20 Juta Hektare Hutan Dibabat untuk Ketahanan Pangan Perparah Perubahan Iklim, ini Solusi Alternatifnya
Pemerintah berencana membuka lahan hutan seluas 20 juta hektare atau yang diperkirakan dua kali lebih luas Pulau Jawa.
Pemerintah berencana membuka lahan hutan seluas 20 juta hektare atau yang diperkirakan dua kali lebih luas Pulau Jawa. Lahan ini rencananya akan dimanfaatkan untuk sumber ketahanan pangan, energi, dan air.
Namun rencana ini menimbulkan polemik di masyarakat. Sebab, deforestasi bakal semakin memperparah terjadinya perubahan iklim.
Ketua Umum PB PMII, M Shofiyulloh Cokro menilai, langkah pemerintah untuk memperkuat ketahanan pangan akan memberikan keuntungan ekonomi bagi negara dan mengurangi ketergantungan pada impor pangan. Namun, dibukanya lahan 20 juta hektare untuk ketahanan pangan dan energi justru bisa menambah kasus deforestasi, yang berdampak buruk bagi lingkungan dan krisis iklim.
Pihaknya pun mendorong agar pemerintah mengkaji lebih lanjut dan membuka ruang diskusi untuk merumuskan solusi alternatif.
"Pemerintah seharusnya mengkaji lebih mendalam proyek pembukaan 20 juta hektare hutan untuk food estate dan energi. Dampak deforestasi yang besar bisa merusak kekayaan alam, merugikan masyarakat, dan memperburuk krisis iklim yang tidak terkendali. Kami telah melakukan kajian internal untuk menyikapi proyek ini," katanya dikutip Selasa (7/1/2025).
Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan PB PMII pun menawarkan alternatif. Salah satunya adalah pemanfaatan lahan tidur dan lahan marginal.
Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN), pada 2019 terdapat 20,5 juta hektare lahan tidur yang belum produktif. Sementara itu, Balitbang Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2015 mencatat bahwa luas lahan marginal mencapai lebih dari 157 juta hektare.
"Lahan tidur dan marginal ini jelas merupakan kerugian besar jika terus dibiarkan tidak dimanfaatkan," ujarnya.
Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan PB PMII Awal Madani Malla menambahkan, pembukaan 20 juta hektare hutan akan melepaskan emisi dalam jumlah besar yang berpotensi mengakibatkan bencana ekologis.
"PB PMII siap membuka ruang diskusi dengan pemerintah untuk membahas langkah-langkah strategis yang lebih bijak," katanya.
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengungkap rencana besar pemerintah untuk memanfaatkan lahan hutan cadangan sebagai sumber ketahanan pangan, energi, dan air. Usai rapat terbatas, Raja Juli mengatakan bahwa konsep baru ini akan jadi dukungan langsung bagi program Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Kami sudah mengidentifikasi 20 juta hektare hutan yang bisa dimanfaatkan untuk cadangan pangan, energi, dan air," kata pada Senin, 30 Desember 2024, seperti dikutip dari Antara.
Dalam pembicaraan informal bersama Presiden Prabowo Subianto, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ia menyebut bahwa salah satu fokus utama adalah budidaya padi gogo, yakni padi yang dapat tumbuh di lahan kering. Menhut memperkirakan potensi sekitar 1,1 juta hektare lahan yang bisa menghasilkan sampai 3,5 juta ton beras per tahun.
Jumlah ini setara total impor beras Indonesia pada 2023. Di samping itu, pemerintah berencana menanam pohon aren sebagai sumber bioetanol. "Satu hektare aren mampu menghasilkan 24 ribu kiloliter bioetanol. Jika kita menanam 1,5 juta hektare aren, kita bisa menghasilkan 24 juta kiloliter bioetanol, yang dapat menggantikan impor BBM sebesar 26 juta kiloliter," katanya.
Raja mengatakan, konsep ini akan mendukung ketahanan pangan nasional dengan memperluas food estate hingga ke tingkat desa. "Ini bukan hanya food estate besar, tapi juga lumbung pangan kecil di kabupaten, kecamatan, bahkan desa," ungkapnya.
Meski tugas utama swasembada pangan dan energi tetap berada di Kementerian Pertanian dan ESDM, Kementerian Kehutanan akan berperan sebagai penyedia lahan untuk program ini. Di saat bersamaan, Presiden Prabowo juga memerintahkan jajaran menterinya menyetop impor beras, garam, gula konsumsi, dan jagung pada 2025.
"Alhamdulillah, tadi dalam ratas (rapat terbatas) yang pertama, kita sudah memutuskan, tidak impor beras, Pak Mentan ya, tahun depan, tidak (impor). Tidak impor beras, kemudian jagung, gula untuk konsumsi, dan garam," beber Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, di Istana Negara, Jakarta, Senin sore, 30 Desember 2024, lapor kanal News Liputan6.com.