Kasus Helikopter AW-101, KPK Eksekusi Direktur Diratama Jaya Mandiri ke Lapas Sukamiskin
Eksekusi dilakukan karena vonis John Irfan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Eksekusi dilakukan karena vonis John Irfan sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Kasus Helikopter AW-101, KPK Eksekusi Direktur Diratama Jaya Mandiri ke Lapas Sukamiskin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
- Kerja Selalu Diantar Jemput Pakai Helikopter, Ini Sosok Bos OT Group yang Tajir Melintir
- KPK Periksa eks Dirut TransJakarta Kuncoro Wibowo sebagai Tersangka Korupsi Bansos Beras
- Dua Penyuap Kasus Pemeliharaan Jalur Kereta Api di Kemenhub Divonis 2,5 Tahun Penjara
- Menengok Lagi Perjalanan Kasus Korupsi Heli AW di Tengah Kisruh KPK vs TNI Usai OTT Basarnas
"Hari ini (21/11) Jaksa Eksekutor KPK Syarkiyah, telah selesai melaksanakan eksekusi pidana badan dengan terpidana John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dengan cara memasukkannya ke Lapas Klas I Sukamiskin," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (21/11).
Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 penjara denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway. Dia terbukti bersalah dalam kasus dugaan rasuah pengadaan Helikopter AW-101.
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh selama sepuluh tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan," ujar Ketua Majelis Djuyamto di Pengadilan Tipikor, Rabu (22/2).
Selain pidana badan, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan sebesar Rp17,22 miliar. Uang itu wajib dibayar dalam waktu satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, jaksa berhak merampas harta bendanya untuk dilelang. Namu jika hartanya tak cukup, maka diganti pidana penjaranya selama dua tahun.
Hal yang memberatkan vonis yakni perbuata Jhon Irfan tidak mendukung upaya pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Sementara itu, hal yang meringankan yakni John sopan selama persidangan berlangsung. Lalu, dia juga tidak pernah dipidana sebelumnya serta masih mempunyai tanggungan keluarga.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan 15 tahun dari jaksa KPK. Pidana penggantinya pun lebih rendah dari tuntutan. Dalam tuntutan, hakim diharap menjjatuhkan pidana pengganti kepada John sebesar Rp177.712.972.054,60.Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh dituntut 15 tahun penjara denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menyatakan Jhon Irfan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
"Menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh terbukti bersalah dan meyakinkan menurut hukum bersalah secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi," ujar jaksa dalam tuntutannya, Senin (30/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata jaksa menambahkan. Selain pidana badan, jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp117.712.972.054. Dengan ketentuan apabila tak dibayar dalam jangka satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita dan dilelang.
"Jika hartanya tak cukup maka akan diganti dengan pidana penjara selama 5 tahun," kata dia.
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000 atau Rp 738,9 miliar terkait pembelian Helikopter Augusta Westland (AW)-101 di TNI AU.
"Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 738.900.000.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," ujar jaksa KPK Arif Suhermanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (12/10/2022).
Jaksa menyebut, kerugian keuangan negara Rp 738,9 miliar berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara (AU) Tahun 2016 yang dilakukan ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31
Agustus 2022. Jaksa menyebut Irfan melakukannya bersama-sama dengan Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani, Direktur Lejardo Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode Januari 2015-Januari 2017 Agus Supriatna.
Kemudian Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (Kadisada AU) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015 - 20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko, Kadisasa AU dan PPK periode 20 Juni 2016 - 2 Februari 2017 Fachri Adamy, Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Supriyanto Basuki, dan Kepala Pemegang Kas Mabes TNI AU periode 2015 - Februari 2017 Wisnu Wicaksono.
"Serta memberikan uang sebesar Rp 17.733.600.000 sebagai Dana Komando (DK/Dako) untuk Agus Supriatna selaku KSAU dan KPA yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin ke-1," kata jaksa.
Jaksa menyebut, Irfan memperkaya diri sebesar Rp 183.207.870.911,13. Kemudian memperkaya Agus Supriatna sebesar Rp 17.733.600.000.
Sedangkan korporasi yang diperkaya yaitu perusahaaan AgustaWestland sebesar US$ 29.500.000 atau senilai Rp 391.616.035.000 serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar US$ 10.950.826,37 atau sekitar Rp 146.342.494.088,87.
Atas perbuatannya, Irfan didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.