Menengok Lagi Perjalanan Kasus Korupsi Heli AW di Tengah Kisruh KPK vs TNI Usai OTT Basarnas
Waktu berjalan, kasus korupsi Helikopter AW-101 berlanjut ke persidangan. Hingga akhirnya terdakwa Irfan Kurnia Saleh dijatuhkan vonis 10 tahun.
Sejumlah pihak khawatir kasus dugaan suap di Basarnas akan dihentikan pihak TNI.
Menengok Lagi Perjalanan Kasus Korupsi Heli AW di Tengah Kisruh KPK vs TNI Usai OTT Basarnas
Kasus korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland (AW) 101 kembali diungkit. Usai hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan TNI yang kini menghangat usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Basarnas.
Banyak pihak khawatir, kasus dugaan suap di Basarnas yang melibatkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto akan bernasib sama dengan perkara korupsi helikopter AW-101.
Dalam kasus korupsi Helikopter AW-101 itu, berkas lima orang dari unsur militer yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK dihentikan oleh Puspom TNI. Kala itu, Puspom TNI menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kelimanya.
Lantas bagaimana perjalanan kasus korupsi Helikopter AW-101 yang menyeret Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, perusahaan swasta yang mengatur pengadaan helikopter tersebut.
Ketika kasus korupsi helikopter AW-101 ini bergulir, Panglima TNI saat itu dijabat oleh Gatot Nurmantyo.
Gatot sampai mendatangi KPK, menggelar jumpa pers menjelaskan duduk perkara kasus. Berikut perjalanan kasus yang dipaparkan Gatot Nurmantyo saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK 26 Mei 2017 lalu:
- 3 Desember 2015
Dalam rapat terbatas, Presiden Joko Widodo menurut Gatot meminta agar pembelian Heli AW 101 ditunda karena kondisi perekonomian Indonesia.
"Presiden menyatakan kondisi ekonomi saat ini belum benar-benar normal maka pembelian helikopter AW belum dapat dilakukan, tetapi apabila kondisi ekonomi seperti saat ini sudah lebih baik lagi, maka bisa beli," ujar Gatot.
- 23 Februari 2016
Presiden Jokowi dalam beberapa kali rapat terbatas termasuk tanggal 23 Februari 2016 memberikan arahan meminta agar seluruh kementerian dan lembaga menggunakan produk dalam negeri.
- 12 April 2016 Seskab mengirimkan surat ke Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) mengenai perkiraan realisasi pengadaan alutsista tahun 2015-2019. Salah satu pokok isinya mengenai rencana pengadaan alutsista TNI AU buatan luar negeri.
"Pengadaan alutsista TNI sebagai bagian peralatan pertahanan dan keamanan harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya UU 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan, pengadaan Alpalhankam (alat peralatan pertahanan dan keamanan) produk luar negeri hanya dapat dilakukan apabila belum dapat diproduksi industri dalam negeri," terang Gatot.- 29 Juli 2016
Pada tanggal ini menurut Gatot, perjanjian antara TNI Mabes AU dengan PT Diratama Jaya Mandir tentang pengadaan helikopter angkut AW 101 diteken.
- 14 September 2016 Gatot kemudian menyurati Kasau untuk melakukan pembatalan pembelian heli angkut AW 101.
- Akhir Januari 2017 Kasau Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengatakan 1 helikopter AW-101 datang tetapi tidak diterima sebagai kekuatan TNI AU.
"Namun kenyataannya 2017, heli datang pada akhir Januari, tapi 1 heli itu belum kita terima sebagai kekuatan AU sehingga yang ada hanya 1 versi militer yang speknya belum memenuhi fleksibilitas itu," kata Hadi.
- 24 Februari 2017
Kasau mengirimkan hasil investigasi. Dari hasil ini, Panglima TNI memutuskan bekerja sama dengan Polri, BPK, PPATK dan KPK.
Selain Irfan, KPK juga menetapkan lima prajurit TNI AU dalam kasus ini. Mereka adalah, Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachry Adamy. Fachry adalah mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Kemudian Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau; Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau; Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau; dan Marsekal Muda TNI (Purn) SB selaku Staf Khusus Kasau (mantan Asrena Kasau).
Akan tetapi, Puspom TNI telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kelimanya.