Ini Isi TAP MPR soal Soeharto yang Dicabut
Alasan pencabutan TAP MPR dikarenakan proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Nama Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, dicabut dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Hal itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) ketika pemimpin sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024. Menurutnya, usulan penghapusan itu diinisiasi Fraksi Partai Golkar lewat surat yang dikirim pada 18 September 2024.
“Surat dari Fraksi Partai Golkar, tanggal 18 September 2024, perihal kedudukan Pasal 4 TAP MPR Nomor 11/MPR 1998,” kata Bamsoet dalam sidang akhir masa jabatan MPR, Rabu (25/9/2024).
Bamsoet menjelaskan, secara yuridis TAP MPR tersebut masih berlaku. Namun alasan pencabutan TAP MPR dikarenakan proses hukum terhadap Soeharto telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.
"MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di mana status hukum TAP MPR nomor 11 tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR nomor 1/R 2003," katanya.
Isi TAP MPR Nomor 11/MPR 1998
Adapun isi TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 ini membahas tentang Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Isi TAP ini terdiri dari enam pasal. Di mana dalam Pasal 1 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 disebutkan bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi negara sehingga dalam fungsinya harus sejalan dengan Undang-Undang 1945.
“Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Kepresidenan dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945,” demikian bunyi pada Pasal 1 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998.
Secara garis besar, isi TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 menjelaskan tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin negara, atau mereka menjabat dalam lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif menjalankan fungsi dan tugasnya secara bersih dan jujur dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Hal tersebut sejalan dengan bunyi Pasal 3 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998, yakni : “Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat,”.
Sementara itu, isi TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 mengenai Soeharto yang resmi dicabut oleh MPR sendiri tertuang dalam Pasal 4 yang mengamanatkan pemberantasan KKN bagi pejabat negara dan secara eksplisit menuliskan nama Soeharto.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia,” demikian bunyi Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998.
Reporter Magang : Maria Hermina Kristin