Ini poin penting 5 bab baru dalam UU terorisme
Ini poin penting 5 bab baru dalam UU terorisme. "Adanya perubahan esensi dari UU Nomor 15 tahun 2003, RUU saat ini mengatur hal secara komperhensif, tidak hanya bicara soal pemberantasan, tapi juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan."
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mensahkan Rancangan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang. Ketua DPR Bambang Soesatyo menyebut ada 5 bab baru dalam UU Terorisme ini yang membedakan dengan UU sebelumnya.
"Setidaknya ada 5 hal baru yang sudah kita jelaskan," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan UTBK dilakukan? Setiap pelajar yang yang mendaftar jalur SNBT harus mengikuti UTBK untuk menentukan lolos atau tidak di PTN pilihannya.
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Bagaimana prajurit Mataram akhirnya berjualan di Jakarta? Meskipun kalah perang, para prajurit yang kalah justru mulai berjualan di Jakarta dengan dua menu yaitu telur asin dan orek tempe.
-
Di mana UNU Yogyakarta dibangun? Kampus UNU berdiri di lahan 7.478 meter persegi, dan mampu menampung 3.774 mahasiswa dan 151 dosen.
Bamsoet mengimbau pemerintah dan aparat penegak hukum menjalankan amanat UU ini dengan baik dan bertanggungjawab. Dia juga meminta semua pihak tak menyalahkan DPR atas berlarutnya pembahasan UU terorisme ini.
"Sekarang kita mengimbau pemerintah untuk melaksanakan amanat UU ini sebaik-baiknya sesuai kebutuhan yang sudah kita putuskan bersama," ungkapnya.
Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafi'i dalam laporannya memaparkan 5 bab baru tersebut yakni bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan dan peran TNI.
"Adanya perubahan esensi dari UU Nomor 15 tahun 2003, RUU saat ini mengatur hal secara komperhensif, tidak hanya bicara soal pemberantasan, tapi juga aspek pencegahan, penanggulangan, pemulihan, kelembagaan dan pengawasan," ujarnya.
Selain bab baru, revisi UU ini juga terdapat penambahan banyak substansi pengaturan dalam RUU tentang Tindak Pidana Terorisme untuk menguatkan pengaturan yang telah ada dalam UU 15/2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu sebagai berikut:
A. Kriminalisasi baru terhadap berbagai rumus baru tindak pidana terorisme seperti jenis bahan peledak, mengikuti pelatihan militer atau paramiliter atau latihan lain baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme.
B. Pemberatan sanksi terhadap pelaku tindak pidana terorisme baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.
C. Perluasan sanksi pidana terhadap korporasi yang dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang-orang yang mengarahkan kegiatan korporasi.
D. Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu.
E. Keputusan terhadap hukum acara pidana seperti penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum serta penelitian berkas perkara tindak pidana terorisme oleh penuntut umum.
F. Perlindungan korban tindak pidana sebagai bentuk tanggung jawab negara.
G. Pencegahan tindak pidana terorisme dilaksanakan oleh instansi terkait seusai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan BNPT.
H. Kelembagaan BNPT dan pengawasannya serta peran TNI.
Selain itu, terdapat rumusan fundamental yang strategis dari hasil masukan berbagai anggota Pansus bersama Panja pemerintah:
A. Adanya definisi terorisme agar lingkup kejahatan terorisme dapat diidentifikasi secara jelas sehingga tindak pidana terorisme tidak diidentikkan dengan hal-hal sensitif berupa sentimen terhadap kelompok atau golongan tertentu tapi pada aspek perbuatan kejahatannya.
B. Menghapus sanksi pidana pencabutan status kewarganegaraan. Hal ini dikarenakan sesuai universal declaration of human right 1948 adalah hak bagi setiap orang atas kewarganegaraan dan tidak seorang pun dapat dicabut kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau ditolak haknya untuk mengubah kewarganegaraannya.
C. Menghapus pasal yang dikenal oleh masyarakat sebagai pasal Guantanamo yang menempatkan seseorang sebagai terduga terorisme di tempat atau lokasi tertentu yang tidak dapat diketahui oleh publik.
D. Menambahkan ketentuan mengenai perlindungan korban tindak pidana terorisme secara komprehensif mulai dari definisi korban, ruang lingkup korban, pemberian hak hak korban yang semula di UU 15/2003 hanya mengatur kompensasi dan restitusi saja. Kini dalam UU Tindak Pidana Terorisme yang baru telah mengatur pemberian hak berupa bantuan medis rehabilitasi psikologis, rehabilitasi psikososial, santunan bagi korban yang meninggal dunia, pemberian restitusi dan pemberian kompensasi.
E. Mengatur pemberian hak bagi korban yang mengalami penderitaan sebelum RUU Tindak Pidana Terorisme ini disahkan. Artinya bagi para korban sejak bom Bali pertama sampai Bom Thamrin.
F. Menambahkan ketentuan pencegahan. Dalam konteks ini, pencegahan terdiri dari kesiapsiagaan nasional kontraradikalisasi dan deradikalisasi.
G. Memasukkan ketentuan bahwa korban terorisme adalah tanggung jawab negara.
H. Melakukan penguatan kelembagaan terhadap BNPT dengan memasukkan tugas, fungsi, dan kewenangan BNPT.
I. Menambah ketentuan mengenai pengawasan.
J. Menambah ketentuan pelibatan TNI yang dalam hal pelaksanaannya akan diatur dalam peraturan presiden dalam jangka waktu pembentukannya maksimal 1 tahun setelah UU ini disahkan.
K. Mengubah ketentuan kejahatan politik dalam pasal 5, di mana mengatur bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari kejahatan politik yang tidak dapat diekstradisi. Hal ini sesuai ketentuan UU 5/2006 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman Oleh Teroris.
L. Menambah pasal yang memberikan sanksi terhadap aparat negara yang melakukan abuse of power.
Baca juga:
UU Terorisme, WNI ikut latihan atau perang di luar negeri bisa dipenjara 15 tahun
DPR ketok palu sahkan revisi UU terorisme
UU Terorisme disahkan, aparat keamanan diminta bertanggungjawab
DPR sahkan revisi UU Terorisme menjadi Undang-Undang
Pemerintah diminta keluarkan PP UU Terorisme maksimal 100 hari usai disahkan