lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Survei ini mengungkapkan bahwa isu lingkungan hidup semakin menjadi perhatian mendesak bagi masyarakat Indonesia.
Hasil survei nasional ini diluncurkan dalam acara dialog publik, yang merupakan bagian dari pelatihan Executive Education Program for Young Political Leaders (YPL) angkatan ke-17 di Kelas Golkar Institute, DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (2/12).
- Riwayat Panjang Airlangga di Golkar dan Jejak Politiknya Sejak Muda
- Saksi Golkar Hilang Jelang Sidang Gugatan Sengketa Hasil Pileg 2024 di MK, Begini Kronologinya
- Golkar Dinilai Punya Peran Strategis di Pemerintahan Prabowo-Gibran
- Politisi Golkar Minta Senior di Partai Tak Main Isu Percepatan Munas Gembosi Airlangga
Ketua Golkar Institute yang juga Gubernur Lemhannas RI, Ace Hasan Syadzily menyatakan, sejak berdirinya pada 2020, Golkar Institute sangat memperhatikan isu lingkungan hidup. Terlebih era kepemimpinan Prabowo Subianto isu lingkungan juga menjadi perhatian khusus.
"Pada era kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup menjadi kementerian terpisah (regenerasi), sehingga ini telah menjadi perhatian khusus, efisiensi dan fokus pelaksanaan tugas untuk pembangunan berkelanjutan dan menjadi elemen kunci untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Golkar Institute percaya bahwa generasi muda harus memimpin perubahan ini," kata Ace.
Ace menegaskan, Golkar Institute konsisten mengangkat isu lingkungan hidup dan keberlanjutan sebagai salah satu topik yang harus menjadi perhatian pemimpin politik muda.
"Survei ini diharapkan berguna bagi pihak yang ingin mengangkat isu lingkungan hidup. Bagi partai politik atau politisi, survei ini dapat membantu mengidentifikasi elemen masyarakat yang sudah memiliki ketertarikan maupun terpapar pada masalah lingkungan hidup," ucapnya.
"Sementara bagi pegiat lingkungan hidup, hasil survei ini dapat membantu mengidentifikasi segmen masyarakat yang masih perlu diedukasi, agar semakin banyak pihak yang memperkuat kepeduliannya pada masalah ini,” tambahnya.
Selanjutnya, dalam pemaparan hasil survei, Faculty Chair Golkar Institute menyoroti tingkat gangguan yang dirasakan masyarakat terkait isu lingkungan hidup.
"Sebanyak 30,6 persen responden menyatakan bahwa masalah )ingkungan hidup sangat mengganggu atau cukup mengganggu kehidupan mereka. Selain itu, 18,1 persen responden melaporkan sering atau sangat sering merasakan dampak langsung dari masalah lingkungan hidup," ungkap Mulya.
Golkar Institute juga menanyakan lebih dalam mengenai masalah utama yang dihadapi masyarakat Indonesia terkait isu lingkungan hidup. Pada masalah ketersediaan air bersih, 41,8% responden melaporkan terkadang hingga sangat sering mengalami masalah ini dan 27,8% mengatakan masalah ini cukup dan sangat mengganggu.
Pada masalah pencemaran udara, sebanyak 44% responden melaporkan pernah mengalami pencemaran udara, dan 43,7% menyatakan merasa terganggu. Sementara itu, 62,5% responden mengaku terkadang hingga sangat sering mengalami masalah lingkungan yang kotor, dengan 35,7% merasa cukup dan sangat terganggu oleh kondisi ini.
Masalah pemanasan global juga menjadi perhatian serius. Sebanyak 52,8% responden cukup dan sering mengalami dampak langsung dari kenaikan suhu bumi, dengan 49,1% menyatakan bahwa fenomena ini cukup hingga sangat mengganggu.
Kemudian, sebanyak 74,9% responden pernah mendengar istilah pemanasan global, namun hanya 19,4% yang mengaku sangat memahami dampak dan akar permasalahan ini.
Sebaliknya, istilah seperti energi terbarukan hanya dipahami oleh 6,3% responden, mengindikasikan perlunya edukasi lebih lanjut.
Upaya pemerintah dalam menangani masalah lingkungan dianggap masih kurang oleh sebagian besar masyarakat. Sebanyak 32,9% responden merasa bahwa upaya pemerintah dalam menangani masalah lingkungan masih kurang, sementara 33,0% menganggap permasalahan ini tidak cukup menjadi perhatian serius.
Hal ini menunjukkan adanya harapan yang tinggi terhadap kebijakan yang lebih tegas dalam mengatasi pencemaran, pengelolaan sampah, dan penyediaan air bersih.
Head of Executive Board Koalisi Ekonomi Membumi, Gita Syahrani memberikan apresiasi terhadap survei ini. Ia menyoroti perlunya pendekatan komunikasi yang sederhana namun efektif untuk menjangkau masyarakat luas.
“Survei ini menggantikan istilah teknis seperti Global Warming dengan istilah ‘suhu panas bumi yang semakin tinggi,’ yang lebih relevan dan mudah dipahami oleh masyarakat luas. Ini adalah langkah penting dan menjadi insights baru untuk saya pribadi dalam memastikan komunikasi tentang isu lingkungan menjadi inklusif dan efektif,” ujar Gita.
Sementara itu, Ketua dan Direktur Mandala Katalika (Manka) Juliarta Ottay menyoroti perlunya kebijakan yang inovatif dalam menangani sampah, terutama plastik.
Dia berkata, penerapan pajak tambahan bagi produsen yang menggunakan plastik sulit terurai adalah salah satu langkah strategis. Semakin sulit plastik tersebut terurai, maka semakin tinggi pajaknya.
"Langkah ini akan mendorong produsen untuk lebih bertanggung jawab dan memilih material yang lebih ramah lingkungan," ujar Juliarta.
Selain isu lingkungan hidup, survei ini juga mencatat kondisi kesehatan psikologis masyarakat. Sebanyak 58,5% responden menyatakan tidak pernah mengalami kesedihan atau putus asa dalam dua minggu terakhir, namun 34,9% mengaku terkadang merasa sedih, dan 6,2% sering mengalaminya. Dalam hal kecemasan, 46,3% responden sesekali merasa cemas, sementara 12,1% sering mengalami kecemasan.
Golkar Institute berharap hasil survei ini dapat menjadi panduan strategis bagi berbagai pihak untuk menciptakan kebijakan yang inklusif dan berorientasi pada keberlanjutan.