Guru Besar IPB Nilai Pemerintah Perlu Segera Selesaikan Persoalan Klaim Kawasan Hutan
Guru Besar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof Budi Mulyanto menuturkan bertele-telenya penyelesaian klaim kawasan hutan dan tata batas selalu dijadikan isu utama kampanye hitam untuk menyudutkan sawit Indonesia.
Guru Besar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof Budi Mulyanto menuturkan bertele-telenya penyelesaian klaim kawasan hutan dan tata batas selalu dijadikan isu utama kampanye hitam untuk menyudutkan sawit Indonesia.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah perlu segera menyelesaikan persoalan klaim kawasan hutan, serta mempertegas batas-batasnya melalui penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Di mana letak Desa Adat Sijunjung? Perkampungan ini terletak di Jorong Padang Ranah dan Tanah Bato, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat.
-
Kapan Hari Lebah Sedunia diperingati? Setiap tahun pada tanggal 20 Mei, dunia merayakan Hari Lebah Sedunia, sebuah peringatan yang mengingatkan kita semua tentang makhluk kecil yang memiliki peran besar dalam kelangsungan hidup planet kita.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kenapa hutan awan begitu penting? Dari perspektif keanekaragaman hayati, hutan air memiliki peran penting karena menjadi habitat bagi berbagai tumbuhan dan hewan yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia, fenomena yang dikenal sebagai endemisme.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
"Sebagian besar kampanye hitam global terhadap sawit selalu dikaitkan dengan persoalan lahan. Seolah-olah semua lahan perkebunan sawit ada dalam kawasan hutan. Padahal masalah utamanya adalah klaim kawasan yang belum jelas serta penyelesaian tata batas yang belum tuntas," kata Budi, Jakarta, Senin (22/2). Dikutip dari Antara.
Dia memperkirakan dari luasan kawasan hutan 120 juta hektare, areal yang telah selesai ditatabatas (temu gelang) kurang dari 10 persen.
"Lambannya penyelesaian tata ini inilah yang memicu konflik tenurial antara pihak yang punya berkepentingan dengan kawasan hutan, serta menjadi sumber utama kampanye hitam sawit global," ujarnya.
Budi Mulyanto yang juga Ketua Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) itu mengingatkan dasar dari penetapan kawasan hutan adalah pengukuhan, dan bukan penunjukan seperti selama ini diterapkan.
"Konsep penunjukan yang selama ini diberlakukan, punya persoalan, yakni terlihat legal tapi tidak legitimat atau sederhananya, legal tapi punya pengakuan yang rendah dari masyarakat," katanya dalam diskusi online #LetsTalkAboutPalmOil.
Menurut dia, tata batas adalah proses hukum dan bukan proses teknis oleh karena itu batas harus ditentukan dan disepakati oleh pihak-pihak yang berbatasan dengan menerapkan azas contradictiore delimitatie.
Persoalan tata batas yang tidak tuntas, lanjutnya, karena dalam praktiknya terdapat dualisme kebijakan pertanahan di Indonesia.
Di dalam kawasan hutan legalitas pemanfaatan tanah ada melalui izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedangkan di luar kawasan hutan atau yang disebut dengan Area Peruntukan Lain (APL) administrasi dan penguasaan tanah menjadi kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Fakta ini berimplikasi pada munculnya berbagai aturan dan regulasi bidang pertanahan di dalam dan luar kawasan hutan, termasuk masalah kepastian hukum pengakuan penguasaan tanah oleh masyarakat, khususnya masyarakat adat yang telah lama bermukim di wilayah tersebut.
Padahal, sejak zaman belanda sudah ada pengakuan atas hak-hak pribumi, namanya Indonesisch bezitsrecht, tambahnya, artinya adalah bahwa hak atas tanah masyarakat pada zaman penjajahan diakui sebagai bagian dari hak azasi manusia.
Budi juga menyarankan ke depan perlu ada satu lembaga yang diberi otoritas untuk mengatur pemanfaatan tanah, bentuknya bisa lembaga, kementerian atau Kemenko dengan otoritas penuh dari Presiden.
Menurut dia, idealnya penyelesaian tata ruang dan batas kawasan hutan dilakukan dengan terlebih dulu mengeluarkan semua tanah yang telah memiliki legalitas.
Hal ini karena hak atas tanah pada prinsipnya adalah bersifat final, dan dalam prosesnya telah mengikuti ketentuan perundangan yang sudah ada dan pastinya melibatkan instansi pemerintahan terkait.
Kebijakan ini, tambahnya, perlu disepakati sebagai bentuk saling menghormati antara institusi pemerintahan dan masyarakat. "Selama ini, ego sektoral antara institusi pemerintahan mendominasi dan kerap menempatkan masyarakat termasuk pelaku usaha sebagai obyek kesalahan. Ke depan hal seperti ini harus dihindari," katanya.
Baca juga:
Remaja Ini Berani 24 Jam Sendirian di Hutan Kalimantan, Ini Sosoknya
Saat Kabut Tebal Disertai Hujan Deras, Mobil Angkut 7 Penumpang Tersesat di Hutan
LSM: Puncak Penebangan Hutan Papua Terjadi di Era Presiden Jokowi
KLHK Ungkap Izin Pakai Kawasan Hutan di Kalimantan Selatan Seluas 56,243 Hektar
6 Jenis Hutan di Indonesia Beserta Ciri-cirinya
KLHK: Sejak 1990-2019, Luas Hutan Alam di Kalimantan Selatan Turun 62,8 Persen