Kebijakan Pengurangan Angkutan Massal Berisiko Tambah Penularan Virus Corona
"Tanpa data-data tersebut mustahil bisa tercipta social-distancing yang nyaman," terang dia.
Fenomena kepadatan penumpang moda angkutan massal kembali terjadi ketika Indonesia menjalankan langkah 'wajib jaga jarak' (social distancing) karena pandemi virus corona. Kali ini, fenomena kepadatan terpantau di commuter line (KRL). Sebelumnya juga terjadi kepadatan dan gagal social-distance di angkutan BRT TransJakarta (TJ) dan MRTJ.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang mengatakan, penumpukan pengguna (penumpang) Bus TransJakarta dan Kereta MRT dikarenakan pengurangan jam operasi dan pengurangan sarana bus dan kereta yang dioperasikan. Sementara kepadatan di KRL, dikarenakan PT KCI melaksanakan penyesuaian waktu operasional KRL.
-
Kenapa para pengguna KRL merasa lega dengan dicabutnya aturan wajib masker? Adanya aturan itu otomatis pengguna KRL bisa bernapas lega.
-
Kapan aturan wajib masker di KRL resmi dicabut? Sesuai dengan SE tersebut, mulai 12 Juni 2023 seluruh pengguna perjalanan Commuter Line diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat dan tidak berisiko tertular atau menularkan Covid-19,
-
Bagaimana KAI Commuter menjaga kesehatan para pengguna KRL meskipun aturan masker sudah dicabut? KAI Commuter juga tetap mengajak seluruh pengguna untuk tetap menerapkan protokol kesehatan dan pola hidup sehat dengan tetap membawa hand sanitizer.
-
Apa yang dimaksud dengan KDRT? Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi di Indonesia. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
-
Siapa yang merekam ibu hamil tersebut di KRL? Sebuah video viral diunggah oleh akun TikTok @rismasf10 terkait peristiwa di gerbong wanita KRL jurusan Tanah Abang-Rangkas.
-
Kapan kejadian ibu hamil marah di KRL terjadi? Peristiwa itu terjadi pada 16 September 2023
Lewat kebijakan tersebut, jam operasional seluruh lintas/rute KRL adalah mulai pukul 06.00 hingga 20.00 WIB. KCI mengoperasikan 713 perjalanan KRL Jabodetabek dari normal 991 perjalanan dan waktu pukul 04.00 hingga 24.00 WIB. Terdapat pengurangan sebanyak 29 persen perjalanan KRL. Headway KRL juga lebih panjang yakni 10 sampai 15 menit dari sebelumnya 5 sampai 10 menit.
Menurut dia, membludaknya pengguna KRL ini sangat logis. Karena penumpang yang biasanya berangkat jam 04.00 pagi, kini harus berkumpul jam 06.00.
"Otomatis terjadi penumpukan di peron dan di perjalanan kereta, dan jadwal perjalanan juga berkurang dengan headway juga bertambah lama membuat kondisi tidak nyaman, baik secara keselamatan dan secara kesehatan dalam mengurangi virus," kata dia, kepada Merdeka.com, Senin (23/3).
Dia menilai, sangat ironis apabila perjalanan angkutan umum dikurangi, namun pekerja formal masih tetap bekerja terutama bagi pengguna KRL dari jauh, seperti Bogor dan terjauh Rangkasbitung. Sebab sekitar 99 persen dari mereka menggunakan sarana rail base (KRL) apabila akan bekerja di DKI Jakarta.
"Karena dari Rangkasbitung tidak ada jalan tol," jelas Deddy.
Sebagaimana diketahui kebijakan pengurangan jam perjalanan tersebut kemudian dibatalkan PT KCI. Mulai pukul 15.00 WIB tadi layanan KRL kembali normal sampai pukul 24.00 WIB. Tentunya setelah melihat kepadatan luar biasa di stasiun dan perjalanan kereta, sehingga bisa dikatakan social-distance yang diharapkan pemerintah gagal total hari ini.
Dia menjelaskan, menurut National Health Service, seseorang bisa tertular jika kontak selama lebih dari 15 menit dan berada dalam jarak 2 meter dari orang yang terinfeksi. Sementara dalam SPM (standar Pelayanan Minimal) KA kepadatan penumpang diizinkan dalam area 1 meter persegi boleh terisi 6 orang.
