Kapolri Paparkan Mekanisme People Power atau Akan Dianggap Makar
Kapolri Paparkan Mekanisme People Power atau akan Dianggap Makar. Kalau ada provokasi dilakukan makar itu ada aturan sendiri UU Nomor 46 Pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengingatkan bahwa people power atau unjuk rasa dalam skala besar ada mekanismenya. Jika ajakan people power tak sesuai dengan mekanisme yang berlaku, maka dapat dianggap makar.
Demikian dipaparkan Kapolri saat menghadiri rapat dengan Komite I DPD RI, di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5). Tito menjelaskan, jika ada klaim kecurangan dalam Pemilu 2019 dan disikapi dengan sejumlah aksi, aksi tersebut diperbolehkan sepanjang sesuai dengan UU tahun 1998 yang mengatur kebebasan berekspresi.
-
Kenapa Ari Dono Sukmanto menjadi Kapolri? Saat itu Ari yang berkedudukan sebagai Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Wakapolri naik menjadi Kapolri sebagai pelaksana tugas.
-
Kapan Ari Dono Sukmanto menjabat sebagai Kapolri? Dia menjabat antara 23 Oktober 2019 hingga 1 November 2019 alias 1 pekan 2 hari.
-
Kapan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir? Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada 7 Januari 1905, di Cepu, Jawa Tengah.
-
Di mana Kapolri meninjau kesiapan mudik Lebaran? Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meninjau kesiapan mudik Lebaran di Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis (4/4).
-
Kapan Arca Totok Kerot ditemukan? Pada tahun 1981, penduduk melaporkan adanya benda besar dalam gundukan di tengah sawah. Gundukan tersebut digali hingga terlihat sebuah arca. Penggalian hanya dilakukan setengah badan saja yaitu pada bagian atas arca.
-
Kapan Monumen Ari-Ari Kartini didirikan? Didirikan pada tahun 1979, monumen ini memiliki bentuk menyerupai bunga teratai yang bermakna kelahiran. Kuncup kedua bunga Teratai itu berjumlah 21 mewakili tanggal lahir Kartini. Selain itu ada juga empat buah lampu menunjukkan bulan April dan 18 kuncup paling bawah yang menunjukkan tahun 1800.
UU ini juga mengadopsi ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) dimana diatur ada empat pembatasan yaitu tidak mengganggu ketertiban publik, tidak mengganggu hak asasi, etika dan tidak boleh mengancam keamanan nasional.
Dalam UU, pembatasan ini diterjemahkan dalam Pasal 6 dimana setiap aksi tidak boleh mengganggu HAM, mengganggu publik, mengindahkan etika moral, persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kalau melanggar poin Pasal 6 maka itu akan dapat dibubarkan. Itu diatur dalam Pasal 15. Pelanggaran dalam Pasal 6, pelanggar hukum dapat dibubarkan," jelasnya.
Jika dalam proses pembubaran pelaku aksi melakukan perlawanan terhadap petugas yang sah, cara penanganan telah diatur dalam KUHP dimana bisa dikenakan pidana. Mekanisme unjuk rasa juga diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 7 tahun 2012.
"Ada batasan-batasan yang tidak diperbolehkan, mengganggu ketenangan umum, mengganggu pemerintah. Secara rigid harus dikoordinasi jam berapa sampai jam berapa. Ini harus melalui koordinasi, enggak bisa disebar lewat WA disebar kumpul di tempat ini. Unjuk rasa harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, nanti Polri lakukan tanda terima. Kalau itu tidak diindahkan, kita lakukan SOP mulai dari yang soft sampai hard. Sesuai keperluannya," jelas Kapolri.
"Kalau seandainya ada ajakan untuk pakai people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat, harus melalui mekanisme ini. Kalau tidak menggunakan mekanisme ini, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu Pasal 107 KUHP jelas. Ini adalah undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Itu bahasanya jelas. Yaitu perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah, maka ada ancaman pidananya," lanjutnya.
Jika terjadi makar, penegak hukum dengan bantuan unsur lain seperti TNI akan melakukan penegakan. Kalau ternyata memprovokasi, atau menghasut untuk melakukan upaya pidana, misalnya makar itu pidana. Kalau ada provokasi dilakukan makar itu ada aturan sendiri UU Nomor 46 Pasal 14 dan 15 atau menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran.
"Misal bilang kecurangan tetapi buktinya tidak jelas, lalu terjadi keonaran, maka masyarakat terprovokasi. Maka yang melakukan bisa digunakan pasal itu, ini seperti kasus yang sedang berlangsung, mohon maaf, tanpa mengurangi praduga tak bersalah, kasus Ratna Sarumpaet. Itu menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran," pungkasnya.
Baca juga:
Kapolri Sebut 'Cuma' 159 dari 600 Laporan Pelanggaran Pemilu Masuk Kategori Pidana
Kapolri: 25 Personel Gugur Akibat Kelelahan saat Kawal Demokrasi, Bukan Intimidasi
Kisah Keakraban Panglima TNI Dan Kapolri, Sampai Bikin Kejutan di Pesawat
Kapolri Tinjau Mapolres Lampung Selatan yang Terbakar, Tanyakan Senjata dan Amunisi
Kapolri Tegaskan Berita 'Tembak Mati Perusuh Sekalipun Cucu Nabi' Hoaks