Kasus tambang ilegal, AKP Sudarminto sering dapat uang dari Kades
Pemberian uang untuk biaya operasional patroli tersebut berkisar antara Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu.
Mantan Kapolsek Pasirian Lumajang, Jawa Timur, AKP Sudarminto yang kini menjabat Kasubagdalops Polres Lumajang mengaku sering bertemu Kades Selok Awar-Awar, Hariyono saat patroli bersama anak buahnya, dan diberi biaya operasional patroli.
"Kami sering bertemu dalam acara-cara dinas, tapi kalau saat patroli sempat tiga kali bertemu. Dalam tiga kali pertemuan saya dengan Kades yang disaksikan beberapa anak buah saya itu, saya diberi biaya operasional patroli Rp 200 ribu, Rp 300 ribu, dan Rp 400 ribu," ujar Sudarminto dalam Sidang Disiplin Anggota Polri dalam kasus Lumajang di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (15/10). Demikian tulis Antara.
Selain biaya operasional patroli untuk uang bensin, dia mengaku pernah diberi Rp 1 juta untuk acara buka puasa bersama sekaligus tasyakuran HUT Bhayangkara 1 Juli 2015, serta penghargaan untuk anak buah yang purnatugas.
"Itu pun bukan hanya dari Desa Selok Awar-Awar," lanjutnya.
Dia membantah menerima aliran dana dari Hariyono, terkait kasus tambang pasir ilegal di desa setempat yang menewaskan seorang aktivis antitambang Salim Kancil pada 26 September 2015.
"Itu tidak benar, karena kami hanya pernah menerima Rp 1 juta untuk bantuan tasyakuran HUT Bhayangkara, dan bantuan itu pun dari beberapa desa, bukan hanya Desa Selok Awar-Awar," terangnya.
Dalam sidang yang dipimpin Wakapolres Lumajang Kompol Iswahab di Ruang Rapat Bidang Keuangan, Biro SDM, Mapolda Jatim itu, agenda sidang langsung dilanjutkan pembacaan tuntutan setelah mendengarkan keterangan tiga polisi, termasuk mantan Kapolsek Pasirian itu.
"Jadi, kalau (insentif) bulanan (dari Kades Selok Awar-Awar) hingga 6-7 kali itu tidak benar, karena kami hanya pernah menerima dalam bentuk bantuan untuk tasyakuran HUT Bhayangkara," ucap Sudarminto yang menjabat Kapolsek sejak 2010 hingga akhir tahun 2014 itu.
Ditanya tentang penambangan pasir ilegal, mantan Kapolsek Pasirian itu mengaku hanya tahu dari surat resmi yang diterimanya bahwa Kades Hariyono akan mengembangkan wisata alam.
"Untuk wisata alam itu perlu danau yang dikeruk mendalam," ujarnya yang menegaskan ketidaktahuannya tentang penambangan pasir secara ilegal oleh aparat desa setempat.
Keterangan senada juga disampaikan Ipda Samsul Hadi (Kanit Reskrim Polsek Pasirian), dan Aipda Sigit Pramono (Babinkamtibmas Pasirian) dalam sidang yang terbuka untuk pers sejak pukul 10.30 WIB hingga pukul 11.45 WIB itu.
"Itu (pemberian Rp 500 ribu) tidak benar, karena saya hanya pernah tiga kali diberi Kades Hariyono yakni Rp 50 ribu sebanyak dua kali dan pernah sekali diberi Rp 100 ribu. Itu terjadi saat saya memperkenalkan diri sebaga orang baru ke rumahnya dan dua kali di balai desa," papar Ipda Samsul H.
Ipda Samsul yang menjabat Kanit Reskrim sejak 2012 hingga kini itu juga mengaku tidak mengetahui soal penambangan pasir ilegal. "Yang saya tahu itu Pak Kades akan membangun kawasan wisata alam di desanya," kilahnya.
Senada dengan itu, Babinkamtibmas Pasirian Aipda Sigit Pramono menyatakan dirinya memang pernah sekali dititipi Kades Hariyono untuk diberikan ke Kapolsek Pasirian sebagai bentuk partisipasi untuk HUT Bhayangkara.
"Saya juga sering diberi uang saat menghadiri beberapa acara di balai desa, kadang Rp 50 ribu dan kadang Rp 100 ribu, tapi bukan setiap bulan (bulanan), karena tidak setiap bulan ada acara di balai desa," imbuh Aipda Sigit yang menjabat Babinkamtibmas Pasirian sejak November 2014.
Namun, Sigit sempat ditegur Penuntut Provost Polda Jatim AKP Arif Hari Nugroho, karena keterangannya dalam BAP (berita acara pemeriksaan) menyebutkan 10 kali mendapat titipan dari Kades Hariyono untuk diberikan ke Kapolsek. "Maaf, mungkin saya lupa," elaknya.
Setelah mendengarkan keterangan tiga polisi itu, sidang dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan dari Provost Polda Jatim untuk ketiga terperiksa yakni teguran tertulis, mutasi secara demosi, dan penempatan khusus selama 21 hari.
Akhirnya, pimpinan sidang menunda sidang pada Senin (19/10) untuk pembacaan putusan. "Karena menyangkut nasib dan karir anggota, sidang putusan ditunda pada Senin (19/10)," kata pimpinan sidang disiplin itu.