Kapolri Tegaskan Penanganan Kekerasan Seksual Tidak Selesai Hanya dengan Menikahi Korban
Kapolri menegaskan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan tidak lantas selesai dengan menikahkan korban.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan penanganan kekerasan seksual terhadap perempuan tidak lantas selesai dengan menikahkan korban.
"Ada beberapa model penyelesaian (kekerasan seksual), belum tentu pihak korban setuju, namun kemudian terpaksa dilakukan, misalnya diselesaikan dengan cara dinikahkan, padahal belum tentu dengan dinikahkan masalah selesai. Namun, terpaksa dilakukan untuk menyelesaikan atau menutupi aib," katanya saat menghadiri Tanwir 1 Aisyiyah di Jakarta dilansir Antara, Rabu (15/1).
- Kapolri: Kita Beri Keadilan ke Bocah Perempuan di Padang Sidempuan jadi Tersangka usai Terima Video Porno
- Kesal Ajakan Berhubungan Intim Ditolak, Pria Lukai Pacarnya dengan Pisau di Kebayoran Baru
- Pilu Pasutri Lansia Meninggal Mengering di Rumahnya, Dimakamkan Pihak Gereja & Anak Tak Ada yang Datang
- Begini Keseharian KRA, Mahasiswi Cantik Korban Pembunuhan di Depok
Kapolri menyampaikan pihaknya telah membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) untuk menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kami menyampaikan tentang pentingnya ada direktorat khusus yang menangani perempuan dan anak. Alhamdulillah, saat itu Presiden Jokowi setuju, sekarang Polri berhasil membentuk Direktorat Perempuan dan Anak," ujar dia.
Ke depan, dia berharap Direktorat PPA-PO dapat dikembangkan hingga ke tingkat Polda dan Polres. "Kami ingin direktorat ini tidak hanya di Mabes Polri, tetapi bisa kami kembangkan sampai Polda dan Polres. Saat ini kami sedang proses mengembangkan harmonisasi sampai ke Kemenpan-RB," tuturnya.
Data Kekerasan Perempuan dan Anak
Dia menyebutkan, tindak pidana kekerasan dari sumber data Komnas Perempuan dan Anak, jumlah korban wanita empat kali lipat dibandingkan jumlah korban laki-laki.
"Demikian juga jumlah korban anak hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan korban dewasa, jadi 27 ribu dibandingkan 6 ribu sekian, hampir 7 ribu, dan 21.600 dibandingkan dengan 12.999," kata Listyo.
Selama lima tahun, sebanyak 105.475 kasus terkait dengan perempuan dan anak, di mana yang tertinggi adalah kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, kekerasan fisik, persetubuhan, pemerkosaan, dan lain-lain.
"Angka ini bukan sebenarnya, karena di Indonesia masih banyak korban yang enggan melapor. Sebagian melihat kalau saya melaporkan, ini aib buat saya, kalau saya melaporkan, saya bisa menjadi korban kedua kali," tuturnya.
Dukung Kesetaraan Gender
Untuk itu, menurut dia, pertanyaan-pertanyaan terkait kasus kekerasan seksual akan lebih baik jika diajukan oleh polisi wanita (polwan).
"Kalau yang menangani polisi laki-laki, pada saat ditanya untuk BAP, ada potensi korban tertekan, karena pertanyaan-pertanyaan ini sangat sensitif, dan lebih bagus pertanyaan tersebut diajukan oleh polwan," ucapnya.
Kalpolri menyoroti isu kesetaraan gender, di mana di Indonesia, perjuangan gender telah dilakukan sejak lama melalui kontribusi tokoh-tokoh perempuan tanah air, salah satunya Raden Ajeng Kartini.
Dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di lingkungan Korps Bhayangkara, kata dia, Polri terus memberikan ruang bagi polisi wanita (polwan) untuk berkembang.
Komitmen tersebut telah tercantum dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarusutamaan Gender di Lingkungan Polri. Aturan tersebut membuka peluang bagi polwan untuk berkarier di bidang operasional maupun staf.