"Barangkali bila melihat kejadian tadi pagi 1 meter persegi bisa tersisi lebih dari 6 orang. Sehingga kejadian tadi pagi ini di KRL sangat rentan terkena infeksi virus," ungkapnya.
Deddy memandang, persoalan ini akibat kebijakan trial and error yang gagal untuk mengurangi angkutan massal. Apalagi bila tidak ada sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir secara makro. "Artinya masih sangat berbahaya metode trial and error apabila masih dipaksakan oleh pemerintah bila tanpa didukung oleh data-data yang signifikan," ujar dia.
Virus Corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang memicu penyakit Covid-19 saat ini, lanjut dia, telah menyebar ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Jika melihat data terakhir, terdapat 579 orang terkonfirmasi positif Covid-19, sembuh 30 orang dan meninggal 49 orang. Angka tentu harus diwaspadai. Sebab jika melihat angka kematian, Indonesia termasuk tertinggi.
Dia pun menyebut, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa penyebaran virus apapun bisa terjadi salah satunya di angkutan umum. Meskipun hingga saat ini belum ada penelitian resmi berapa persen penyebaran virus melalui angkutan umum massal.
"Tapi apabila kita berkaca dengan kejadian Italia, lebih dari 4.800 orang telah meninggal karena virus corona dari lebih dari 53.000 orang terinfeksi oleh karena angkutan massal di Milan masih berjalan normal," tegas dia.
"Kalau melihat persentase di atas Indonesia tertinggi dari kematian corona, tentunya semua stakeholder harus berpikir keras lagi untuk tidak meniru kejadian di Italia yang masih sangat bebas berinteraksi sosial di angkutan umum," imbuhnya.
Dia memandang amat tepat jika untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 salah satunya dengan mengurangi perjalanan angkutan umum. Bahkan menutup angkutan umum sama sekali.
"Istilah populernya lockdown yang dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan disebutkan karantina suatu wilayah yang luas atau pembatasan social dalam skala besar," ujar dia.
Sebaliknya, apabila tidak ada karantina wilayah dan angkutan umum tidak bisa ditutup bahkan dibatasi, pemerintah wajib menyediakan angkutan umum sesuai standar pelayanan minimum (SPM) yang berlaku. Pemerintah juga diminta membuat kebijakan yang berbasis data.
Dalam konteks angkutan umum, Pemerintah akan berhasil mengurangi jumlah perjalanan apabila didukung minimal data-data peak-hour, rush-hour pengguna dan asal-tujuan (OD) pengguna angkutan umum yang masih bekerja.
"Tanpa data-data tersebut mustahil bisa tercipta social-distancing yang nyaman," terang dia.
Apabila tidak ada kebijakan karantina wilayah (lockdown), pemerintah hanya bisa memberi saran atau mengimbau masyarakat untuk bekerja di rumah. Imbauan itu tidak akan berhasil apabila sektor swasta masih aktif bekerja karena pemerintah tidak punya hak melarang bekerja apabila perkantoran masih aktif normal.
Namun demikian, dia mengakui beban berat juga bagi pemerintah bila ingin menghentikan angkutan umum otomatis dan memaksa perkantoran tutup. Sebab ada konsekuensi logis biaya sosial dari pemerintah untuk memberikan insentif bagi pekerja formal dan informal yang tiap hari bekerja untuk menyambung hidup.
"Sekali lagi mohon pemerintah tidak lagi membuat kebijakan trial and error untuk mengurangi angkutan umum massal yang akan berakibat blunder yang akan menambah virus bukan lagi mengurangi/menghambat virus," ujar dia.
Saat ini di Wilayah Jabodetabek, Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek (BPTJ) telah meminta masyarakat untuk melakukan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus. Mulai dari pengukuran suhu tubuh calon penumpang, penyediaan hand sanitizer meningkatkan kebersihan hingga melakukan koordinasi dengan fasilitas-fasilitas kesehatan terdekat. Komunikasi intensif untuk menjaga kebersihan di terminal, pelabuhan, stasiun, bandara dan fasilitas transportasi umum harus terus dilakukan dengan cara yang konsisten, terarah dan terukur.
"Tepat memang kita tidak harus panik, akan tetapi selalu tetap waspada. Namun kewaspadan ini akan berhasil apabila didukung oleh social distance yang standar dalam area angkutan umum kita," tandasnya.
(mdk/ray)